Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta meninjau ulang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total jilid dua. Kebijakan ini dianggap tidak tepat.
"Kebijakan paling tepat itu adalah di-lockdown klaster saja," kata pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, kepada Medcom.id, Sabtu, 12 September 2020.
Menurut dia, saran ini mirip dengan pembatasan sosial berskala mikro dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, usulan Kepala Negara dinilai masih mencakup wilayah yang luas.
"PSBB skala mikro ini hanya melihat dari aspek kewilayahan, bukan lockdown klaster," ungkap dia.
Lockdown klaster yang dimaksud Trubus yakni menutup sarana tempat penyebaran virus korona. Hal ini meliputi penutupan kantor atau fasilitas lainnya selama tiga sampai empat hari.
Saat penutupan, pihak terkait mensterilkan lokasi. Orang terpapar dan memiliki riwayat kontak dengan pasien covid-19 diminta menjalani karantina mandiri atau di rumah sakit.
"Jadi artinya tidak harus menutup total seluruh DKI Jakarta," ujar dia.
Dia menilai pemberlakuan PSBB total jilid II tidak bakal efektif memutus mata rantai penyebaran covid-19. Pasalnya, klaster penyebaran virus korona sudah menyasar tingkat paling bawah.
"Penyebaran covid-19 itu sendiri kan sudah di klaster keluarga, tempat ibadah juga. Jadi pada akhirnya sulit dikendalikan," ujar dia.
Baca: Satgas Covid-19: Pengetatan PSBB di DKI Tak Bisa Ditunda
Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan rem darurat dengan menerapkan PSBB total mulai Senin, 14 September 2020. Pasalnya, penyebaran covid-19 di Ibu Kota sudah mengkhawatirkan.
Pasien positif menderita virus korona di DKI Jakarta bertambah 1.034 orang. Total ada 52.321 kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Ibu Kota.
Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta meninjau ulang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total jilid dua. Kebijakan ini dianggap tidak tepat.
"Kebijakan paling tepat itu adalah di-
lockdown klaster saja," kata pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, kepada
Medcom.id, Sabtu, 12 September 2020.
Menurut dia, saran ini mirip dengan pembatasan sosial berskala mikro dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, usulan Kepala Negara dinilai masih mencakup wilayah yang luas.
"PSBB skala mikro ini hanya melihat dari aspek kewilayahan, bukan
lockdown klaster," ungkap dia.
Lockdown klaster yang dimaksud Trubus yakni menutup sarana tempat penyebaran virus korona. Hal ini meliputi penutupan kantor atau fasilitas lainnya selama tiga sampai empat hari.
Saat penutupan, pihak terkait mensterilkan lokasi. Orang terpapar dan memiliki riwayat kontak dengan pasien
covid-19 diminta menjalani karantina mandiri atau di rumah sakit.
"Jadi artinya tidak harus menutup total seluruh DKI Jakarta," ujar dia.
Dia menilai pemberlakuan PSBB total jilid II tidak bakal efektif memutus mata rantai penyebaran covid-19. Pasalnya, klaster penyebaran virus korona sudah menyasar tingkat paling bawah.
"Penyebaran covid-19 itu sendiri kan sudah di klaster keluarga, tempat ibadah juga. Jadi pada akhirnya sulit dikendalikan," ujar dia.
Baca:
Satgas Covid-19: Pengetatan PSBB di DKI Tak Bisa Ditunda
Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan
rem darurat dengan menerapkan PSBB total mulai Senin, 14 September 2020. Pasalnya, penyebaran covid-19 di Ibu Kota sudah mengkhawatirkan.
Pasien positif menderita virus korona di DKI Jakarta bertambah 1.034 orang. Total ada 52.321 kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Ibu Kota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)