Letkol Heri sekolah di RSIS selama 2014-2015 bersama dengan beberapa rekan dari angkatan bersenjata Indonesia. Dia akhirnya meraih gelar Magister Studi Strategi dari RSIS yang merupakan bagian dari Nanyang Technological University (NTU).
Baca: Panglima TNI: 53 Awak KRI Nanggala-402 Gugur.
Sosok komandan berusia 42 tahun itu terekam jelas eks dosennya Anit Mukherjee. Dosen yang menjabat wakil kepala studi pascasarjana di RSIS itu, menilai Heri sebagai pemimpin alami dan prajurit yang teliti.
“Dia adalah pemimpin alami,” ujar Profesor Mukherjee, seperti dikutip The Straits Times, Senin 26 April 2021.
“Dia adalah seorang siswa pekerja keras dan berdedikasi yang berbicara dengan baik. Yang terpenting, dia rendah hati dan sangat bangga atas pengabdiannya kepada negaranya," tambah Prof Mukherjee.
"Setelah dia pergi, dia mengirimi kami email perpisahan dan berkata dia berharap untuk menghubungi kami lagi suatu hari nanti dalam kapasitas profesional,” ucapnya.
Uniknya, interaksi erat antara Profesor Mukherjee dengan Letkol Heri lebih banyak bukan di ruang kelas melainkan lapangan sepak bola. Keduanya kerap bermain dalam turnamen antara staf kampus melawan mahasiswa.
Bagi Profesor Mukherjee, Letkol Heri adalah jantung dan jiwa dari timnya. Sementara selama belajar hubungan sipil-militer komparatif, Letkol Heri menurut Mukherjee memberikan wawasan dan pengalamannya bertugas di Angkatan Laut Indonesia.
Hal serupa juga dirasakan oleh dosen Letkol Heri yang lain, Dr Bernard Loo. Loo mengingat mahasiswanya itu selalu berpakaian sopan dan rapi.
“Heri selalu datang dengan mengenakan celana panjang dan kemeja baru disetrika serta sepatu kulit. Padahal siswa kami biasanya datang dengan pakaian santai, seperti kaus obong atau celana pendek bermuda,” jelas Loo.
“Dia juga selalu memanggil saya ‘Sir’ atau Pak, walau saya sudah berulangkali mengatakan, ‘mahasiswa kami sudah biasa memanggil para dosen dengan nama depan kami’,” imbuh Loo.
Loo juga melontarkan pujian kepada anak bungsu dari empat bersaudara itu. "Dia ingin memaksimalkan pembelajarannya selama berada di sini. Dia selalu sangat sopan dan hormat, Anda dapat melihat bahwa teman-temannya sangat mengaguminya. Setelah kelas usai, dia selalu mendekati saya untuk diskusi lebih lanjut,” tambah Dr Loo.
KRI Nanggala-402 kandas pada 21 April dan hingga saat ini pencarian terhadap KRI Nanggala masih berlangsung. Beberapa angkatan laut negara sahabat memberikan bantuan, di antaranya Malaysia, Singapura, Australia, dan India serta Amerika Serikat (AS). Singapura pun mengirimkan kapal MV Swift Rescue untuk membantu pencarian.
Namun pencarian berakhir dengan duka. Panglima TNI Jenderal Marsekal Hadi Tjahanto pada Minggu 25 April, memastikan seluruh awak kapal KRI Nanggala-402 gugur.
Baca: Jokowi: Awak Nanggala-402 Patriot Penjaga Kedaulatan Negara.
Seperti staf dan alumni lain di RSIS, Prof Mukherjee mengetahui bahwa Letkol Heri Oktavian berada di kapal selam sekitar 24 jam setelah tersiar kabar bahwa KRI Nanggala-402 hilang.
"Kami berharap tanpa kepastian bahwa kru akan diselamatkan. Rekan-rekannya masih memproses keterkejutan dan trauma akan kehilangan ini. Rasanya seperti kehidupan dan karier yang menjanjikan terlalu cepat dipotong," kata Prof Mukherjee.
Saat staf dan fakultas terus berdamai dengan kematian Letkok Heri, Dr Loo menemukan kenyamanan dalam percakapan yang dia ingat dengan mantan mahasiswanya.
"Saya bertanya kepada Heri, 'Mengapa Anda bergabung dengan angkatan laut Indonesia', dan dia berkata: 'Saya jatuh cinta dengan angkatan laut dan laut,” sebut Loo.
“Saya berpikir bahwa bahkan pada saat-saat terakhir, dia meninggal karena melakukan apa yang paling dia sukai,” pungkas Loo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News