Jakarta: Praktik korupsi di Tanah Air belum mampu dibendung. Tidak sedikit pejabat di tingkat pusat hingga daerah masih tercebur praktik amis tersebut, termasuk legislator.
Khusus di September 2021, pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sorotan publik. Apalagi, kasus yang melibatkan pimpinan wakil rakyat itu melibatkan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
Azis diduga menyuap Stepanus sebesar Rp3,09 miliar dan USD36 ribu (Rp519 juta). Fulus itu diberikan agar Robin membantu pengurusan perkara dugaan suap terkait dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.
Sekelas Azis harus 'bermain kotor' agar namanya hilang dalam ihwal dugaan suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Azis bahkan disebut bukan hanya bermain dalam kasus tersebut.
Mantan politikus Golkar itu disinyalir mengamankan namanya di sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK. Setidaknya, ada tiga kasus lain yang diduga menyeret Azis.
Kasus itu, yakni suap penanganan perkara di Tanjungbalai yang menjerat Bupati nonaktif Tanjungbalai M Syahrial; dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah yang menjerat politikus Partai Golkar Aliza Gunado; dan dugaan pengusutan pencucian uang yang dilakukan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. KPK tengah mencari bukti untuk menyeret Azis di kasus tersebut.
"Kalau sudah memenuhi kelengkapan akan kita angkat juga," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Jakarta, Kamis, 11 November 2021.
Azis Disebut Punya 8 Kolega di KPK
Dalam perjalanan kasus ini, sejumlah kabar mengejutkan tentang 'kuasa' Azis terungkap satu per satu. Keterlibatan Azis dalam beberapa kasus 'amis' disebut tertutupi lantaran memiliki 'orang dalam' di KPK.
Tak tanggung-tanggung, Azis dikabarkan memiliki 8 kolega di Lembaga Antirasuah. Kedelapan orang itu mampu digerakkan Azis untuk kepentingan pribadinya, yakni pengamanan kasus.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) nonaktif Tanjungbalai, Yusmada. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Tanjungbalai dengan terdakwa Stepanus.
"Pak Wali Kota Tanjung Balai nonaktif Muhammad Syahrial cerita tidak kepada saudara kalau Pak Azis ini punya delapan orang di KPK dan bisa digerakkan oleh Azis Syamsuddin untuk kepentingannya?" tanya salah satu jaksa penuntut umum (JPU) KPK kepada Yusmada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 4 Oktober 2021.
Kabar ini diamini Azis. Namun, kepada penyidik, Azis mengaku hanya memiliki satu orang yang menjadi bekingannya di KPK, bukan delapan. Bekingan yang dimaksud Azis adalah Stepanus.
KPK tidak begitu saja percaya. Komisi Antirasuah berjanji bakal menelusuri sosok yang menjadi orang kepercayaan Azis.
"Tentu KPK tidak berhenti sampai di sini, terkait hal tersebut akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021.
Kilah Azis Selama Persidangan
Selama persidangan, Azis terus membantah dakwaan. Dia tak segan menantang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk bersumpah mubahalah.
Saksi yang ditantang Azis adalah wiraswasta Agus Susanto. Kesaksian Agus disebut keliru.
"Ada beberapa yang saya akui bahwa dia mengantar ke Brebes benar, tapi keterangan yang lainnya saya mengajak dia bersumpah secara mubahalah kepada saya," kata Azis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 13 Desember 2021.
Azis juga mempertanyakan kesaksian Agus dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Keterangan yang dipermasalahkan terkait pengakuan Agus yang pernah bertemu Azis di tempat bernama Guci di Tegal, Jawa Tengah.
Agus mengaku keterangan itu diketahuinya dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju. Agus mengaku tidak melihat langsung Azis saat itu.
Agus ngotot kesaksian itu benar. Namun, dia mengaku terlambat saat datang ke tempat tersebut. Mendengar keterangan Agus, Azis meradang dan meminta Agus tidak berbohong dengan kesaksiannya di persidangan.
"Sebentar, sebentar, sebentar. Enggak usah saksi bercerita berhalusinasi. Saya tanya saudara lihat saya langsung atau tidak?" kata Azis.
Kasus Azis masih berjalan di pengadilan. KPK berjanji akan mempreteli praktik kotor eks wakil ketua legislator itu dalam persidangan.
"Kami sangat yakin dengan alat bukti atas dugaan perbuatan terdakwa," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Selasa, 14 Desember 2021.
Netizen 'Tampar' Polri
Tanda pagar (Tagar) #Percumalaporpolisi digaungkan netizen di media sosial Twitter buntut dihentikannya penyidikan kasus bapak perkosa tiga anaknya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel menghentikan penyelidikan kasus tersebut karena kurang bukti.
Namun, tagar yang diramaikan netizen ini menjadi 'tamparan' keras warganet untuk Polri. Polri sebagai pengayom dianggap kurang responsif menanggapi permasalahan masyarakat. Kinerja Polri dinilai masih jauh dari slogan prediktif-responsibilitas-transparansi berkeadilan (Presisi) yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Polri menanggapi santai kritikan masyarakat. Korps Bhayangkara bahkan menganggap tagar itu sebagai kritik membangun. Listyo dan jajaran bakal berbenah memperbaiki kinerjanya yang selama ini dianggap kurang maksimal.
"Kalau dikatakan seperti itu bagi kami adalah kritik menjadi maju. Tentu jawabannya menunjukkan meningkatkan pelayanan, pengayoman, penegakan hukum transparan, dan akuntabel," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Kamis, 14 Oktober 2021.
Hal berbeda disampaikan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel. Tagar itu justru diminta segera dihentikan. Rasa kecewa masyarakat terhadap kinerja Polri tidak seharusnya dibalas dengan ajakan untuk tidak melaporkan suatu perkara ke polisi.
Reza menilai pelaporan ke polisi sangat diperlukan. Hal itu agar kinerja polisi dapat ditakar berbasis data pada periode tertentu.
Polri perlu diberi masukan agar penyusunan laporan kinerja lebih komprehensif. Tidak sebatas jumlah laporan, tetapi mencangkum jumlah kasus yang diproses sampai ke pengadilan.
"Dari laporan terintegrasi itulah masyarakat bisa mengukur, sudah sejauh apa sesungguhnya kerja otoritas penegakan hukum di Tanah Air," kata Reza.
Polri Disandingkan dengan Satpam BCA
Belum hilang #Percumalaporpolisi, muncul cuitan permintaan warganet Twitter agar polisi diganti satpam Bank Central Asia (BCA). Netizen membanding-bandingkan sikap satpam BCA dengan polisi.
Perilaku satpam BCA disebut lebih sopan dan santun ketimbang para anggota Korps Bhayangkara. "Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gak sih," ucap salah satu warganet di media sosial Twitter.
Polri lagi-lagi tak ambil pusing dengan kritikan tersebut. Pernyataan netizen dianggap sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap institusinya. Polri akan introspeksi diri, khususnya soal kinerja sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat.
"Polri tidak antiterhadap kritik-kritik yang disampaikan oleh masyarakat," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin, 18 Oktober 2021.
Gaung Netizen buat Kapolri Gerah
Meski begitu, aksi netizen ini cukup membuat Listyo gerah. Puncaknya, Listyo mengadakan rapat internal untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait kinerja institusinya yang mengendur.
Listyo menginstruksikan jajarannya melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sentilan keras bahkan disampaikan Listyo untuk jajarannya menanggapi munculnya sejumlah tagar kritik terhadap Korps Bhayangkara.
"Jadi beberapa waktu yang lalu muncul tagar percuma lapor polisi, kemudian muncul lagi #1hari1oknum. (Disebabkan) kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri dimunculkan," ujar Listyo saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi analisis dan evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) secara virtual, Jumat, 17 Desember 2021.
Mantan Kabareskrim itu menekankan fenomena ini harus menjadi evaluasi bagi institusinya. Listyo meyakini kritik tersebut menjadi perbaikan Polri ke depan dalam melayani masyarakat.
"Ini menjadi bagian dari tugas rekan-rekan kemudian untuk mengevaluasi. Di sisi mana yang masih kurang, terkait dengan perjalanan organisasi kita. Baik secara manajemen, atau secara perilaku individu," kata dia.
Jakarta:
Praktik korupsi di Tanah Air belum mampu dibendung. Tidak sedikit pejabat di tingkat pusat hingga daerah masih tercebur praktik amis tersebut, termasuk legislator.
Khusus di September 2021, pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan mantan Wakil Ketua DPR
Azis Syamsuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sorotan publik. Apalagi, kasus yang melibatkan pimpinan wakil rakyat itu melibatkan penyidik KPK
Stepanus Robin Pattuju.
Azis diduga menyuap Stepanus sebesar Rp3,09 miliar dan USD36 ribu (Rp519 juta). Fulus itu diberikan agar Robin membantu pengurusan perkara dugaan suap terkait dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.
Sekelas Azis harus 'bermain kotor' agar namanya hilang dalam ihwal dugaan suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Azis bahkan disebut bukan hanya bermain dalam kasus tersebut.
Mantan
politikus Golkar itu disinyalir mengamankan namanya di sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK. Setidaknya, ada tiga kasus lain yang diduga menyeret Azis.
Kasus itu, yakni suap penanganan perkara di Tanjungbalai yang menjerat Bupati nonaktif Tanjungbalai M Syahrial; dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah yang menjerat politikus Partai Golkar Aliza Gunado; dan dugaan pengusutan pencucian uang yang dilakukan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. KPK tengah mencari bukti untuk menyeret Azis di kasus tersebut.
"Kalau sudah memenuhi kelengkapan akan kita angkat juga," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Jakarta, Kamis, 11 November 2021.
Azis Disebut Punya 8 Kolega di KPK
Dalam perjalanan kasus ini, sejumlah kabar mengejutkan tentang 'kuasa' Azis terungkap satu per satu. Keterlibatan Azis dalam beberapa kasus 'amis' disebut tertutupi lantaran memiliki 'orang dalam' di KPK.
Tak tanggung-tanggung, Azis dikabarkan memiliki 8 kolega di
Lembaga Antirasuah. Kedelapan orang itu mampu digerakkan Azis untuk kepentingan pribadinya, yakni pengamanan kasus.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) nonaktif Tanjungbalai, Yusmada. Dia diperiksa sebagai saksi dalam
kasus dugaan suap penanganan perkara di Tanjungbalai dengan terdakwa Stepanus.
"Pak Wali Kota Tanjung Balai nonaktif Muhammad Syahrial cerita tidak kepada saudara kalau Pak Azis ini punya delapan orang di KPK dan bisa digerakkan oleh Azis Syamsuddin untuk kepentingannya?" tanya salah satu jaksa penuntut umum (JPU) KPK kepada Yusmada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 4 Oktober 2021.
Kabar ini diamini Azis. Namun, kepada penyidik, Azis mengaku hanya memiliki satu orang yang menjadi bekingannya di KPK, bukan delapan. Bekingan yang dimaksud Azis adalah Stepanus.
KPK tidak begitu saja percaya.
Komisi Antirasuah berjanji bakal menelusuri sosok yang menjadi orang kepercayaan Azis.
"Tentu KPK tidak berhenti sampai di sini, terkait hal tersebut akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021.
Kilah Azis Selama Persidangan
Selama persidangan, Azis terus membantah dakwaan. Dia tak segan menantang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk bersumpah mubahalah.
Saksi yang ditantang Azis adalah wiraswasta Agus Susanto. Kesaksian Agus disebut keliru.
"Ada beberapa yang saya akui bahwa dia mengantar ke Brebes benar, tapi keterangan yang lainnya saya mengajak dia bersumpah secara mubahalah kepada saya," kata Azis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 13 Desember 2021.
Azis juga mempertanyakan kesaksian Agus dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Keterangan yang dipermasalahkan terkait pengakuan Agus yang pernah bertemu Azis di tempat bernama Guci di Tegal, Jawa Tengah.
Agus mengaku keterangan itu diketahuinya dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju. Agus mengaku tidak melihat langsung Azis saat itu.
Agus ngotot kesaksian itu benar. Namun, dia mengaku terlambat saat datang ke tempat tersebut. Mendengar keterangan Agus, Azis meradang dan meminta Agus tidak berbohong dengan kesaksiannya di persidangan.
"Sebentar, sebentar, sebentar. Enggak usah saksi bercerita berhalusinasi. Saya tanya saudara lihat saya langsung atau tidak?" kata Azis.
Kasus Azis masih berjalan di pengadilan. KPK berjanji akan mempreteli praktik kotor eks wakil ketua legislator itu dalam persidangan.
"Kami sangat yakin dengan alat bukti atas dugaan perbuatan terdakwa," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Selasa, 14 Desember 2021.
Netizen 'Tampar' Polri
Tanda pagar (Tagar)
#Percumalaporpolisi digaungkan netizen di media sosial
Twitter buntut dihentikannya penyidikan kasus bapak
perkosa tiga anaknya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel menghentikan penyelidikan kasus tersebut karena kurang bukti.
Namun, tagar yang diramaikan netizen ini menjadi 'tamparan' keras warganet untuk Polri. Polri sebagai pengayom dianggap kurang responsif menanggapi permasalahan masyarakat. Kinerja Polri dinilai masih jauh dari slogan prediktif-responsibilitas-transparansi berkeadilan (Presisi) yang digaungkan Kapolri Jenderal
Listyo Sigit Prabowo.
Polri menanggapi santai kritikan masyarakat.
Korps Bhayangkara bahkan menganggap tagar itu sebagai kritik membangun. Listyo dan jajaran bakal berbenah memperbaiki kinerjanya yang selama ini dianggap kurang maksimal.
"Kalau dikatakan seperti itu bagi kami adalah kritik menjadi maju. Tentu jawabannya menunjukkan meningkatkan pelayanan, pengayoman, penegakan hukum transparan, dan akuntabel," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Kamis, 14 Oktober 2021.
Hal berbeda disampaikan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel. Tagar itu justru diminta segera dihentikan. Rasa kecewa masyarakat terhadap kinerja Polri tidak seharusnya dibalas dengan ajakan untuk tidak melaporkan suatu perkara ke polisi.
Reza menilai pelaporan ke polisi sangat diperlukan. Hal itu agar kinerja polisi dapat ditakar berbasis data pada periode tertentu.
Polri perlu diberi masukan agar penyusunan laporan kinerja lebih komprehensif. Tidak sebatas jumlah laporan, tetapi mencangkum jumlah kasus yang diproses sampai ke pengadilan.
"Dari laporan terintegrasi itulah masyarakat bisa mengukur, sudah sejauh apa sesungguhnya kerja otoritas penegakan hukum di Tanah Air," kata Reza.
Polri Disandingkan dengan Satpam BCA
Belum hilang #Percumalaporpolisi, muncul cuitan permintaan warganet
Twitter agar polisi diganti satpam Bank Central Asia (BCA). Netizen membanding-bandingkan sikap satpam BCA dengan polisi.
Perilaku satpam BCA disebut lebih sopan dan santun ketimbang para anggota Korps Bhayangkara. "Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gak sih," ucap salah satu warganet di media sosial
Twitter.
Polri lagi-lagi tak ambil pusing dengan
kritikan tersebut. Pernyataan netizen dianggap sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap institusinya. Polri akan introspeksi diri, khususnya soal kinerja sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat.
"Polri tidak antiterhadap kritik-kritik yang disampaikan oleh masyarakat," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin, 18 Oktober 2021.
Gaung Netizen buat Kapolri Gerah
Meski begitu, aksi netizen ini cukup membuat Listyo gerah. Puncaknya, Listyo mengadakan rapat internal untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait kinerja institusinya yang mengendur.
Listyo menginstruksikan jajarannya melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sentilan keras bahkan disampaikan Listyo untuk jajarannya menanggapi munculnya sejumlah tagar kritik terhadap Korps Bhayangkara.
"Jadi beberapa waktu yang lalu muncul tagar percuma lapor polisi, kemudian muncul lagi #1hari1oknum. (Disebabkan) kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri dimunculkan," ujar Listyo saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi analisis dan evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) secara virtual, Jumat, 17 Desember 2021.
Mantan Kabareskrim itu menekankan fenomena ini harus menjadi evaluasi bagi institusinya. Listyo meyakini kritik tersebut menjadi perbaikan Polri ke depan dalam melayani masyarakat.
"Ini menjadi bagian dari tugas rekan-rekan kemudian untuk mengevaluasi. Di sisi mana yang masih kurang, terkait dengan perjalanan organisasi kita. Baik secara manajemen, atau secara perilaku individu," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)