Kepada Hukum Kita Berserah
Kepada Hukum Kita Berserah ()

Kepada Hukum Kita Berserah

02 November 2016 07:02
HUBUNGAN antara pemerintah dan pemimpin umat menjadi hal yang tidak boleh dinafikan dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia. Upaya menjaga keutuhan bangsa mesti dipikul bersama oleh umara dan ulama. Langkah Presiden Joko Widodo duduk bersama dengan pimpinan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia menegaskan komitmennya bahwa bangsa Indonesia mesti tetap utuh. Pertemuan di Istana Merdeka itu dilakukan sebagai bagian dari langkah agar Indonesia tidak terbelah hanya karena tensi panas dinamika politik pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.
 
Presiden sebagai kepala pemerintahan menyadari peran ulama sangat dibutuhkan dalam membangun dan memperkukuh kehidupan berbangsa. Ulama berperan menjaga umat, memberikan peringatan, dan memberikan tuntunan melalui pesan yang sejuk sehingga kerukunan yang selama ini terjalin bisa tetap terjaga. Silaturahim tersebut tak ayal merupakan upaya untuk tetap menjaga keindonesiaan yang memiliki suku, agama, dan ras yang beragam di tengah rencana unjuk rasa lusa, 4 November.
 
Terus terang, hiruk pikuk di media sosial mengenai rencana aksi menuntut proses hukum terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena menyitir ayat Alquran membuat publik waspada, bahkan takut. Ia seakan bara di tengah perhelatan pilkada DKI Jakarta. Pilkada sejatinya sebuah perhelatan demokrasi untuk melahirkan pemimpin. Pilkada ialah momentum penyatuan keinginan demi mendapatkan pemimpin yang bisa diandalkan untuk menghadirkan kesejahteraan, bukan malah menjadi ajang pemecah belah. Pilkada semestinya berlangsung sejuk bagi bangsa majemuk.
 
Satu hal penting yang terungkap dalam pertemuan tersebut ialah Presiden menegaskan kepada para ulama bahwa dirinya tidak akan mengintervensi proses hukum terhadap Ahok yang dituding menistakan agama dan kitab suci. Presiden menyerahkan sepenuhnya proses hukum itu ke jalur hukum oleh penegak hukum. Presiden berkomitmen bahwa Polri terus memproses perkara tersebut. Faktanya, Polri juga sudah meminta keterangan dari Ahok yang berinisiatif datang ke Bareskrim Polri, pekan lalu, untuk diperiksa. Polri juga sudah meminta keterangan beberapa saksi, ahli bahasa, dan ahli agama. Artinya, Polri tidak berdiam diri. Mereka sudah mulai menunaikan tugas mengusut perkara itu. Oleh karena itu, kita selayaknya memercayakan penanganan perkara tersebut kepada Polri.
 
Tanpa itu, perkara tersebut akan berkembang liar yang tentu saja bisa berdampak liar pula. Para ulama pun bersepakat bahwa kasus itu sudah keluar dari konteks hukum, berkembang tidak menentu yang kemudian dikaitkan ke berbagai masalah yang tidak proporsional lagi dan lebih serong ke ranah politik. Ketika bangsa ini sudah sepakat bahwa hukum harus dijadikan pegangan utama dalam menyelesaikan setiap perkara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di saat itu pula kita menyerahkan kepercayaan kepada para penegak hukum.
 
Hukum mesti tegak lurus, tidak boleh serong ke kiri atau serong kanan. Penegakan hukum tidak boleh dibayangi kepentingan dan tekanan politik. Penegak hukum mesti berjalan di rel hukum dalam menuntaskan setiap perkara, termasuk kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok. Hukum pantang berjalan karena penetrasi kelompok tertentu sehingga menjadikan prosesnya tidak lagi murni berdasarkan pertimbangan hukum. Jangan sampai penegak hukum dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan politik.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase hukum

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif