Alat pengecekan virus covid-19 yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) GeNose C19. Foto: dok UGM.
Alat pengecekan virus covid-19 yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) GeNose C19. Foto: dok UGM.

Fraksi NasDem Mendorong Kemenkes Memanfaatkan Jamu dan GeNose

Anggi Tondi Martaon • 09 Februari 2021 12:39
Jakarta: Fraksi NasDem di Komisi IX mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggunakan temuan berupa penggunaan obat herbal atau jamu, dan GeNose C19. Anggaran 2021 Kemenkes bahkan dikritik karena dianggap belum memperhatikan produk obat herbal nasional.  
 
"Ini Bapak belum menganggarkan di sini. Padahal sudah lama kami minta, ini perlu ada satu alokasi anggaran untuk itu," kata anggota Komisi IX dari Fraksi NasDem Fadholi dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
 
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi IX dari Fraksi NasDem Nurhadi. Menurut dia, produk jamu nasional bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan imunitas, terutama tenaga kesehatan.

"Setidaknya ini bermanfaat ganda, selain memperkuat imun tenaga kesehatan kita juga memperkuat ekonomi, utamanya UMKM industri herbal," kata Nurhadi.
 
Baca: Tes GeNose C19 Lebih Diminati Penumpang Stasiun Pasar Senen
 
Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur VI itu pun membandingkan pemanfaatan obat herbal di Beijing, Tiongkok. Di sana, kata Nurhadi, pengobatan herbal lokal sangat diperhatikan. Sedangkan pengobatan barat persentasenya sangat sedikit
 
"Sehingga herbal Cina (Tiongkok) begitu kuat. Ini yang membuat barangkali juga Cina bisa mengatasi covid-19. Saya kira ini mohon diperhatikan," kata dia.
 
Selain jamu, Nurhadi meminta Kemenkes memberikan perhatian terhadap penggunaan GeNose C19. Selain menghargai karya anak bangsa, akurasi alat pendeteksi covid-19 yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini lebih akurat dari rapid test antigen.
 
"Menurut ahli dari UGM itu menyebutkan akurasinya 90 persen. Ini mohon dipertimbangkan," sebut dia.
 
 

Mantan anggota Komisi VIII itu menyebut setidaknya ada beberapa alasan meminta Kemenkes mengutamakan GeNose C19 daripada rapid test antigen. Pertama, alat tes usap itu diimpor.
 
"Saya khawatir pengadaan rapid test antigen ini bermasalah, ada udang di balik batu karena anggaran cukup besar mencapai Rp12,5 triliun," ujar dia.
 
Baca: 2.580 Penumpang Kereta Api Gunakan Layanan GeNose
 
Selain itu, akurasi cukup rendah. Hal ini dibuktikan pengalamannya menggunakan rapid test antigen. "Ketika saya kena covid-19 awal Januari, rapid test antigen negatif, tapi di PCR (polymerase chain reaction) positif," kata dia.
 
Penggunaan GeNose C19 ini juga didukung oleh anggota Komisi IX Edy Wuryanto. Dia menyayangkan Kemenkes belum mengeluarkan regulasi penggunaan GeNose C19.
 
Padahal, kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, penggunaan GeNose C19 sudah diberlakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. Pemanfaatan GeNose C19 diberlakukan melalui Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19.
 
Dia menilai GeNose C19 bisa dimanfaatkan untuk deteksi dini karena lebih efektif dan efesien. Sedangkan, diagnostik tetap harus mengacu pada penggunaan PCR swab.
 
"Maka menurut saya agar kita bsia lebih efesien dalam penggunaan testing GeNose didoronglah," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan