PERINGATAN kemerdekaan Indonesia menjadi pengingat dan cermin akan banyak hal besar yang dimiliki negeri ini. Bukan saja tentang nasionalisme, melainkan juga tentang keberagaman, toleransi, persatuan, dan gotong royong.
Nilai-nilai tersebut tentu saja bukan hanya diharapkan ada di masyarakat umum, melainkan terlebih ada pada para pemimpin dan tokoh. Oleh karena itu, momen yang terjadi di Istana Merdeka pada peringatan HUT ke-72 RI menjadi cermin yang manis.
Baru kali ini, para presiden, yakni Presiden ketiga BJ Habibie, Presiden kelima Megawati, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden ketujuh Jokowi, hadir lengkap. Namun, yang paling menarik dan bermakna ialah kehadiran Megawati dan SBY.
Bukan apa-apa, lebih dari satu dekade tidak pernah bertemu, dua Presiden RI, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono, hadir dalam peringatan HUT RI tersebut. Keduanya juga bertatap langsung dan bersalaman.
Meski sebenarnya tidak perlu ditunggu hingga begitu lama, momen tersebut tetap pantas diapresiasi. Paling tidak, momen tersebut menjadi tanda mencairnya kebekuan di antara para tokoh bangsa.
Momen singkat yang hanya beberapa detik tertangkap kamera itu menunjukkan sikap semestinya para anutan. Terlebih, sesuai dengan pernyataan SBY, keduanya kemudian juga banyak mengobrol dalam jamuan tertutup pada hari itu.
Seperti terjadi di negara lain, bahkan negara adidaya, ketidaksamaan pandangan politik tidak perlu menciptakan kebekuan hubungan yang diperlihatkan pada publik. Bahkan jika melihat negara-negara maju dengan politik yang sangat dinamis, para presiden mereka pun menghindari kritik terhadap penerus mereka.
Meski sederhana, sikap tidak berkonflik di antara para pemimpin ikut mendorong terciptanya suasana kondusif bagi kabinet yang sedang bekerja. Keriuhan politik yang tidak perlu pun dapat dihindari. Oleh karena itu pula, kondisi yang tercipta akan jauh lebih baik jika para tokoh bukan saja tidak berkonflik, melainkan juga memiliki hubungan yang harmonis.
Ibarat lokomotif, persatuan di antara pemimpin akan mendorong kondisi serupa di kalangan para pengikut. Terlebih pada kenyataannya memang baik SBY maupun Megawati merupakan ketua umum dari partai politik. Karena itu, seperti yang dikatakan Presiden BJ Habibie, pertemuan SBY dan Megawati pantas dipuji karena menunjukkan kebaikan dari persatuan.
Di sisi lain, apresiasi juga pantas disematkan pada Presiden Joko Widodo yang telah menjadi tuan rumah yang baik bagi pertemuan para presiden itu. Jokowi juga menunjukkan indahnya persatuan dari keragaman budaya lewat penampilan dengan busana adat.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada tahun ini Kepala Negara berikut seluruh tamu undangan mengenakan busana adat yang beragam. Presiden sendiri mengenakan pakaian adat Kalimantan Selatan, sementara Ibu Negara mengenakan pakaian adat Minang lengkap dengan kain penutup kepala.
Presiden juga mengenakan pakaian adat di Sidang Tahunan MPR sehari sebelumnya. Langkah Kepala Negara ini bukan sekadar menciptakan kemeriahan perayaan kemerdekaan, melainkan juga sebuah bentuk penghargaan tinggi terhadap keragaman budaya kita. Sebagaimana bersatunya para presiden yang punya pemikiran beragam, pakaian adat menjadi simbol bersatunya kebudayaan yang punya corak beragam pula.
Cek Berita dan Artikel yang lain di