Ribuan orang diyakini tewas dalam perang itu, yang telah membuat lebih dari 1 juta orang mengungsi, termasuk 45.000 pengungsi yang melarikan diri ke negara tetangga Sudan.
Krisis kemanusiaan
PBB mencapai kesepakatan Rabu lalu dengan pemerintah Ethiopia untuk memberikan bantuan kemanusiaan di Tigray, dengan mengatakan pada saat itu kesepakatan itu akan memberi pekerja bantuan akses ke daerah yang dikuasai pemerintah di wilayah tersebut. Tetapi akses tetap terbatas.Dujarric mengatakan organisasi tersebut berkomitmen untuk menjangkau pengungsi dan orang terlantar.
"Rekan-rekan kemanusiaan kami melaporkan bahwa kekurangan makanan, air, bahan bakar dan uang tunai yang parah di wilayah Tigray sangat mempengaruhi orang-orang, termasuk pekerja kemanusiaan," katanya kepada wartawan.
“Di banyak daerah, orang-orang kini telah hidup selama lebih dari sebulan tanpa listrik, air ledeng, perbankan atau komunikasim,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Komite Internasional Palang Merah, Robert Mardini, mengatakan kepada wartawan dalam panggilan konferensi Selasa bahwa timnya di Mekelle, ibu kota provinsi Tigray, juga telah menemukan populasi yang berjuang setelah terputus dari pasokan dan komunikasi untuk lebih dari sebulan.
“Mekelle adalah kota berpenduduk setengah juta orang, yang pada dasarnya saat ini tanpa perawatan medis,” ujar Mardini.
“Rumah Sakit Ayeder yang merupakan rumah sakit induk lumpuh. Mereka kehabisan persediaan, bahan bakar, dan air yang mengalir,” imbuhnya.
Dia mengatakan rumah sakit sangat membutuhkan pasokan, tidak hanya untuk yang terluka, tetapi juga untuk membantu wanita melahirkan, pasien cuci darah dan untuk mengobati masalah kesehatan lainnya. ICRC dan Palang Merah Ethiopia memiliki konvoi bantuan yang berdiri di Addis Ababa menunggu izin pemerintah. Jika diizinkan masuk ke Tigray, itu akan menjadi yang pertama sejak pertempuran dimulai.