Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf. Yusuf mengaku diperiksa soal uang Rp53,2 miliar yang disita KPK dari bank garansi.
Usai diperiksa Yusuf membantah uang di bank garansi terkait rasuah ekspor benih lobster. Bahkan, kata dia, uang yang ada di sana tak melanggar hukum.
"Tidak ada yang dilanggar," kata Yusuf di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Maret 2021.
Yusuf menjelaskan asal usul uang yang ada di bank garansi yang disita KPK. Uang itu, kata dia, bisa ada karena penangkapan benih-benih lobster sebelumnya tidak diizinkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster.
Yusuf mengatakan larangan tidak boleh menangkap benih lobster itu merupakan aturan yang dicetuskan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurutnya, kebijakan Susi mencekik nelayan lobster.
"Kemudian kondisi covid-19, nelayan penangkap itukan perlu cari nafkah. Nah, dibukalah peluang untuk mengizinkan menangkap BBL (benih benih lobster) tadi dan itu diekspor," tutur Yusuf.
Baca: Irjen KKP Janji Buka-bukaan Soal Kasus Benur
KKP tidak bisa membiarkan benih lobster yang melimpah tidak dimanfaatkan. Akhirnya, kata Yusuf, KKP ingin membuat aturan tentang ekspor benih lobster.
"Asumsi kemudian kita juga memberikan harga minimum. Minimal kepada para eksportir yang membeli dari nelayan itu," ucap Yusuf.
KKP akhirnya memberikan harga Rp5 ribu untuk satu benih lobster jenis pasir. Lalu, Rp10 ribu untuk jenis benih lobster jenis nikel.
Aturan yang dikeluarkan era Edhy Prabowo memungkinkan eksportir menjual benur ke Vietnam. Namun, negara tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat Edhy setelah dihitung ulang.
KKP akhirnya meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membuat regulasi yang membantu Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Aturan dari Kemenkeu diharapkan meregulasi biaya khusus untuk mengeskpor benih lobster.
"Oleh Kementerian (Keuangan) digabung menjadi PNBP (penerimaan negara bukan pajak)," kata Yusuf.
KKP belum terima keuntungan dari Permen 12/2020 . Eksportir benur kemudian membuat perjanjian untuk memberikan jaminan ke KKP.
"Ada komitmen dari para eksportir akan membayar hak negara, tertulis itu, maka dijadikanlah bank garansi sebagai jaminan," ujar Yusuf.
Yusuf tidak memerinci kesepakatan antara KKP dengan para eksportir benur. Namun, saat itu belum ada aturan resmi dari pemerintah tentang ekspor benih lobster.
Baca: KPK Cecar Edhy Prabowo Terkait Uang Rp52,3 M di Bank Garansi
Peraturan pemerintah tentang PNBP ekspor benih lobster tak kunjung keluar. Karena, pemerintah mengutamakan penyusunan aturan turunan untuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
KPK keburu menangkap Edhy Prabowo cs dengan alasan dalil penerimaan suap. Sehingga, kata Yusuf, duit di bank garansi terpendam tanpa kejelasan. KKP pun mengeklaim belum memanfaatkan uang di bank garansi itu.
"Tolong dipahami bahwa bank garansi itu belum jadi haknya KKP, belum jadi hak siapa pun juga. Masih hak terbuka bank garansinya. Begitu ceritanya," terang Yusuf.
Sebelumnya, KPK menyita uang tunai senilai Rp52,3 miliar dari salah satu bank BUMN. Uang tersebut diduga berkaitan dengan kasus ekspor benih lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Uang diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) untuk melakukan ekspor benih bening lobster tahun 2020," ujar pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin, 15 Maret 2021.
Ali menjelaskan Edhy diduga memerintahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan saat itu, Antam Novambar, agar membuat surat perintah. Surat itu tertulis soal penarikan jaminan Bank atau bank garansi dari para eksportir dengan maksud ditujukan kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina.
Kemudian, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima bank garansi tersebut. Di atas kertas, aturan penyerahan jaminan bank itu tidak pernah ada.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) rampung memeriksa Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf. Yusuf mengaku diperiksa soal uang Rp53,2 miliar yang disita KPK dari bank garansi.
Usai diperiksa Yusuf membantah uang di bank garansi terkait rasuah ekspor benih lobster. Bahkan, kata dia, uang yang ada di sana tak melanggar hukum.
"Tidak ada yang dilanggar," kata Yusuf di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Maret 2021.
Yusuf menjelaskan asal usul uang yang ada di bank garansi yang disita KPK. Uang itu, kata dia, bisa ada karena penangkapan benih-benih lobster sebelumnya tidak diizinkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster.
Yusuf mengatakan larangan tidak boleh menangkap benih lobster itu merupakan aturan yang dicetuskan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurutnya, kebijakan Susi mencekik nelayan lobster.
"Kemudian kondisi covid-19, nelayan penangkap itukan perlu cari nafkah. Nah, dibukalah peluang untuk mengizinkan menangkap BBL (benih benih lobster) tadi dan itu diekspor," tutur Yusuf.
Baca:
Irjen KKP Janji Buka-bukaan Soal Kasus Benur
KKP tidak bisa membiarkan benih lobster yang melimpah tidak dimanfaatkan. Akhirnya, kata Yusuf, KKP ingin membuat aturan tentang ekspor benih lobster.
"Asumsi kemudian kita juga memberikan harga minimum. Minimal kepada para eksportir yang membeli dari nelayan itu," ucap Yusuf.
KKP akhirnya memberikan harga Rp5 ribu untuk satu benih lobster jenis pasir. Lalu, Rp10 ribu untuk jenis benih lobster jenis nikel.
Aturan yang dikeluarkan era
Edhy Prabowo memungkinkan eksportir menjual benur ke Vietnam. Namun, negara tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat Edhy setelah dihitung ulang.