Yogyakarta: Deretan gambar almarhum Fuad Muhammad Syafrudin, alias Udin, wartawan Harian Bernas, berjajar di Antologi Space, Dusun Karangwuni, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di belakangnya menyusul repro kamera dan alat studio foto yang pernah digunakan almarhum Udin untuk menambah penghasilan untuk menghidupi perekomian keluarga.
Berbagai benda tersebut merupakan pameran dalam rangka memperingati hari kebebasan pers internasional yang jatuh setiap 3 Mei. Pameran itu digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta berkolaborasi dengan Connecting Design Studio, IndonesiaPENA, dan sejumlah kelompok, yang bertajuk Memorabilia Wartawan Udin
"Hari Kebebasan Pers diperingati untuk menginformasikan pelanggaran kebebasan pers, menegaskan prinsip dasar kebebasan pers, dan melawan serangan terhadap kemerdekaan atau independensi media. Selain itu untuk memberikan penghormatan kepada jurnalis yang telah kehilangan nyawa dalam menjalankan tugasnya," kata Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani pada Senin, 3 Mei 2021.
Baca: Jurnalis Tempo Laporkan Dugaan Penganiayaan ke Propam Polri
Udin meninggal pada 17 Agustus 1996 silam. Ia diduga dibunuh karena berkaitan tulisan-tulisannya yang kritis atas pemerintahan di Kabupaten Bantul.
Udin merupakan satu dari banyak wartawan yang kasusnya tidak kunjung jelas siapa dalang di baliknya. Padahal, sejumlah karya jurnalistik secara mendalam sudah pernah dibuat untuk membantu aparat mengungkap kasus itu.
Shinta mengatakan, organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO menyebutkan dalam 14 tahun terakhir, hampir 1.200 jurnalis terbunuh karena melaporkan berita. UNESCO tahun ini memperingati hal serupa dengan mengambil tema informasi sebagai barang publik untuk Hari Kebebasan Pers.
Baca: Ancaman bagi Jurnalis Disebut Tak Lagi Sekadar Kebebasan Pers
"Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa itu menegaskan pentingnya menghargai informasi sebagai barang publik. Juga mengeksplorasi apa yang dapat dilakukan dalam produksi, distribusi dan penerimaan konten untuk memperkuat jurnalisme dan memajukan transparansi," ucap jurnalis Tempo ini.
AJI Yogyakarta, kata Shinta, memperingati hari kebebasan pers internasional dan diskusi dengan tujuan mengingatkan pemerintah agar bertanggung jawab menyelesaikan kasus pembunuhan wartawan Udin. Mengingat, kasus tersebut sudah masuk tahun ke 25.
"Jurnalis bekerja memenuhi hak publik dan sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari negara. Celakanya, perlindungan terhadap kerja jurnalistik di Indonesia sangat rendah. Udin adalah salah satu potret buruknya perlindungan terhadap kerja jurnalis," ujarnya.
Kurator pameran Memorabilia Wartawan Udin, Anang Saptoto, mengungkapkan, ada sebanyak foto 20 benda studio foto 'Kresna' yang sempat dikelolan wartawan Udin. Selain itu, ada repro kliping media massa kasus pembunuhan Udin tahun 1996. Sementara, poster linimasa wartawan Udin yang diproduksi untuk IndonesiaPENA, ada sebanyak 25 buah.
"Pengunjung bisa melihat mug dengan desain tentang kekerasan terhadap jurnalis di ruang pamer. Benda-benda peninggalan Udin tersebut penting diketahui publik untuk mengingat kembali jejak perjuangan jurnalis Udin semasa hidupnya," ujarnya.
Anang menerangkan, ada enam poster dan satu video animasi motion graphic karya mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tentang advokasi melawan kekerasan terhadap jurnalis. Enam poster dan satu video animasi ini hasil respon mahasiswa terhadap kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi saat meliput kasus dugaan suap pajak yang melibatkan bekas Direktur Pemeriksaan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.
Baca: Polisi Ungkap Motif Pembunuhan Wartawan Demas Laira
Bagi Anang, tindak pembunuhan terhadap Udin berdampak sistematis, khususnya bagi keluarga. Artinya, kata dia, situasi itu akan mengubah kondisi kehidupan keluarga si wartawan.
Anang mengungkapkan, dokumentasi tentang wartawan Udin itu menjadi hal awal dalam digitalisasi benda. Ia merasa perlu melakukan digitalisasi ingatan-ingatan berkaitan dengan Udin pada masa depan.
"Termasuk mereka yang ikut memperjuangan penyelesaian kasus dan berkaitan dengan kehidupan Udin, apalagi Marsiyem (istri almarhum Udin), harus direkam dari awal. Digitalisasi ini agar pendekatan ke publik bisa lebih cair," ucapnya.
Koordinator Koalisi Masyarakar untuk Udin, Tri Wahyu menambahkan, banyak upaya sudah dilakukan kelompok wartawan bersama masyarakat sipil untuk menuntut penuntasan kasus. Ia menilai, peringatan hari kebebasan pers internasional dengan memamerkan memorabilia Udin telah menambah umur perjuangan.
Yogyakarta: Deretan gambar almarhum
Fuad Muhammad Syafrudin, alias Udin, wartawan Harian Bernas, berjajar di Antologi Space, Dusun Karangwuni, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di belakangnya menyusul repro kamera dan alat studio foto yang pernah digunakan almarhum Udin untuk menambah penghasilan untuk menghidupi perekomian keluarga.
Berbagai benda tersebut merupakan pameran dalam rangka memperingati hari kebebasan pers internasional yang jatuh setiap 3 Mei. Pameran itu digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta berkolaborasi dengan Connecting Design Studio, IndonesiaPENA, dan sejumlah kelompok, yang bertajuk Memorabilia Wartawan Udin
"Hari Kebebasan Pers diperingati untuk menginformasikan pelanggaran kebebasan pers, menegaskan prinsip dasar kebebasan pers, dan melawan serangan terhadap kemerdekaan atau independensi media. Selain itu untuk memberikan penghormatan kepada jurnalis yang telah kehilangan nyawa dalam menjalankan tugasnya," kata Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani pada Senin, 3 Mei 2021.
Baca: Jurnalis Tempo Laporkan Dugaan Penganiayaan ke Propam Polri
Udin meninggal pada 17 Agustus 1996 silam. Ia diduga dibunuh karena berkaitan tulisan-tulisannya yang kritis atas pemerintahan di Kabupaten Bantul.
Udin merupakan satu dari banyak wartawan yang kasusnya tidak kunjung jelas siapa dalang di baliknya. Padahal, sejumlah karya jurnalistik secara mendalam sudah pernah dibuat untuk membantu aparat mengungkap kasus itu.
Shinta mengatakan, organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO menyebutkan dalam 14 tahun terakhir, hampir 1.200 jurnalis terbunuh karena melaporkan berita. UNESCO tahun ini memperingati hal serupa dengan mengambil tema informasi sebagai barang publik untuk Hari Kebebasan Pers.
Baca: Ancaman bagi Jurnalis Disebut Tak Lagi Sekadar Kebebasan Pers
"Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa itu menegaskan pentingnya menghargai informasi sebagai barang publik. Juga mengeksplorasi apa yang dapat dilakukan dalam produksi, distribusi dan penerimaan konten untuk memperkuat jurnalisme dan memajukan transparansi," ucap jurnalis Tempo ini.
AJI Yogyakarta, kata Shinta, memperingati hari kebebasan pers internasional dan diskusi dengan tujuan mengingatkan pemerintah agar bertanggung jawab menyelesaikan kasus pembunuhan wartawan Udin. Mengingat, kasus tersebut sudah masuk tahun ke 25.
"Jurnalis bekerja memenuhi hak publik dan sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari negara. Celakanya, perlindungan terhadap kerja jurnalistik di Indonesia sangat rendah. Udin adalah salah satu potret buruknya perlindungan terhadap kerja jurnalis," ujarnya.