Percepat Restrukturisasi Utang, Garuda Harus Tempuh Jalur PKPU
Achmad Zulfikar Fazli • 12 November 2021 04:51
Jakarta: Rencana merestrukturisasi utang PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) lewat jalur hukum di pengadilan atau in court mendapat respons positif. Setiap debitor korporasi berhak menggunakan fasilitas in court untuk bisa menyehatkan keuangan perusahaannya.
Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak, mengatakan jika perusahaan ingin mempercepat restrukturisasi utangnya, cara yang harus ditempuh memang lewat proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Menurut Jimmy, fasilitas restrukturisasi utang melalui jalur in court, tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 itu menyebut upaya debitur merestrukturisasi utang lewat PKPU untuk mencapai suatu kesepakatan atau perdamaian. Lewat PKPU, debitur diberikan kesempatan untuk mengajukan proposal perdamaian sesuai skema restrukturisasi.
Menurut dia, proses restrukturisasi utang melalui PKPU lebih efisien dan efektif daripada di luar pengadilan. Melalui proses PKPU, para kreditur lokal maupun asing harus tunduk kepada yurisdiksi atau ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab, keputusan PKPU itu mengikat untuk semua kreditur.
Jika ingin ikut dalam proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kreditur asing harus mendafatarkan diri terlebih dahulu ke pengadilan niaga di Indonesia. Meskipun, hasil keputusan dari PKPU tersebut harus didaftarkan kembali ke pangadilan di London, Inggris.
Baca: Pemerintah Diharap Cari Solusi Selain PMN untuk Garuda
Menurut dia, bukan mustahil jika kreditur tidak menyetujui proposal perdamaian di PKPU. Sehingga, memuculkan gugatan lanjutan di Pengadilan Arbitrase Internasiona, yakni melalui London Court International Arbitration (LCIA).
Namun, menurut Jimmy, proses PKPU akan berjalan mulus jika restrukturisasi in court disertai dengan niat dan iktikad baik dari Garuda sebagai debitur untuk mencapai homologasi atau perdamaian dengan kreditur.
"Jadi, kesepakatan homologasi akan bergantung pada proposal perdamaian yang ditawarkan Garuda," kata Jimmy dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 November 2021.
Dalam proposal perdamaian, Garuda bisa mengajukan permintaan konversi utang menjadi saham dengan periode 10 tahun. Dengan proposal seperti itu, kreditur akan yakin Garuda bisa diselamatkan.
Sebab, barang-barang atau utang yang diberikan kreditur kepada Garuda bukan sebagai jaminan, melainkan barang modal punya kreditur yang sewaktu-waktu bisa ditarik kembali. Namun, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan Garuda dalam mengajukan proposal perdamaian.
Pertama, melihat kondisi ekuitas atau keuangan pihak debitur dari pendapatan maupun beban operasional Garuda per bulan.
Kedua, melihat faktor keberadaan pihak investor. Dengan kata lain, apakah ada bantuan atau dukungan dari pihak ketiga, seperti pemerintah maupun swasta.
Baca: Sepi Penumpang, Bos Garuda Masih Dipaksa Buka Rute Penerbangan
Ketiga, adanya aset-aset debitur yang bisa dijadikan jaminan untuk pembayaran utang kepada kreditur.
Sebab, jika dari ketiga faktor tersebut tidak bisa memenuhi keinginan kreditur, akan menjadi kendala bagi Garuda melakukan restrukturisasi utang melalui jalur PKPU.
Tak hanya itu, pihak kreditur bisa saja tidak mau disodorkan pembayaran cicilan utang Garuda tanpa ada jaminan yang diberikan dari pemerintah atau investor.
"Jadi siapa yang mau menjamin pembayaran utang Garuda? Kalau tidak ada yang menjamin, sulit bagi Garuda mencapai perdamaian dengan kreditur. Bila tidak tercapai perdamaian di PKPU, maka Garuda bisa pailit," kata Jimmy.
Jimmy mengatakan dalam penyelesaian di PKPU, Garuda harus tetap memiliki fresh money atau uang tunai. Tujuannya, memberikan keyakinan penuh, terutama kepada kreditur di dalam negeri bahwa Garuda memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu, meskipun harus mencicil.
Menurut dia, dalam proses pembayaran utang, Garuda harus mendapatkan grace periode dari pihak kreditur. Misalnya, grace periode itu diberikan dalam jangka waktu tiga tahun.
Grace periode ini akan membantu Garuda memperbaiki kinerja keuangannya. Dengan grace periode, Garuda tidak ditagih uber-uber membayar utangnya. Sehingga, Garuda punya napas untuk fokus membenahi kondisi keuangannya.
"Nah, setelah grace periode berakhir, dan operasionalnya mulai running, baru Garuda mulai membayar cicilan utangnya kepada kreditur," ujar Jimmy.
Jimmy optimistis penyelesaian utang Garuda melalui jalur PKPU bisa berujung damai. Keyakinan Jimmy itu bercermin dari kasus serupa yang pernah dialami raksasa tekstil nasional asal Solo, Jawa Tengah, yakni Duniatex Group.
Ketika itu, Duniatex Grup memiliki utang Rp22,36 triliun yang tersebar di 58 kreditur.
Pada Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang telah mengesahkan perjanjian perdamaian konglomerasi bisnis pertekstilan di Jawa Tengah itu dengan para krediturnya.
Para kreditur Duniatex memberikan persetujuan atas rencana perdamaian Duniatex Group. Alhasil, Duniatex bisa menjalankan usahanya, tanpa dibayang-bayangi sanksi pailit.
Sebelumnya, Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pemerintah tengah mengkaji opsi restrukturisasi keuangan Garuda melalui jalur pengadilan. Opsi ini dipilih lantaran jumlah kreditur Garuda sangat banyak, yakni berkisar 60 kreditur.
Dari jumlah itu, menurut Kartika, sekitar 70 persen merupakan kreditur asing.
"Tidak mungkin Garuda melakukan negosiasi satu persatu dengan 60 kreditur. Waktunya bisa 2 tahun tak selesai," kata pria yang akrab disapat Tiko itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI, Selasa, 9 November 2021
Selain itu, dia mengatakan Garuda sulit memohon moratorium karena tidak semua pemberi sewa atau lessor mau. Per November 2021, utang Garuda dilaporkan telah membengkak menjadi USD9,8 miliar atau nyaris Rp140 triliun.
Tiko menargetkan proses restrukturisasi akan tercapai pada kuartal II 2022. Jika opsi yang ditempuh membuahkan hasil, Garuda bisa mengurangi ongkos operasionalnya menjadi USD80 juta per bulan, sehingga kinerja perusahaan akan pulih pada 2023.
Jakarta: Rencana merestrukturisasi utang PT
Garuda Indonesia Tbk (Persero) lewat jalur hukum di pengadilan atau
in court mendapat respons positif. Setiap debitor korporasi berhak menggunakan fasilitas
in court untuk bisa menyehatkan keuangan perusahaannya.
Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak, mengatakan jika perusahaan ingin mempercepat restrukturisasi utangnya, cara yang harus ditempuh memang lewat proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Menurut Jimmy, fasilitas restrukturisasi utang melalui jalur
in court, tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 itu menyebut upaya debitur merestrukturisasi utang lewat PKPU untuk mencapai suatu kesepakatan atau perdamaian. Lewat PKPU, debitur diberikan kesempatan untuk mengajukan proposal perdamaian sesuai skema restrukturisasi.
Menurut dia, proses restrukturisasi utang melalui PKPU lebih efisien dan efektif daripada di luar pengadilan. Melalui proses PKPU, para kreditur lokal maupun asing harus tunduk kepada yurisdiksi atau ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab, keputusan PKPU itu mengikat untuk semua kreditur.
Jika ingin ikut dalam proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kreditur asing harus mendafatarkan diri terlebih dahulu ke pengadilan niaga di Indonesia. Meskipun, hasil keputusan dari PKPU tersebut harus didaftarkan kembali ke pangadilan di London, Inggris.
Baca:
Pemerintah Diharap Cari Solusi Selain PMN untuk Garuda
Menurut dia, bukan mustahil jika kreditur tidak menyetujui proposal perdamaian di PKPU. Sehingga, memuculkan gugatan lanjutan di Pengadilan Arbitrase Internasiona, yakni melalui London Court International Arbitration (LCIA).
Namun, menurut Jimmy, proses PKPU akan berjalan mulus jika restrukturisasi
in court disertai dengan niat dan iktikad baik dari Garuda sebagai debitur untuk mencapai homologasi atau perdamaian dengan kreditur.
"Jadi, kesepakatan homologasi akan bergantung pada proposal perdamaian yang ditawarkan Garuda," kata Jimmy dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 November 2021.
Dalam proposal perdamaian, Garuda bisa mengajukan permintaan konversi utang menjadi saham dengan periode 10 tahun. Dengan proposal seperti itu, kreditur akan yakin Garuda bisa diselamatkan.