Jakarta: Langkah Bareskrim Polri menyita sejumlah aset dalam kasus dugaan penipuan investasi KSP Indosurya dinilai tepat. Aset-aset tersebut dapat digunakan untuk pembuktian perbuatan para tersangka.
"Menurut saya tindakan polisi telah tepat. Urgensitas sita tersebut adalah untuk kepentingan pembuktian oleh penyidik," kata pakar hukum pidana Universitas Brawijaya (Unbraw), Aan Eko Widiarto, kepada wartawan, Minggu, 25 April 2022.
Hingga kini total aset yang disita dalam kasus Indosurya mencapai Rp2 triliun. Terakhir, pada Kamis 21 April 2022, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali menyita aset tersangka kasus dugaan penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Kali ini, polisi menyita 2 lantai di Sudirman Suites Apartment senilai Rp160 miliar.
Bareskrim sedang mengajukan penetapan penyitaan terhadap dua lantai apartemen mewah itu. Penetapan penyitaan diajukan kepada PN Jakpus.
Menurut Aan, penyidik Bareskrim membutuhkan aset para tersangka untuk kepentingan pembuktian. Setelah penyidikan selesai, aset-aset itu bisa dikembalikan kepada para nasabah. Penyitaan ini juga untuk mencegah tiga petinggi Indosurya yang menjadi tersangka menyamarkan aset aset tersebut.
"Menurut saya begitu, penegak hukum cepat menuntaskan sehingga barang bukti bisa segera dikembalikan kepada yang berhak atau nasabah," ujarnya.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Dia berpendapat langkah Bareskrim menyita aset tersebut merupakan upaya mencegah para tersangka menyamarkan aset-aset. Selain itu, kata Fickar, penyitaan tersebut merupakan upaya untuk menyelamatkan barang bukti.
Baca: Gedung KSP Indosurya di Jakpus Disita, Bernilai Rp1,2 Triliun
Polri harus mengusut tuntas kasus yang merugikan para nasabah KSP Indosurya. "Totalitas menjalani tugas dan kewenangan itu dengan konsekuen dan konsisten," kata Fickar.
Dalam kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 3 petinggi KSP Indosurya Cita sebagai tersangka, yakni Direktur Operasional Suwito Ayub (SA), Ketua Henry Surya (HS), dan Direktur Keuangan June Indria (JI).
Dari 3 tersangka tersebut, Polri telah menahan Henry Surya dan June Indria. Adapun Suwita Ayub masih buron dan namanya masuk daftar pencarian orang (DPO).
Kasus ini berawal dari penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020. Tersangka Henry Surya diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8–11 persen, kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan tanpa dilandasi ijin usaha dari OJK. Kegiatan itu berakibat gagal bayar.
Henry Surya yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta memerintahkan tersangka lainnya JI dan tersangka Suwito Ayub untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum Kospin Indosurya Inti/Cipta.
Suwito Ayub, Henry Surya, dan June Indria diduga melakukan tindak pidana Perbankan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana penipuan/perbuatan curang dan tindak pidana pencucian uang.
Mereka disangka melanggar Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. Kemudian, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bareskrim juga telah melakukan gelar perkara pada pertengahan April 2022. Dalam gelar perkara tersebut disimpulkan bahwa proses penyidikan dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan.
Jakarta: Langkah
Bareskrim Polri menyita sejumlah aset dalam kasus dugaan
penipuan investasi KSP Indosurya dinilai tepat. Aset-aset tersebut dapat digunakan untuk pembuktian perbuatan para tersangka.
"Menurut saya tindakan polisi telah tepat. Urgensitas sita tersebut adalah untuk kepentingan pembuktian oleh penyidik," kata pakar hukum pidana Universitas Brawijaya (Unbraw), Aan Eko Widiarto, kepada wartawan, Minggu, 25 April 2022.
Hingga kini total aset yang disita dalam
kasus Indosurya mencapai Rp2 triliun. Terakhir, pada Kamis 21 April 2022, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali menyita aset tersangka kasus dugaan penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Kali ini, polisi menyita 2 lantai di Sudirman Suites Apartment senilai Rp160 miliar.
Bareskrim sedang mengajukan penetapan penyitaan terhadap dua lantai apartemen mewah itu. Penetapan penyitaan diajukan kepada PN Jakpus.
Menurut Aan, penyidik Bareskrim membutuhkan aset para tersangka untuk kepentingan pembuktian. Setelah penyidikan selesai, aset-aset itu bisa dikembalikan kepada para nasabah. Penyitaan ini juga untuk mencegah tiga petinggi Indosurya yang menjadi tersangka menyamarkan aset aset tersebut.
"Menurut saya begitu, penegak hukum cepat menuntaskan sehingga barang bukti bisa segera dikembalikan kepada yang berhak atau nasabah," ujarnya.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Dia berpendapat langkah Bareskrim menyita aset tersebut merupakan upaya mencegah para tersangka menyamarkan aset-aset. Selain itu, kata Fickar, penyitaan tersebut merupakan upaya untuk menyelamatkan barang bukti.
Baca:
Gedung KSP Indosurya di Jakpus Disita, Bernilai Rp1,2 Triliun
Polri harus mengusut tuntas kasus yang merugikan para nasabah KSP Indosurya. "Totalitas menjalani tugas dan kewenangan itu dengan konsekuen dan konsisten," kata Fickar.
Dalam kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 3 petinggi KSP Indosurya Cita sebagai tersangka, yakni Direktur Operasional Suwito Ayub (SA), Ketua Henry Surya (HS), dan Direktur Keuangan June Indria (JI).
Dari 3 tersangka tersebut, Polri telah menahan Henry Surya dan June Indria. Adapun Suwita Ayub masih buron dan namanya masuk daftar pencarian orang (DPO).
Kasus ini berawal dari penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020. Tersangka Henry Surya diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8–11 persen, kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan tanpa dilandasi ijin usaha dari OJK. Kegiatan itu berakibat gagal bayar.
Henry Surya yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta memerintahkan tersangka lainnya JI dan tersangka Suwito Ayub untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum Kospin Indosurya Inti/Cipta.
Suwito Ayub, Henry Surya, dan June Indria diduga melakukan tindak pidana Perbankan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana penipuan/perbuatan curang dan tindak pidana pencucian uang.
Mereka disangka melanggar Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. Kemudian, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bareskrim juga telah melakukan gelar perkara pada pertengahan April 2022. Dalam gelar perkara tersebut disimpulkan bahwa proses penyidikan dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)