Seorang pedemo Myanmar menghadapi deretan pihak keamanan. Foto: AFP
Seorang pedemo Myanmar menghadapi deretan pihak keamanan. Foto: AFP

54 Orang Tewas, PBB Desak Militer Myanmar Berhenti Bunuh Pedemo

Fajar Nugraha • 05 Maret 2021 06:53
Jenewa: Sedikitnya 54 orang telah tewas dan lebih dari 1.700 ditahan sejak kudeta Myanmar 1 Februari 2021. Kepala HAM PBB pun menuntut militer menghentikan ‘tindakan keras kejam’.
 
Komentar itu muncul setelah protes paling mematikan di Myanmar, dengan sedikitnya 38 orang tewas pada Rabu dalam unjuk rasa di mana pasukan keamanan terlihat menembaki kerumunan.
 
Baca: Myanmar Sesumbar Siap Hadapi Sanksi dan Isolasi.

Kepala HAM PBB Michelle Bachelet mendesak pasukan keamanan untuk "menghentikan tindakan keras mereka terhadap pengunjuk rasa damai".
 
"Militer Myanmar harus berhenti membunuh dan memenjarakan pengunjuk rasa," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Jumat 5 Maret 2021.
 
"Benar-benar menjijikkan bahwa pasukan keamanan menembakkan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa damai di seluruh negeri," tambahnya.
 
Bachelet menambahkan bahwa dia "juga terkejut dengan serangan yang didokumentasikan terhadap staf medis darurat dan ambulans yang berusaha memberikan perawatan kepada mereka yang terluka".
 
Kantor HAM PBB mengatakan telah menguatkan informasi bahwa setidaknya 54 orang telah dibunuh oleh petugas polisi dan militer sejak konflik 1 Februari.
 
"Korban tewas sebenarnya, bagaimanapun, bisa jauh lebih tinggi karena ini adalah angka yang dapat diverifikasi oleh kantor," tegasnya.
 

 
Pembunuhan telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.
 
Kantor HAM telah memverifikasi 30 dari 38 kematian yang dilaporkan oleh entitas PBB lainnya pada Rabu, mengatakan pembunuhan oleh pasukan keamanan terjadi di Yangon, Mandalay, Sagaing, Magway dan Mon.
 
"Banyak dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang yang telah dilakukan sejak 1 Februari mungkin merupakan penghilangan paksa," tegas Bachelet, menyerukan pembebasan segera semua orang yang tetap ditahan secara sewenang-wenang.
 
Dia juga menyatakan kekhawatirannya atas target pekerja media, dengan setidaknya 29 jurnalis ditangkap dalam beberapa hari terakhir, delapan di antaranya telah dituduh melakukan kejahatan, termasuk menghasut oposisi atau kebencian terhadap pemerintah dan menghadiri pertemuan yang melanggar hukum.
 
Baca: Video Petugas Kesehatan Disiksa Militer Myanmar Beredar.
 
"Saya mendesak semua yang memiliki informasi dan pengaruh untuk mendukung upaya internasional untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin militer atas pelanggaran HAM serius yang telah dilakukan sekarang dan di masa lalu," desaknya Bachelet.
 
"Ini adalah saat untuk membalikkan keadaan menuju keadilan dan mengakhiri cengkeraman militer atas demokrasi di Myanmar,” imbuhnya.
 

 
Militer Myanmar melancarkan kudeta pada 1 Februari, mengakhiri eksperimen selama satu dekade dengan demokrasi dan memicu pemberontakan massal yang semakin diupayakan untuk dihentikan oleh junta dengan kekuatan mematikan.
 
Pada Kamis, pengunjuk rasa kembali turun ke jalan di Yangon dan Mandalay, dua kota terbesar di negara itu, serta kota-kota lain yang menjadi pusat kerusuhan. Junta berusaha menyembunyikan tindakan kerasnya dari seluruh dunia, memblokir internet dan melarang Facebook yang menjadi platform media sosial paling populer.
 
Sebanyak enam jurnalis juga ditangkap pada akhir pekan. Menurut pengacara mereka Tin Zar Oo, para jurnalis itu didakwa berdasarkan undang-undang yang melarang menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau membuat marah pegawai pemerintah secara langsung atau tidak langsung.
 
Salah satu orang pertama yang ditahan pada awal kudeta adalah Aung San Suu Kyi, kepala pemerintahan sipil dan pahlawan wanita bagi kebanyakan orang di Myanmar karena memimpin perlawanan melawan kediktatoran sebelumnya. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangkan pemilihan pada November tahun lalu dengan telak, hasil yang membuat pengaruh militer berpotensi diencerkan.
 
Junta membenarkan kudeta tersebut dengan membuat tuduhan yang tidak berdasar bahwa partai Suu Kyi mencurangi pemilihan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan