Jakarta: Keputusan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menetapkan sembilan anggota Majelis Masyayikh disesalkan. Hal itu dinilai menyalahi aturan.
"Menteri hanya bertugas menetapkan. Untuk proses pemilihan bakal calon hingga penetapan calon sepenuhnya kewenangan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA)," kata pengasuh pesantren sekaligus Anggota Majelis Syura Persatuan Ummat Islam, KH Ahmadie Thaha, melalui keterangan tertulis, Jumat, 31 Desember 2021.
Ahmadie merujuk pada UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Majelis Masyayikh harus dibentuk sebagai instrumen sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren. Mutu ini meliputi aspek peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya, penguatan pengelolaan, serta peningkatan dukungan sarana dan prasarana pesantren.
Selanjutnya, tambah dia, Pasal 75 Peraturan Menteri Agama No 31 Tahun 2020 menegaskan menteri hanya bertugas menetapkan Majelis Masyayikh. Pemilihan calon sepenuhnya wewenang tim AHWA.
Salah satu anggota tim AHWA, KH Ahmad Taufiq A Rahman, juga menyatakan kekecewaannya. Dia kecewa lantaran, dari 21 nama calon anggota Majelis Masyayikh yang diusulkan, hanya 9 orang yang dikukuhkan.
"Saya sangat kecewa dengan keputusan Menag yang mencoret sebagian besar nama yang kami sampaikan untuk dikukuhkan," kata Ahmad Taufik.
Anggota Tim AHWA lainnya, KH Agus Budiman, membeberkan proses panjang pemilihan calon anggota Majelis Masyayikh. Tim AHWA berhasil menyeleksi bakal calon dan selanjutnya memilih 22 nama sebagai calon tetap Majelis Masyayikh.
Baca: Menteri Agama Diminta Jelaskan Alasan Pecat 4 Dirjen
Dalam prosesnya, seorang calon menyatakan tak bersedia dan akhirnya tim AHWA menetapkan 21 nama. Sesuai peraturan, ke-21 nama inilah yang disampaikan tim AHWA kepada Menag. Tugas Menag adalah menetapkan minimal 9 dan maksimal 17 anggota Majelis Masyayikh.
"Bukannya menetapkan nama-nama calon yang disampaikan tim AHWA, Menag malah memilih hanya sembilah nama," kata Kiai Agus Budiman.
Kesembilan nama itu pun hanya berasal dari kelompok atau unsur pesantren salafiyah dan menafikan keberadaan wakil dari pesantren khalafiyah (modern). Menurutnya, hal itu melabrak prinsip proporsionalitas yang diamanatkan undang-undang.
Kiai Agus melanjutkan Menag idealnya menempatkan 17 anggota di Majelis Masyayikh. Alasannya karena ini Majelis Masyayikh pertama yang harus bekerja ekstra dalam menata organisasi dan membuat peraturan terkait penjaminan mutu pesantren.
Berencana menggugat
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) KH Lukmanul Hakim menyatakan akan berjuang meluruskan keputusan Menag terkait Majelis Masyayikh ini. Jika Menag tak mencabut keputusannya, atau paling tidak memperbaikinya, bukan mustahil ia bersama sejumlah pihak akan menggugat di pengadilan.
Menag Yaqut Cholil Qoumas. Foto: MI/Adam Dwi
Dia menjelaskan FKPM serius membuat usulan nama-nama untuk dibawa tim AHWA. Nama-nama itu telah digodok dan dibahas dalam beberapa kali rapat. Dengan harapan Majelis Masyayikh dapat mengemban tugasnya yang berat, yakni meningkatkan mutu pesantren.
"Dengan komposisi Majelis Masyayikh yang tak melibatkan beragam unsur pesantren, seperti apa kesungguhan Kementerian Agama dalam meningkatkan dan menjamin mutu pesantren," kata Lukmanul.
Menag Yaqut Cholil Qoumas mengukuhkan anggota Majelis Masyayikh yang terdiri atas sembilan orang kiai. Yaqut mengatakan Majelis Masyayikh merupakan bentuk dari rekognisi negara terhadap kekhasan pendidikan pesantren melalui proses penjaminan mutu yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pesantren.
"Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh sebagai instrumen penting guna mewujudkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren," kata Menag dalam keterangan resmi, Kamis, 30 Desember 2021.
Gus Yaqut, nama sapaannya, menjelaskan bahwa Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen yang keanggotaannya berasal dari Dewan Masyayikh. Mekanisme pemilihan Majelis ini dilakukan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang berasal dari unsur pemerintah, asosiasi pesantren berskala nasional.
"Proses panjang telah dilakukan untuk dapat menetapkan anggota Majelis Masyayikh, dimulai dari pembentukan AHWA, penjaringan calon, sampai akhirnya mereka yang dipilih berdasarkan rumpun ilmu agama Islam," jelas Gus Yaqut.
"Selaku Menteri Agama, saya berpandangan bahwa ini adalah hasil terbaik dari ikhtiar kita semua, teriring harapan yang disematkan kepada anggota Majelis Masyayikh yang terpilih untuk dapat membawa Pendidikan Pesantren menjadi makin unggul dalam menjawab tantangan zaman," tambahnya.
Berikut sembilan nama yang dikukuhkan sebagai anggota Majelis Masyayikh:
KH Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat)
KH Abdul Ghoffarrozin (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah)
KH Muhyiddin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur)
KH Tgk Faisal Ali (Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, Aceh)
Hj Badriyah Fayumi (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat)
KH Abdul Ghofur Maimun (Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah)
KH Jam’an Nurchotib Mansur/Ust. Yusuf Mansur (Pesantren Darul Qur’an, Tangerang, Banten)
Prof KH Abd A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur)
Hj Amrah Kasim (Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan)
Jakarta: Keputusan
Menteri Agama (Menag)
Yaqut Cholil Qoumas menetapkan sembilan anggota Majelis Masyayikh disesalkan. Hal itu dinilai menyalahi aturan.
"Menteri hanya bertugas menetapkan. Untuk proses pemilihan bakal calon hingga penetapan calon sepenuhnya kewenangan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA)," kata pengasuh
pesantren sekaligus Anggota Majelis Syura Persatuan Ummat Islam, KH Ahmadie Thaha, melalui keterangan tertulis, Jumat, 31 Desember 2021.
Ahmadie merujuk pada UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Majelis Masyayikh harus dibentuk sebagai instrumen sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren. Mutu ini meliputi aspek peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya, penguatan pengelolaan, serta peningkatan dukungan sarana dan prasarana pesantren.
Selanjutnya, tambah dia, Pasal 75 Peraturan Menteri Agama No 31 Tahun 2020 menegaskan menteri hanya bertugas menetapkan Majelis Masyayikh. Pemilihan calon sepenuhnya wewenang tim AHWA.
Salah satu anggota tim AHWA, KH Ahmad Taufiq A Rahman, juga menyatakan kekecewaannya. Dia kecewa lantaran, dari 21 nama calon anggota Majelis Masyayikh yang diusulkan, hanya 9 orang yang dikukuhkan.
"Saya sangat kecewa dengan keputusan Menag yang mencoret sebagian besar nama yang kami sampaikan untuk dikukuhkan," kata Ahmad Taufik.
Anggota Tim AHWA lainnya, KH Agus Budiman, membeberkan proses panjang pemilihan calon anggota Majelis Masyayikh. Tim AHWA berhasil menyeleksi bakal calon dan selanjutnya memilih 22 nama sebagai calon tetap Majelis Masyayikh.
