Gelombang besar yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,0 -,salah satu yang terkuat dalam catatan,- menghantam pantai timur laut, melumpuhkan pembangkit listrik Fukushima Dai-ichi dan memaksa lebih dari 160.000 penduduk mengungsi saat radiasi memuntahkan ke udara.
Bencana nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl dan gempa bumi telah membuat para penyintas berjuang untuk mengatasi kesedihan. Mereka telah kehilangan keluarga dan kota karena gelombang dalam beberapa jam yang menakutkan pada sore hari 11 Maret 2011.
Sekitar 50 kilometer selatan dari pabrik, di kota pesisir berpasir Iwaki, yang sejak itu menjadi pusat bagi para pekerja yang bekerja pada pembangkit nuklir, pemilik restoran Atsushi Niizuma berdoa kepada ibunya yang terbunuh oleh gelombang tsunami.
"Saya ingin memberi tahu ibu, bahwa anak-anak saya, yang semuanya dekat dengannya, baik-baik saja. Saya datang ke sini untuk berterima kasih kepadanya bahwa keluarga kami hidup dengan aman," kata Niizuma, seperti dikutip AFP, Kamis 11 Maret 2021.
Sebelum berangkat kerja, dia diam-diam memberi penghormatan di monumen batu di kuil tepi pantai dengan ukiran nama ibunya, Mitsuko, dan 65 orang lainnya yang tewas dalam bencana tersebut.

Biksu mendoakan korban gempa dan tsunami. Foto: AFP
Pada gempa bumi, Mitsuko menjaga anak-anaknya. Anak-anak bergegas masuk ke dalam mobil tetapi Mitsuko tersapu ombak saat dia kembali ke rumah untuk mengambil barang-barang miliknya. “Butuh waktu sebulan untuk menemukan tubuhnya,” ucap pria berusia 47 tahun itu.
Kuil Akiba telah menjadi simbol ketahanan bagi para penyintas, karena hampir tidak rusak akibat tsunami. Sementara rumah-rumah di sekitarnya tersapu atau terbakar.