Yogyakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berhadapan dengan dua lembaga, yakni Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY dan Komnas HAM, setelah mengeluarkan aturan larangan demonstrasi di sekitar Malioboro. Gubernur DIY diadukan oleh Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY).
Aturan itu diwujudkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapatan di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Larangan demonstrasi di sepanjang Jalan Malioboro (terdapat kantor DPRD DIY dan Kantor Gubernur DIY), Titik Nol Kilometer, Kraton, Pura Pakualaman, dan Kawasan Kotagede.
ORI DIY memeriksa Sri Sultan pada Rabu, 17 Februari 2021. Ketua ORI DIY, Budhi Masturi menyebut permintaan keterangan Sri Sultan didampingi Sekretaris Daerah Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji dan Kepala Biro Hukum Pemerintah DIY, Dewo Isnu Broto. Pihaknya meminta penjelasan latar belakang filosofi, historis, yuridis, dan sosiologis dari perumusan kebijakan Pergub tersebut.
“Pak gubernur secara gamblang menjelaskan latar belakangnya dan apa yang sudah dilakukan terhadap proses perumusan kebijakan itu, namun belum secara teknis,” kata Budhi di Yogyakarta.
Baca: Polisi Turki Tangkap 170 Orang dalam Demo Menentang Erdogan
Ia mengatakan, salah satu pertimbangan penerbitan Pergub yakni Kawasan Malioboro, Kraton, dan Pura Pakualaman masuk bagian cagar budaya. Meski begitu, pihaknya akan mengkaji regulasi itu lebih lanjut. Pihaknya juga merencanakan pemeriksaan Kadarmana dan Dewo Isnu Broto.
"ORI menargetkan, masalah ini bisa diselesaikan secepatnya. Cuma memang tadi sempat kami diskusikan ada peluang untuk dilakukan dialog antara pemerintah DIY dengan kelompok masyarakat yang kemudian bisa punya ruang lebih luas untuk menyampaikan uneg-unegnya, selain melalui ORI. Tentu itu dalam konteks fasilitasi ORI," terangnya.
Sementara, aduan ke Komnas HAM dikirim lewat kantor Pos pada Selasa kemarin, 16 Februari 2021 oleh sejumlah perwakilan ARDY. Jaringan masyarakat sipil itu menilai pelarangan penyampaian pendapat di area publik itu bagian pelanggaran HAM.
"Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Ada empat hal yang melanggar HAM," kata Yogi Zul Fadhli, bagian ARDY yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Baca: Tersangka Pelanggar Prokes di Aksi 1812 Segera Ditetapkan
Yogi mengatakan, ARDY yang merupakan gabungan 78 lembaga non-pemerintah dan individu mendesak Gubernur DIY mencabut aturan itu. Ia menyatakan kebebasan menyampaiakan pendapat di area publik itu telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"ARDY meminta kepada Komnas HAM RI untuk menindaklanjuti laporan dengan melakukan tugas dan wewenangnya, seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku," jelasnya.
Adapun Kadarmanta, mengatakan masalah tersebut perlu dilakukan mediasi. Pihaknya mendukung rencana ombudsman untuk menggelar mediasi dan siap membantunya dengan menjadwalkan agenda Bersama Sri Sultan.
Baca: Polisi India Gunakan Gas Air Mata untuk Bubarkan Ribuan Petani
"Kapan saja, mau dimana untuk dialog nggak ada masalah. Tadi gubernur juga menyampaikan kalau pak Budhi mau ngundang saya ke ORI enggak apa-apa," katanya.
Menurut dia, Sri Sultan tak hendak membatasi aktivitas demokrasi. Pihaknya juga mengaku tak masalah diadukan ke ombudsman dan Komnas HAM.
"Tujuan kami bukan untuk membatasi aktivitas demokrasi. Kami ini ingin bisa didialogkan kalau memang ada hal yang perlu disepakati bersama dalam sebuah dialog. Pada prinsipnya, pemda kan milik masyarakat, jadi ya kita tidak ada keberatan," ucapnya.
Yogyakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berhadapan dengan dua lembaga, yakni Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY dan Komnas HAM, setelah mengeluarkan aturan larangan
demonstrasi di sekitar Malioboro. Gubernur DIY diadukan oleh Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY).
Aturan itu diwujudkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapatan di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Larangan demonstrasi di sepanjang Jalan Malioboro (terdapat kantor DPRD DIY dan Kantor Gubernur DIY), Titik Nol Kilometer, Kraton, Pura Pakualaman, dan Kawasan Kotagede.
ORI DIY memeriksa Sri Sultan pada Rabu, 17 Februari 2021. Ketua ORI DIY, Budhi Masturi menyebut permintaan keterangan Sri Sultan didampingi Sekretaris Daerah Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji dan Kepala Biro Hukum Pemerintah DIY, Dewo Isnu Broto. Pihaknya meminta penjelasan latar belakang filosofi, historis, yuridis, dan sosiologis dari perumusan kebijakan Pergub tersebut.
“Pak gubernur secara gamblang menjelaskan latar belakangnya dan apa yang sudah dilakukan terhadap proses perumusan kebijakan itu, namun belum secara teknis,” kata Budhi di Yogyakarta.
Baca: Polisi Turki Tangkap 170 Orang dalam Demo Menentang Erdogan
Ia mengatakan, salah satu pertimbangan penerbitan Pergub yakni Kawasan Malioboro, Kraton, dan Pura Pakualaman masuk bagian cagar budaya. Meski begitu, pihaknya akan mengkaji regulasi itu lebih lanjut. Pihaknya juga merencanakan pemeriksaan Kadarmana dan Dewo Isnu Broto.
"ORI menargetkan, masalah ini bisa diselesaikan secepatnya. Cuma memang tadi sempat kami diskusikan ada peluang untuk dilakukan dialog antara pemerintah DIY dengan kelompok masyarakat yang kemudian bisa punya ruang lebih luas untuk menyampaikan uneg-unegnya, selain melalui ORI. Tentu itu dalam konteks fasilitasi ORI," terangnya.
Sementara, aduan ke Komnas HAM dikirim lewat kantor Pos pada Selasa kemarin, 16 Februari 2021 oleh sejumlah perwakilan ARDY. Jaringan masyarakat sipil itu menilai pelarangan penyampaian pendapat di area publik itu bagian pelanggaran HAM.
"Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Ada empat hal yang melanggar HAM," kata Yogi Zul Fadhli, bagian ARDY yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Baca: Tersangka Pelanggar Prokes di Aksi 1812 Segera Ditetapkan