Tapi ia juga mengkritik perilaku sang syekh dan penolakannya untuk mengakui peran mantan istrinya dalam merawat anak.
"Perilaku Yang Mulia terhadapnya baik dengan ancaman, puisi, koordinasi laporan pers, diam-diam membeli properti yang dapat langsung mengawasi (Haya), peretasan telepon dalam melakukan pengadilan ini, merupakan kekerasan, bahkan dalam ukuran yang sangat berlebihan," kata McFarlane.
“Walau ada temuan pengadilan, Yang Mulia tidak menyatakan bahwa salah satu dari perilaku ini telah terjadi atau dia ambil bagian dalam pelaksanaannya,” sebutnya.
Diketahui syekh itu sama sekali tidak turut serta dalam proses pengadilan.
Pertikaian antara kedua bangsawan dimulai tak lama setelah Haya melarikan diri ke Inggris pada April 2019, karena khawatir akan keselamatannya setelah ketahuan berselingkuh dengan seorang pengawal.
Ia kemudian kena pemerasan oleh empat anggota tim keamanannya sementara syekh menyusun intimidasi terhadap Haya, lalu meretas telepon Haya dan pengacaranya.
Putusan terhadap Mohammed tampaknya tidak memengaruhi kedudukan internasional ataupun hubungan antara Inggris, Dubai dan UAE.
Negara Teluk yang kaya minyak itu berjanji pada September lalu untuk menginvestasikan 10 miliar pound (kisaran Rp190 miliar) dalam energi bersih Inggris, infrastruktur, teknologi dan ilmu. Dalam kunjungannya ke Abu Dhabi pekan lalu, Perdana Menteri Boris Johnson menyebutnya sebagai mitra internasional utama. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News