Jakarta: Pemberantasan korupsi di Tanah Air masih jauh dari kata usai. Praktik rasuah bukan lagi jadi barang baru, bahkan publik tak lagi terkejut saat pejabat ditangkap karena terlibat kasus kotor tersebut.
Hukuman terhadap para koruptor sebelumnya justru tak membuat pejabat baru jera. Terbukti, sepanjang 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) delapan kali melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Firli Bahuri sebagai pucuk pimpinan menjawab keraguan publik yang menyebut KPK tak lagi bertaring. Operasi senyap yang dilakukan KPK membuktikan pejabat Indonesia belum bersih dari sifat tamak.
Penindakan masih jadi senjata utama KPK dalam memberangus praktik rasuah. Padahal, Firli cs sempat menegaskan jika eranya bakal mengedepankan edukasi atau pendidikan masyarakat dan pencegahan ketimbang penindakan.
Di tengah perjalanannya memimpin Komisi Antirasuah, Firli cs memperlihatkan kegarangannya. Pimpinan KPK jilid V ini tak segan menyeret pejabat tingkat daerah hingga menteri yang korup ke bui.
Bupati Hingga Anggota KPU ‘Digigit’ Firli Cs
Pada 7 Januari 2020, KPK menangkap tangan eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Dia ditangkap karena terlibat kasus dugaan suap proyek di Sidoarjo.
Saiful ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Dinas PU BM-SDA Sunarti Setyaningsing. Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen, Judi Tetrahastoto; Kadiskominfo Sidoarjo, Sanadjihitu Sangadji; serta dua orang kontraktor Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Uang Rp1,8 miliar diamankan penyidik. Saiful, Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, dan Sanadjihitu Sangadji diduga menerima suap proyek dari Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Berselang sehari, tim KPK kembali bergerak menangkap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK), Wahyu Setiawan. Dia ditangkap di Bandara Seokarno Hatta, Tangerang, Banten.
Uang Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura diamankan dari penangkapan tersebut. Wahyu diduga menerima suap Rp200 juta.
Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, sebagai penerima suap. Sementara, eks calon anggota legislatif Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful, sebagai pemberi suap.
Taji Komisi Antikorupsi kembali diperlihatkan Firli cs. Pada 2 Juli 2020, KPK menangkap eks Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istri, Encek Unguria.
Tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebanyak lima tersangka penerima suap, yakni Ismunandar, Encek, mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, dan mantan Kepala Dinas PU Aswandini. Tersangka pemberi suap, yaitu kontraktor Aditya Maharani dan pihak swasta Deky Aryanto.
Sebelum menangkap Ismunandar, pada Mei 2020, KPK ternyata membongkar praktik korupsi di dunia pendidikan. Pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) ditangkap dalam operasi senyap tersebut.
Mereka yang terjaring, yakni Rektor UNJ Komaruddin, Kepala Bagian (Kabag) Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor; Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kemendikbud, Tatik Supartiah; Kepala Biro (Karo) SDM Kemendikbud, Diah Ismayanti; serta dua staf SDM Kemendikbud Parjono dan Dinar Suliya.
Barang bukti berupa uang sebesar US$1.200 (Rp17,7 juta) dan Rp27,5 juta. Operasi bersama ini berawal dari informasi Itjen Kemendikbud perihal dugaan penyerahan uang dari Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.
Sayangnya, kasus ini dilimpahkan ke kepolisian. Sebab, nominal uang kotor dalam kasus ini tak mencapai Rp1 miliar. Di tangan kepolisian, kasus dihentikan dengan dalil tak memiliki cukup bukti.
Penindakan berlanjut pada November 2020. KPK menangkap eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna.
Ajay diduga menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar. Pemberian uang terkait izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda.
Pemberian uang sejak 6 Mei 2020. Sedangkan pemberian terakhir pada Jumat, 27 November 2020, sebesar Rp425 juta. Hingga saat ini KPK masih mendalami kasus tersebut.
Selanjutnya, pada Desember 2020, KPK menangkap mantan Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo. Wenny diduga mengumpulkan uang dari sejumlah kontraktor. Uang itu diyakini KPK untuk melakukan serangan fajar jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
KPK menemukan uang Rp440 juta saat melakukan penggeledahan di 10 tempat. Tempat yang digeledah tersebut di antaranya rumah para tersangka dan kantor milik pemerintah setempat. Lokasi penggeledahan terpisah di Luwuk dan Banggai Laut, Sulawesi Tengah.
KPK Jaring ‘Kakap’
Menjelang tutup tahun, KPK melakukan penangkapan besar. Tak tanggung-tanggung, dua menteri kabinet Indonesia maju terjaring OTT KPK.
Pertama, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo ditangkap pada 25 November 2020. Edhy ditangkap usai pulang pelesiran dari Honolulu, Hawaii bersama istri, Iis Rosita Dewi, dan rombongan staf.
Sebagian uang hasil korupsi dinikmati Edhy untuk berbelanja di Hawaii. Edhy dan rombongan menggunakan korupsi benih lobster sebanyak Rp3,4 miliar untuk berfoya-foya.
Duit yang digunakan antara lain Rp750 juta untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi, tas Luis Vuitton, serta baju Old Navy. Uang itu berasal dari pengelola PT Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar yang dikirimkan ke staf istri Edhy, Ainul Faqih
KPK masih mendalami kasus tersebut. KPK juga masih mendalami setoran uang terkait dengan izin ekspor yang dilakukan perusahaan eksportir ke Edhy.
"Dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP melalui biaya kargo sebesar Rp1.800 per ekor BBL," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin, 28 Desember 2020.
Kemudian, pada 4 sampai 5 Desember 2020, KPK menangkap beberapa pejabat Kementerian Sosial. Penangkapan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi bansos covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 2020.
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Juliari sempat menjadi buronan KPK. Dia menyerahkan diri tak lama setelah KPK mengumumkan dirinya sebagai tersangka.
Kasus ini menjerat empat tersangka lain. Mereka ialah dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dalam perkembangannya, anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dikabarkan terlibat dalam kasus korupsi bansos. Gibran disebut merekomendasikan PT Sritex untuk membuat goodie bag untuk bansos.
Gibran telah menyangkal kabar ini. Putra sulung Presiden Jokowi ini menegaskan tidak pernah ikut campur dalam urusan bansos.
"Saya tidak pernah ikut campur dalam urusan bansos. Silakan cek ke PT Sritex dan KPK. Itu berita tidak benar. Bohong," ujarnya, di Solo, Senin, 21 Desember 2020.
Juliari juga kompak membantah keterlibatan Gibran. Kasus ini murni kesalahannya.
"Enggak, berita tidak benar. Itu tidak benar," kata Juliari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Desember 2020.
Jakarta: Pemberantasan korupsi di Tanah Air masih jauh dari kata usai. Praktik rasuah bukan lagi jadi barang baru, bahkan publik tak lagi terkejut saat pejabat ditangkap karena terlibat kasus kotor tersebut.
Hukuman terhadap para koruptor sebelumnya justru tak membuat pejabat baru jera. Terbukti,
sepanjang 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) delapan kali melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Firli Bahuri sebagai pucuk pimpinan menjawab keraguan publik yang menyebut KPK tak lagi bertaring. Operasi senyap yang dilakukan KPK membuktikan pejabat Indonesia belum bersih dari sifat tamak.
Penindakan masih jadi senjata utama KPK dalam memberangus praktik rasuah. Padahal, Firli cs sempat menegaskan jika eranya bakal mengedepankan edukasi atau pendidikan masyarakat dan pencegahan ketimbang penindakan.
Di tengah perjalanannya memimpin Komisi Antirasuah, Firli cs memperlihatkan kegarangannya. Pimpinan
KPK jilid V ini tak segan menyeret pejabat tingkat daerah hingga menteri yang korup ke bui.
Bupati Hingga Anggota KPU ‘Digigit’ Firli Cs
Pada 7 Januari 2020, KPK menangkap tangan eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Dia ditangkap karena terlibat kasus dugaan suap proyek di Sidoarjo.
Saiful ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Dinas PU BM-SDA Sunarti Setyaningsing. Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen, Judi Tetrahastoto; Kadiskominfo Sidoarjo, Sanadjihitu Sangadji; serta dua orang kontraktor Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Uang Rp1,8 miliar diamankan penyidik. Saiful, Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, dan Sanadjihitu Sangadji diduga menerima suap proyek dari Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Berselang sehari, tim KPK kembali bergerak menangkap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK), Wahyu Setiawan. Dia ditangkap di Bandara Seokarno Hatta, Tangerang, Banten.
Uang Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura diamankan dari
penangkapan tersebut. Wahyu diduga menerima suap Rp200 juta.
Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, sebagai penerima suap. Sementara, eks calon anggota legislatif Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful, sebagai pemberi suap.
Taji Komisi Antikorupsi kembali diperlihatkan Firli cs. Pada 2 Juli 2020, KPK menangkap eks Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istri, Encek Unguria.
Tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebanyak lima tersangka penerima suap, yakni Ismunandar, Encek, mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, dan mantan Kepala Dinas PU Aswandini. Tersangka pemberi suap, yaitu kontraktor Aditya Maharani dan pihak swasta Deky Aryanto.
Sebelum menangkap Ismunandar, pada Mei 2020, KPK ternyata membongkar praktik korupsi di dunia pendidikan. Pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) ditangkap dalam
operasi senyap tersebut.
Mereka yang terjaring, yakni Rektor UNJ Komaruddin, Kepala Bagian (Kabag) Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor; Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kemendikbud, Tatik Supartiah; Kepala Biro (Karo) SDM Kemendikbud, Diah Ismayanti; serta dua staf SDM Kemendikbud Parjono dan Dinar Suliya.
Barang bukti berupa uang sebesar US$1.200 (Rp17,7 juta) dan Rp27,5 juta. Operasi bersama ini berawal dari informasi Itjen Kemendikbud perihal dugaan penyerahan uang dari Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.
Sayangnya, kasus ini dilimpahkan ke kepolisian. Sebab, nominal uang kotor dalam kasus ini tak mencapai Rp1 miliar. Di tangan kepolisian, kasus dihentikan dengan dalil tak memiliki cukup bukti.
Penindakan berlanjut pada November 2020. KPK menangkap eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna.
Ajay diduga menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar. Pemberian uang terkait izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda.
Pemberian uang sejak 6 Mei 2020. Sedangkan pemberian terakhir pada Jumat, 27 November 2020, sebesar Rp425 juta. Hingga saat ini KPK masih mendalami kasus tersebut.
Selanjutnya, pada Desember 2020, KPK menangkap mantan Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo. Wenny diduga mengumpulkan uang dari sejumlah kontraktor. Uang itu diyakini KPK untuk melakukan serangan fajar jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
KPK menemukan uang Rp440 juta saat melakukan
penggeledahan di 10 tempat. Tempat yang digeledah tersebut di antaranya rumah para tersangka dan kantor milik pemerintah setempat. Lokasi penggeledahan terpisah di Luwuk dan Banggai Laut, Sulawesi Tengah.
KPK Jaring ‘Kakap’
Menjelang tutup tahun, KPK melakukan penangkapan besar. Tak tanggung-tanggung, dua menteri kabinet Indonesia maju terjaring OTT KPK.
Pertama, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan
Edhy Prabowo ditangkap pada 25 November 2020. Edhy ditangkap usai pulang pelesiran dari Honolulu, Hawaii bersama istri, Iis Rosita Dewi, dan rombongan staf.
Sebagian uang hasil korupsi dinikmati Edhy untuk berbelanja di Hawaii. Edhy dan rombongan menggunakan korupsi benih lobster sebanyak Rp3,4 miliar untuk berfoya-foya.
Duit yang digunakan antara lain Rp750 juta untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi, tas Luis Vuitton, serta baju Old Navy. Uang itu berasal dari pengelola PT Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar yang dikirimkan ke staf istri Edhy, Ainul Faqih
KPK masih mendalami kasus tersebut. KPK juga masih mendalami setoran uang terkait dengan izin ekspor yang dilakukan perusahaan eksportir ke Edhy.
"Dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP melalui biaya kargo sebesar Rp1.800 per ekor BBL," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin, 28 Desember 2020.
Kemudian, pada 4 sampai 5 Desember 2020, KPK menangkap beberapa pejabat Kementerian Sosial. Penangkapan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi
bansos covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 2020.
Mantan Menteri Sosial
Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Juliari sempat menjadi buronan KPK. Dia menyerahkan diri tak lama setelah KPK mengumumkan dirinya sebagai tersangka.
Kasus ini menjerat empat tersangka lain. Mereka ialah dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dalam perkembangannya, anak Presiden
Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dikabarkan terlibat dalam kasus korupsi bansos. Gibran disebut merekomendasikan PT Sritex untuk membuat
goodie bag untuk bansos.
Gibran telah menyangkal kabar ini. Putra sulung Presiden Jokowi ini menegaskan tidak pernah ikut campur dalam urusan bansos.
"Saya tidak pernah ikut campur dalam urusan bansos. Silakan cek ke PT Sritex dan KPK. Itu berita tidak benar. Bohong," ujarnya, di Solo, Senin, 21 Desember 2020.
Juliari juga kompak membantah keterlibatan Gibran. Kasus ini murni kesalahannya.
"Enggak, berita tidak benar. Itu tidak benar," kata Juliari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Desember 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)