Jakarta: Perjalanan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menarik perhatian publik sepanjang tahun ini. Draf regulasi itu masuk ke DPR pada 12 Februari 2020.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draf omnibus law ke lembaga legislatif. Dokumen terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Draf tersebut dibahas Badan Legislatif (Baleg) DPR melalui arahan Badan Musyawarah DPR. Pimpinan Baleg meminta tiap fraksi mengirimkan perwakilan sebagai anggota panitia kerja (panja).
Kemudian, Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dibentuk pada 20 April 2020. Seluruh partai terlibat.
Selanjutnya, Panja menyerap aspirasi masyarakat, termasuk buruh. Penyerapan dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Proses berjalan cepat sejak April 2020, Panja menggelar rapat bersama pemerintah. Fraksi-fraksi juga diminta mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada pimpinan Panja.
Pro kontra terkait aturan sapu jagat semakin kencang. Utamanya, menyangkut pengebutan pembahasan omnibus law di tengah pandemi covid-19.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel menjelaskan urgensi pengebutan aturan. Menurut dia, ada perubahan ekonomi struktural pasca-pandemi yang harus dihadapi Indonesia. UU Cipta Kerja bakal menjadi solusi.
"Kita tidak bisa menunggu semua kondisi normal. Justru kita mempersiapkan formula terbaik dari kesiapan kita menghadapi kemungkinan kondisi terburuk," kata Gobel, 11 Mei 2020.
Pembahasan Harus Dilanjutkan
Urgensi itu yang mendorong Panja dan pemerintah buru-buru merampungkan pembahasan bakal aturan tersebut. Selanjutnya, kedua pihak menyepakati pembentukan tim perumus untuk harmonisasi dan sinkronisasi pembahasan RUU Ciptaker.
Dalam tugasnya, tim tidak boleh mengubah substansi RUU Ciptaker. Tim hanya melakukan dua tugas dan melaporkan kembali hasilnya ke Panja pada awal Oktober 2020.
Panja RUU Cipta Kerja menyepakati laporan tim perumus dan menyerahkan hasilnya kepada Baleg. Tiap fraksi diminta menyampaikan pandangan terkait hasil bahasan itu.
Proses tersebut merupakan pengambilan keputusan di tingkat pertama yang dilakukan pada 3 Oktober 2020. Selanjutnya, Sidang Paripurna DPR digelar pada 5 Oktober 2020 untuk pengesahan RUU Ciptaker, atau pengambilan putusan tingkat kedua.
UU Cipta Kerja Disahkan, Apa Isinya?
Pengesahan omnibus law mengundang respons sejumlah pihak. Apresiasi disampaikan kalangan pengusaha karena aturan itu mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.
Tak sedikit pula yang mencibir aturan tersebut. Bahkan, melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di tengah pandemi.
Selain itu, muncul empat versi draf UU Cipta Kerja. Rincian draf, yakni versi 905 halaman yang beredar pada 5 Oktober 2020 dan versi 1.052 halaman yang beredar pada 9 Oktober 2020.
Kemudian, versi 1.035 dan 812 halaman yang beredar pada 12 Oktober 2020. Beragam versi itu mengundang polemik, meski DPR menyatakan draf setebal 812 halaman merupakan versi final.
Puncak polemik ketika draf tersebut diserahkan ke Istana. Naskah 812 halaman berubah menjadi 1.187 halaman, sebelum diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan perubahan itu didasari beberapa hal. Misalnya, perbedaan margin atau tepi batas halaman dan perbaikan font tulisan.
Presiden Jokowi menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020. Usai diteken, pemerintah mengebut pembentukan aturan turunan omnibus law.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya bakal merumuskan 44 regulasi turunan. Pengebutan dilakukan dalam waktu tiga bulan usai aturan diteken Presiden.
"Sesuai dengan pengaturan pada Ketentuan Penutup di Pasal 185 UU Cipta Kerja," kata Airlangga, Senin, 9 November 2020.
Baca juga artikel berjudul: Oktober: 'Panggung Utama' UU Cipta Kerja yang merangkum pemberitaan terkait polemik UU Cipta Kerja.
Jakarta: Perjalanan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja menarik perhatian publik sepanjang tahun ini. Draf regulasi itu masuk ke DPR pada 12 Februari 2020.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draf
omnibus law ke lembaga legislatif. Dokumen terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Draf tersebut dibahas Badan Legislatif (Baleg) DPR melalui arahan Badan Musyawarah DPR. Pimpinan Baleg meminta tiap fraksi mengirimkan perwakilan sebagai anggota panitia kerja (panja).
Kemudian, Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dibentuk pada 20 April 2020. Seluruh partai terlibat.
Selanjutnya, Panja menyerap aspirasi masyarakat, termasuk buruh. Penyerapan dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Proses berjalan cepat sejak April 2020, Panja menggelar rapat bersama pemerintah. Fraksi-fraksi juga diminta mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada pimpinan Panja.
Pro kontra terkait aturan sapu jagat semakin kencang. Utamanya, menyangkut pengebutan pembahasan
omnibus law di tengah pandemi covid-19.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel menjelaskan urgensi pengebutan aturan. Menurut dia, ada perubahan ekonomi struktural pasca-pandemi yang harus dihadapi Indonesia. UU Cipta Kerja bakal menjadi solusi.
"Kita tidak bisa menunggu semua kondisi normal. Justru kita mempersiapkan formula terbaik dari kesiapan kita menghadapi kemungkinan kondisi terburuk," kata Gobel, 11 Mei 2020.
Pembahasan Harus Dilanjutkan
Urgensi itu yang mendorong Panja dan pemerintah buru-buru merampungkan pembahasan bakal aturan tersebut. Selanjutnya, kedua pihak menyepakati pembentukan tim perumus untuk harmonisasi dan sinkronisasi pembahasan RUU Ciptaker.
Dalam tugasnya, tim tidak boleh mengubah substansi
RUU Ciptaker. Tim hanya melakukan dua tugas dan melaporkan kembali hasilnya ke Panja pada awal Oktober 2020.
Panja RUU Cipta Kerja menyepakati laporan tim perumus dan menyerahkan hasilnya kepada Baleg. Tiap fraksi diminta menyampaikan pandangan terkait hasil bahasan itu.
Proses tersebut merupakan pengambilan keputusan di tingkat pertama yang dilakukan pada 3 Oktober 2020. Selanjutnya, Sidang Paripurna DPR digelar pada 5 Oktober 2020 untuk pengesahan RUU Ciptaker, atau pengambilan putusan tingkat kedua.
UU Cipta Kerja Disahkan, Apa Isinya?
Pengesahan omnibus law mengundang respons sejumlah pihak. Apresiasi disampaikan kalangan pengusaha karena aturan itu mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.