Polisi mempersangkakan sejumlah orang berbuat makar. Itu tentu persangkaan serius, tidak main-main. Mempersangkakan orang berbuat makar memang harus superserius dan tidak boleh asal-asalan. Karena itu pekerjaan serius, bukan asal-asalan, polisi mesti memiliki bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan itu ialah percakapan di antara para tersangka makar.
Dalam percakapan itu, kata polisi, para tersangka berencana menggiring peserta Aksi Superdamai pada 2 Desember ke gedung parlemen, menguasainya, dan menuntut sidang paripurna untuk menggantikan pemerintahan yang sah. Bukti permulaan itu diperkuat surat Sri Bintang Pamungkas, salah satu tersangka makar, kepada MPR, DPR, dan TNI yang berisi aspirasi untuk menggantikan pemerintahan yang sah.
Bayangkan bila polisi tak menangkap mereka. Aksi Superdamai ternodai. Huru-hara pecah. Pemerintahan yang terpilih secara demokratis tersingkirkan oleh cara-cara yang sama sekali tidak demokratis. Mungkin orang menilai polisi paranoid. Namun, paranoid itu istilah psikologi. Ini perkara hukum. Lebih pas bila ia disebut tindakan antisipatif atau preventif.
Bila bicara soal hukum, ada pakar hukum yang mengatakan makar bisa dipidanakan jika betul-betul sudah ada perbuatan. Apakah polisi baru boleh bertindak bila sudah terjadi penodaan Aksi Superdamai, huru-hara, dan penggulingan pemerintahan yang sah?
Betapa mahal ongkos sosial-politiknya. Demokrasi yang kita bangun sejak 1998 menjadi percuma karena ulah segelintir orang yang tidak sabaran, yang sebagian di antaranya pernah berkuasa dan kelihatannya ngebet kembali berkuasa. Kita tentu tidak hendak mengambil risiko itu.
Ada pula yang mengatakan pasal haatzai artikelen yang dikenakan kepada para tersangka itu peninggalan kolonial. Akan tetapi, pasal tersebut masih berlaku dalam hukum positif kita. Serupa halnya dengan pasal penistaan atau blasphemy. Pasal ini sesungguhnya juga dipersoalkan. Namun, karena masih berlaku dalam hukum positif kita, ia masih dipakai, paling mutakhir terhadap Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur nonaktif DKI Jakarta.
Kita setuju-setuju saja bila kelak pasal-pasal tersebut direvisi atau digugat ke Mahkamah Konstitusi. Namun, ketika ia masih berlaku, tidak ada halangan bagi aparat hukum untuk menggunakannya. Biarlah aparat hukum bekerja berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Pekerjaan besar polisi berikutnya ialah memburu aktor utama di balik upaya makar tersebut. Polisi harus memastikan ada atau tiadanya aktor penyandang dana upaya makar itu supaya semuanya terang benderang. Sekali lagi biarkan dan percayakan polisi bekerja. Kita kawal dan kontrol secara ketat polisi.
Kita percayakan pula pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk bekerja sampai 2019. Kita kawal dan kontrol pemerintah agar tetap bekerja keras menyejahterakan rakyat dalam koridor konstitusi. Kita juga harus kawal pemerintahan yang terpilih secara demokratis ini agar tidak disungkurkan di tengah jalan dengan cara-cara yang tidak demokratis.
Kita sebagai rakyat juga harus kembali bekerja setelah selama dua bulan terakhir direcoki dengan perkara Basuki, unjuk rasa, dan makar. Kita mesti kembali bekerja untuk menyingkirkan musuh utama kita, yakni kebodohan dan kemiskinan, supaya kita bisa meraih kemajuan dalam waktu yang tak terlalu lama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