Baca:
Menteri Agama Diminta Jelaskan Alasan Pecat 4 Dirjen
Dalam prosesnya, seorang calon menyatakan tak bersedia dan akhirnya tim AHWA menetapkan 21 nama. Sesuai peraturan, ke-21 nama inilah yang disampaikan tim AHWA kepada Menag. Tugas Menag adalah menetapkan minimal 9 dan maksimal 17 anggota Majelis Masyayikh.
"Bukannya menetapkan nama-nama calon yang disampaikan tim AHWA, Menag malah memilih hanya sembilah nama," kata Kiai Agus Budiman.
Kesembilan nama itu pun hanya berasal dari kelompok atau unsur pesantren salafiyah dan menafikan keberadaan wakil dari pesantren khalafiyah (modern). Menurutnya, hal itu melabrak prinsip proporsionalitas yang diamanatkan undang-undang.
Kiai Agus melanjutkan Menag idealnya menempatkan 17 anggota di Majelis Masyayikh. Alasannya karena ini Majelis Masyayikh pertama yang harus bekerja ekstra dalam menata organisasi dan membuat peraturan terkait penjaminan mutu pesantren.
Berencana menggugat
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) KH Lukmanul Hakim menyatakan akan berjuang meluruskan keputusan Menag terkait Majelis Masyayikh ini. Jika Menag tak mencabut keputusannya, atau paling tidak memperbaikinya, bukan mustahil ia bersama sejumlah pihak akan menggugat di pengadilan.
Menag Yaqut Cholil Qoumas. Foto: MI/Adam Dwi
Dia menjelaskan FKPM serius membuat usulan nama-nama untuk dibawa tim AHWA. Nama-nama itu telah digodok dan dibahas dalam beberapa kali rapat. Dengan harapan Majelis Masyayikh dapat mengemban tugasnya yang berat, yakni meningkatkan mutu pesantren.
"Dengan komposisi Majelis Masyayikh yang tak melibatkan beragam unsur pesantren, seperti apa kesungguhan Kementerian Agama dalam meningkatkan dan menjamin mutu pesantren," kata Lukmanul.
Menag Yaqut Cholil Qoumas mengukuhkan anggota Majelis Masyayikh yang terdiri atas sembilan orang kiai. Yaqut mengatakan Majelis Masyayikh merupakan bentuk dari rekognisi negara terhadap kekhasan pendidikan pesantren melalui proses penjaminan mutu yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pesantren.
"Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh sebagai instrumen penting guna mewujudkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren," kata Menag dalam keterangan resmi, Kamis, 30 Desember 2021.
Gus Yaqut, nama sapaannya, menjelaskan bahwa Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen yang keanggotaannya berasal dari Dewan Masyayikh. Mekanisme pemilihan Majelis ini dilakukan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang berasal dari unsur pemerintah, asosiasi pesantren berskala nasional.
"Proses panjang telah dilakukan untuk dapat menetapkan anggota Majelis Masyayikh, dimulai dari pembentukan AHWA, penjaringan calon, sampai akhirnya mereka yang dipilih berdasarkan rumpun ilmu agama Islam," jelas Gus Yaqut.
"Selaku Menteri Agama, saya berpandangan bahwa ini adalah hasil terbaik dari ikhtiar kita semua, teriring harapan yang disematkan kepada anggota Majelis Masyayikh yang terpilih untuk dapat membawa Pendidikan Pesantren menjadi makin unggul dalam menjawab tantangan zaman," tambahnya.
Berikut sembilan nama yang dikukuhkan sebagai anggota Majelis Masyayikh:
- KH Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat)
- KH Abdul Ghoffarrozin (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah)
- KH Muhyiddin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur)
- KH Tgk Faisal Ali (Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, Aceh)
- Hj Badriyah Fayumi (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat)
- KH Abdul Ghofur Maimun (Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah)
- KH Jam’an Nurchotib Mansur/Ust. Yusuf Mansur (Pesantren Darul Qur’an, Tangerang, Banten)
- Prof KH Abd A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur)
- Hj Amrah Kasim (Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)