Seorang pedemo Myanmar menghadapi deretan pihak keamanan. Foto: AFP
Seorang pedemo Myanmar menghadapi deretan pihak keamanan. Foto: AFP

54 Orang Tewas, PBB Desak Militer Myanmar Berhenti Bunuh Pedemo

Fajar Nugraha • 05 Maret 2021 06:53

 
Militer Myanmar melancarkan kudeta pada 1 Februari, mengakhiri eksperimen selama satu dekade dengan demokrasi dan memicu pemberontakan massal yang semakin diupayakan untuk dihentikan oleh junta dengan kekuatan mematikan.
 
Pada Kamis, pengunjuk rasa kembali turun ke jalan di Yangon dan Mandalay, dua kota terbesar di negara itu, serta kota-kota lain yang menjadi pusat kerusuhan. Junta berusaha menyembunyikan tindakan kerasnya dari seluruh dunia, memblokir internet dan melarang Facebook yang menjadi platform media sosial paling populer.

Sebanyak enam jurnalis juga ditangkap pada akhir pekan. Menurut pengacara mereka Tin Zar Oo, para jurnalis itu didakwa berdasarkan undang-undang yang melarang menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau membuat marah pegawai pemerintah secara langsung atau tidak langsung.
 
Salah satu orang pertama yang ditahan pada awal kudeta adalah Aung San Suu Kyi, kepala pemerintahan sipil dan pahlawan wanita bagi kebanyakan orang di Myanmar karena memimpin perlawanan melawan kediktatoran sebelumnya. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangkan pemilihan pada November tahun lalu dengan telak, hasil yang membuat pengaruh militer berpotensi diencerkan.
 
Junta membenarkan kudeta tersebut dengan membuat tuduhan yang tidak berdasar bahwa partai Suu Kyi mencurangi pemilihan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan