()

Akal-akalan Dana Aspirasi

24 Juni 2015 06:07
TABIAT parlemen negeri ini yang seolah tak pernah mau mendengar suara dan protes masyarakat kembali terlihat. Meski dibombardir kritik dan penolakan dari berbagai kalangan dan kelompok masyarakat, Rapat Paripurna DPR, kemarin, akhirnya sepakat menyetujui dana aspirasi DPR sebesar Rp11,2 triliun. Nyaris tidak ada perdebatan sengit di gedung parlemen.
 
Dari 10 fraksi yang ada, tujuh fraksi mendukung dan hanya tiga fraksi yang menolak usul dana aspirasi alias usul program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) tersebut. Yang terekam justru drama-drama tidak lucu dari para wakil rakyat yang katanya terhormat itu. Apa yang terlintas di pikiran kita selain keanehan ketika sebuah partai politik yang ketua umumnya mengkritik keras dana aspirasi itu melalui cicitan di media sosial, tapi fraksinya malah mendukung penuh saat paripurna?
 
Apa pula yang bisa kita katakan menyaksikan satu parpol besar yang mestinya sejak awal bisa menjadi lokomotif penolakan dana aspirasi justru baru 'sadar' di detik-detik akhir? Drama-drama itu sesungguhnya kian memberi pembenaran atas protes-protes publik belakangan ini. Pembenaran bahwa memang ada yang tidak beres dengan dana aspirasi ditilik dari sisi dan sudut pandang mana pun. Ada kekeliruan logika berpikir yang dijadikan alasan DPR untuk mengajukan usul tersebut.
 
Kita tak boleh lupa fungsi DPR ialah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Lalu dari mana datangnya 'ilham' bahwa DPR juga bisa mengusulkan program pembangunan daerah yang sepatutnya menjadi tugas pemerintah (eksekutif)? Makin celaka lagi ketika usul itu dibarengi dengan 'jatah' anggaran tiap anggota sebesar Rp20 miliar. Dengan watak main terobos seperti itu, ada kesan yang tak bisa ditutup-tutupi lagi bahwa dengan dana aspirasi itu anggota parlemen sejatinya sedang melakukan seperti yang diduga banyak orang. Apa itu? Menyuburkan korupsi sekaligus menumbuhkan budaya politik uang. Mereka memainkan jurus lama menilap uang negara, tapi dengan variasi baru.
 
Mereka mencari celah agar bisa merawat konstituen mereka di daerah tanpa perlu menguras kocek pribadi. Dengan dana aspirasi, mereka leluasa menggunakan duit rakyat untuk menanam investasi dan jasa politik demi pemilu berikutnya. Dengan dana aspirasi pula, celah kongkalikong anggota dewan dengan baik kepala daerah maupun pengusaha kian terbuka lebar dalam mengegolkan proyek. Anggota DPR tak ubahnya seperti calo anggaran. Luar biasa.
 
Teramat sayang, gerbong suara yang menolak dana aspirasi di Senayan tak kuasa menghadapi nafsu para penggagas. Namun, PDI Perjuangan, Partai NasDem, dan Partai Hanura tetap harus kita apresiasi karena meskipun akhirnya kalah, mereka telah mengambil posisi di pihak rakyat. Konsistensi sikap tegas ketiga fraksi tersebut semoga dapat dijaga dengan tidak 'mengambil' dana aspirasi ketika nantinya dana itu bergulir.
 
Kini kita tinggal berharap pada nurani pemerintah sebagai pemilik anggaran dana aspirasi tersebut. Bagaimanapun, nantinya usul dana aspirasi oleh anggota parlemen akan dikonversikan dalam APBN, yang artinya masih akan ada tangan pemerintah terlibat. Satu saja pesan kita kepada pemerintah, jangan pernah takut dan segan bila nantinya harus berhadapan dengan para pemburu dana aspirasi berseragam parlemen.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase dana aspirasi

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif