ILUSTRASI:  Jemaah haji melakukan tawaf di Masjidil Haram, Mekkah/MI/DIKA KARDI
ILUSTRASI: Jemaah haji melakukan tawaf di Masjidil Haram, Mekkah/MI/DIKA KARDI

FOKUS

Dana Haji dan Pembangunan Infrastruktur

Sobih AW Adnan • 02 Agustus 2017 19:06
medcom.id, Jakarta: Tarmizi Taher, orang kepercayaan Presiden Soeharto dalam urusan agama itu dilanda harap-harap cemas. Ia merasa perlu untuk segera menghadap dan menyampaikan usulan usai menjadi salah satu pembicara sebuah seminar di Jakarta.
 
Diskusi publik yang digelar pada pertengahan 1994 itu bertajuk "Tabungan Haji". Kebanyakan, membahas sepak terjang pengelolaan dana haji negeri tetangga, Malaysia.
 
Di Negeri Jiran, dikatakan dalam kesimpulan seminar itu, pembayaran calon haji reguler dicukupkan melalui satu pintu. Oleh lembaga bernama Tabung Haji yang didirikan pada 1963, dana yang ada bisa diputar melalui sistem investasi syariah.

Gayung pun bersambut. Saran Menteri Agama Kabinet Pembangunan VI itu kemudian dikukuhkan melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) No. 35 Tahun 1996 tentang Badan Pengelola Dana Ongkos Naik Haji Indonesia, berikut perubahannya berupa Keppres No. 52 Tahun 1996.
 
Dalam dua keputusan itu ditegaskan, Badan Pengelola Dana Ongkos Naik Haji yang di bawah pembinaan langsung Presiden Soeharto adalah pemegang kuasa para jemaah haji Indonesia dalam pengelolaan dana.  
 
Tugas pokok dan kewenangannya meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil pengelolaan Ongkos Naik Haji (ONH). Dana ONH ini, yang kemudian masyhur dengan sebutan Dana Abadi Umat (DAU).
 
Setelahnya, persoalan haji terkesan masih terjebak dalam problem yang sama. Yakni, tertutup dan sulit dijangkau. Utamanya, menyangkut hal ihwal sensitif alur dana yang katanya dikelola.
 
Investasi dana haji
 
DAU, sejatinya merupakan hasil dari efesiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Persis yang digagas Tarmizi dengan melakukan penekanan harga tiket penerbangan Garuda untuk para tamu Allah yang hendak ke Tanah Suci.
 
Setelah Reformasi 1998, gagasan pengelolaan DAU ditindaklanjuti melalui penerbitan UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji. Tak lama, regulasi itu pun diikuti dengan penekenan Keppres No, 22 tahun 2001 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat.
 
Riskan memang. Dan pada akhirnya, zona rawan ini terendus Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji dalam rentang waktu 2001 hingga 2005 dinyatakan bermasalah.
 
Selepas kasus mencuat, DAU jarang ada yang berani mengutak-atik. Namun belakangan, ingatan itu muncul di saat Presiden Joko Widodo menghadirkan kemungkinan penggunaan dana haji untuk investasi di bidang infrastruktur. Proyek yang amat getol dilakukan pemerintah sejak 2014.
 
Perkaranya, belum banyak yang mafhum apakah saran pemerintah itu terkait dana haji atau DAU. Perbedaannya cukup jelas, dana haji yang selama ini dikelola Kementerian Agama (Kemenag) berasal dari setoran awal calon haji untuk biaya pendaftaran agar mendapat porsi keberangkatan. Nah, dalam dana haji juga ditampung duit hasil efisiensi dari penyelenggaraan ibadah haji alias DAU.
 
Artinya, jika kemungkinan investasi dana haji tersebut adalah DAU, tentu nyaris tak ada masalah. Sebab, sudah dari sononya bunga DAU dimanfaatkan untuk selain penyelenggaraan haji. Meski amat diupayakan memberikan dampak dan manfaat terhadap pelaksanaan ibadah di Tanah Suci, atau berkait-paut dengan kepentingan umat Islam.
 
Baca: KPK: Penggunaan Dana Haji Harus Sesuai Aturan
 
Malahan, pemanfaatan dana haji secara umum untuk mendorong pembiayaan APBN juga sudah dilakukan pada 2009. Kala itu, Kementerian Keuangan dan Kemenag menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk penempatan dana haji dan DAU ke dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara private placement.
 
Pada 2013, kesepakatan itu pun dipertegas. Katanya, boleh digunakan untuk pembiayaan APBN. Termasuk proyek Kemenag dengan penyelenggaran haji melalui SBSN.
 
SBSN itu kemudian disebut Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Sukuk berasal dari bahasa Arab, yaitu sak. Dimaknai serupa sertifikat. Sementara dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti atau klaim kepemilikan.
 
Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 12 Januari 2017, outstanding SDHI mencapai Rp 36,7 triliun. Pemerintah mengklaim, jika dana tersebut ditempatkan dalam SBSN SDHI, maka keuntungan yang akan diperoleh adalah pengelolaan dana lebih transparan. Tentu, selain ada imbal hasil.
 
Belum lagi, dengan waktu tunggu keberangkatan haji paling lama 32 tahun, dana itu niscaya akan lebih aman jika disimpan dalam SDHI. Terlebih, berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji, Presiden sudah melantik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga ini bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji agar menjadi makin baik.
 
Dana Haji dan Pembangunan Infrastruktur
Dewan pengawas dan anggota badan pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (26/7)/MI/PANCA SYURKANI
 
Hati-hati
 
Ribut-ribut dana haji di musim haji. Entah kebetulan atau tidak, tampaknya Presiden Jokowi tengah membuka kembali rimba dana haji yang sebelumnya nyaris tak tersentuh semangat transparansi.
 
Ada Rp8 triliun sampai Rp9 triliun dana haji yang terkumpul saban tahun. Data Kemenag menunjukkan, per 2016 dana haji sudah terhimpun hampir Rp90 triliun.
 
Ibarat kata, dana sebesar itu cenderung dibiarkan nganggur. Atau dikelola dengan cara yang tidak terlalu produktif.
 
Sentilan Presiden agar sebaiknya dana sebesar itu diinvestasikan di jalur infrastruktur memang bukan sembarang. Hitung-hitungannya, jauh lebih menguntungkan dibanding sekadar deposito yang dilakukan selama ini.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, keuntungan deposito yang diterima cuma 5 sampai 6% saja. Sedangkan dengan investasi infrastruktur penerimaan keuntungan bisa dua kali lipat.
 
"Paling sedikit return-nya 12 sampai 13 persen. Itu pasti," kata Darmin.
 
Baca: Imbal Hasil Investasi Dana Haji di Infrastruktur Bisa Lebih Tinggi dari Deposito
 
Polemik penggunaan dana haji, sejatinya bukan persoalan boleh atau tidak, pantas maupun tidak. Ketidakjelasan ini, mungkin memang bagian dari perkara lama yang mesti segera dituntaskan.
 
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, misalnya, menyatakan dana setoran BPIH boleh dikelola untuk hal-hal yang produktif. Termasuk pembangunan infrastruktur, dengan syarat tetap memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, menghasilkan nilai manfaat, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Menag mengutip hasil Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List). Dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Kemenag, kata dia, boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal produktif. Antara lain, penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
 
Senada, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin juga mengatakan penggunaan dana haji untuk investasi pembangunan infrastruktur nasional sudah sesuai fatwa di Dewan Syariah Nasional MUI.
 
Baca: Ma'ruf Amin Dukung Pemerintah Gunakan Dana Haji
 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan dana haji diinvestasikan, asal memenuhi empat syarat tertentu. Ketentuan itu sudah masuk dalam fatwa MUI soal pengelolaan dana haji yang dikeluarkan sejak 1 Juli 2012.
 
Pertama, instrumen untuk kepentingan investasi harus memenuhi kaidah-kaidah syariah. Kedua, terdapat nilai kemanfaatan yang kemudian kembali pada calon haji sebagai pemilik dana dan juga untuk umat Islam.
 
Ketiga, instrumen keuangan atau jenis investasi diipastikan aman. Dan keempat, investasi harus likuid.
 
Jika diperas lebih tegas lagi, persis unjuk saran yang diusung Presiden Jokowi, bahwa investasi dana haji harus terbuka dan hati-hati. Dana haji, bukan sesuatu yang halal dibiarkan jadi misteri.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan