Iran bersiap tanggapi pembunuhan ilmuwan nuklir, Mohsen Fakhrizadeh. Foto: AFP
Iran bersiap tanggapi pembunuhan ilmuwan nuklir, Mohsen Fakhrizadeh. Foto: AFP

Desakan Menanggapi Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Menguat

Fajar Nugraha • 30 November 2020 05:59
Teheran: Perdebatan berkecamuk di Iran pada Minggu 29 November tentang bagaimana dan kapan menanggapi pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka. Pemakaman untuk Mohsen Fakhrizadeh pun tengah dipersiapkan.
 
Setelah Fakhrizadeh meninggal karena luka yang diderita dalam baku tembak antara pengawalnya dan orang-orang bersenjata tak dikenal di dekat Teheran. Parlemen menuntut penghentian inspeksi internasional terhadap situs nuklir Iran, sementara seorang pejabat tinggi mengisyaratkan Iran harus meninggalkan perjanjian non-proliferasi global.
 
Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran biasanya menangani keputusan yang terkait dengan program nuklir negara itu, dan rancangan undang-undang parlemen harus disetujui oleh dewan pengawas yang kuat.

Presiden Hassan Rouhani telah menekankan negaranya akan membalas dendam pada "waktu yang tepat" dan tidak terburu-buru ke dalam "perangkap".
 
Israel mengatakan Fakhrizadeh adalah kepala program nuklir militer Iran, yang keberadaannya terus-menerus dibantah oleh Iran. Sementara Amerika Serikat (AS) telah memberinya sanksi pada 2008 atas aktivitas yang terkait dengan aktivitas atom Iran.
 
Jenazah ilmuwan itu diambil untuk upacara pada Minggu di sebuah tempat suci utama di kota suci Qom, sebelum diangkut ke tempat suci pendiri Iran, Imam Khomeini, menurut media Iran.
 
“Pemakaman Fakhrizadeh akan diadakan Senin di hadapan komandan militer senior dan keluarganya,” kata pernyataan Kementerian Pertahanan Iran di situsnya, seperti dikutip AFP, Senin 30 November 2020.

Reaksi keras

Israel belum secara resmi mengomentari pembunuhan Fakhrizadeh, yang terjadi kurang dari dua bulan sebelum Presiden terpilih AS Joe Biden dilantik. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyulitkan posisi Biden yang ingin membuka kembali negosiasi perjanjian nuklir dengan Iran.
 
Presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian nuklir multilateral dengan Iran pada 2018 dan kemudian menerapkan kembali dan meningkatkan sanksi hukuman sebagai bagian dari kampanye 'tekanan maksimum' terhadap Teheran.
 

 
Biden telah mengisyaratkan pemerintahannya mungkin siap untuk bergabung kembali dengan perjanjian itu, tetapi pembunuhan ilmuwan nuklir itu telah menghidupkan kembali oposisi terhadap kesepakatan di kalangan konservatif Iran.
 
Kepala Dewan Kemanfaatan Iran, sebuah badan penasihat dan arbitrase utama, mengatakan "tidak ada alasan mengapa (Iran) tidak mempertimbangkan kembali Perjanjian Proliferasi Nuklir".
 
Mohsen Rezai mengatakan Teheran juga harus menghentikan implementasi protokol tambahan, sebuah dokumen yang meresepkan inspeksi mengganggu fasilitas nuklir Iran.
 
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyerukan pada Sabtu agar para pembunuh Fakhrizadeh dihukum.
 
Ketua Parlemen Iran Mohammad-Bagher Ghalibaf pada Minggu menyerukan ‘reaksi keras’ yang akan ‘menghalangi dan membalas dendam’ pada mereka yang berada di balik pembunuhan Fakhrizadeh, yang berusia 59 tahun menurut media Iran.

Seruan tahan diri

Bagi surat kabar Israel Haaretz, pembunuhan Fakhrizadeh jelas terkait dengan kedatangan Biden di kantor.
 
"Waktu pembunuhan, bahkan jika itu ditentukan oleh pertimbangan operasional murni, adalah pesan yang jelas kepada Presiden terpilih Joe Biden, yang dimaksudkan untuk menunjukkan kritik Israel atas rencana untuk menghidupkan kembali kesepakatan,” sebut Hareetz.
 

 
UEA, yang pada September menormalisasi hubungan dengan Israel, mengutuk pembunuhan itu dan mendesak pengekangan.
 
Kementerian Luar Negeri UEA, yang dikutip oleh kantor berita resmi Emirat WAM mengatakan, “Abu Dhabi mengutuk pembunuhan keji Mohsen Fakhrizadeh, yang dapat memicu konflik lebih lanjut di wilayah tersebut”.
 
"UEA menyerukan kepada semua pihak untuk melakukan mengendalikan diri secara maksimal demi menghindari menyeret kawasan itu ke dalam kondisi tidak stabil dan ancaman bagi perdamaian," katanya.
 
Inggris, salah satu pihak dalam kesepakatan itu, Minggu mengatakan pihaknya "prihatin" tentang kemungkinan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul pembunuhan itu. Sementara Turki menyebut pembunuhan itu sebagai tindakan terorisme yang mengganggu perdamaian di kawasan itu.
 
Di Iran, harian ultra-konservatif Kayhan menyerukan serangan terhadap Israel jika terbukti berada di balik pembunuhan itu.
 
Kayhan menyerukan agar kota pelabuhan Haifa menjadi sasaran "dengan cara yang akan menghancurkan infrastrukturnya dan meninggalkan banyak korban jiwa", dengan mengatakan AS dan Israel "sama sekali tidak siap untuk berperang".
 
Iran telah menanggapi penarikan AS dari kesepakatan 2015 dengan secara bertahap. Mereka meninggalkan sebagian besar komitmen nuklir utamanya berdasarkan perjanjian tersebut.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan