MENJADI institusi yang dipercaya rakyat amatlah sulit di negeri ini. Namun, ketika kepercayaan itu sudah diraih, untuk mempertahankannya jauh lebih sulit lagi. Itulah yang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Dari sisi usia, KPK memang masih terbilang remaja. Akan tetapi, sejak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, mereka telah menjadi idola. Ketika rakyat kehilangan harapan pada kepolisian dan kejaksaan, KPK menjadi tumpuan dalam upaya memberangus korupsi.
Dalam waktu singkat, KPK sukses menjadi sahabat rakyat sekaligus musuh nomor satu buat para pemangsa uang rakyat. Dalam posisi seperti itu, tak mengherankan jika ada upaya luar biasa untuk melemahkan KPK. Serangan bertubi-tubi datang dari sejumlah kalangan.
Meski demikian, KPK tegar bertahan antara lain karena rakyat terus menggelontorkan dukungan. Namun, harus kita katakan, KPK mulai gagap merawat dukungan publik yang terbukti ampuh membentengi mereka dari serangan lawan. Belakangan, pengelola lembaga antirasywah itu justru bertabiat dan bertindak yang mencoreng diri sendiri.
Beberapa waktu lalu, misalnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan pihaknya akan segera menetapkan sejumlah calon kepala daerah yang berkontestasi di Pilkada 2018 sebagai tersangka. Pernyataan itu membuat gaduh, bahkan ada anggapan KPK telah masuk ke ranah politik.
Belum selesai silang pendapat soal pernyataan Agus, KPK lagi-lagi berlaku tak elok. Pada Senin (19/3), tim pencegahan KPK hadir dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Jambi. Kegiatan itu sebenarnya baik-baik saja, tetapi menjadi sangat tidak baik karena Gubernur Jambi Zumi Zola ikut hadir dan membuka acara.
Zumi Zola merupakan tersangka KPK sehingga tak dapat dibenarkan KPK hadir di acara yang sama dengannya. Apa yang dilakukan KPK telah mengabaikan etika, bahkan mengangkangi aturan. Bukankah UU tentang KPK jelas dan tegas menggariskan bahwa pimpinan dan pegawai KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani KPK?
Kehadiran KPK dalam acara bersama tersangka KPK ialah masalah serius, sangat serius. Itu patut dipersoalkan karena amat gamblang telah menyimpang dari garis kepatutan. Sulit bagi kita untuk menerima alasan KPK bahwa kehadiran divisi pencegahan di acara tersebut tak akan memengaruhi penyidikan Zumi Zola dan kawan-kawan.
Berat bagi kita untuk memahami dalih KPK bahwa acara tersebut sudah diagendakan jauh-jauh hari. Bukankah KPK bisa tegas meminta Zumi Zola tak hadir dan digantikan pejabat lain? Mau tidak mau, suka tidak suka, tindakan seperti itu akan merusak citra KPK di mata publik.
Sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi, mereka bisa dianggap telah berkolaborasi dengan tersangka korupsi. Kita khawatir, jika tindakan-tindakan konyol seperti itu terus dilakukan, kepercayaan rakyat yang tercurah ke KPK selama ini akan terkikis. Kita cemas, jika kepercayaan rakyat dinistakan, KPK akan rapuh, limbung, dan pada akhirnya hancur.
KPK memang harus tangguh menghadapi beragam serangan eksternal, tetapi mereka mesti lebih tangguh untuk membentengi diri dari ancaman internal. Menjaga citra adalah kemestian, mempertahankan kepercayaan rakyat adalah keniscayaan. Karena itu, tidak sepantasnya lagi KPK melakukan tindakan-tindakan yang tidak pantas.
Kepada KPK kita mengingatkan bahwa kepercayaan bisa pergi dengan gampang, tetapi sulit untuk kembali datang sehingga ia mesti dijaga dengan tindakan nyata. Bangsa ini masih butuh KPK. Jangan sampai KPK hilang karena perilaku-perilaku menyimpang orang dalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
