Pemerintah mengumumkan undang-undang di bawah kekuatan daruratnya pada Kamis, 11 Maret 2021 malam waktu setempat. Langkah ini diambil untuk mengatasi informasi yang salah seputar pandemi virus korona (covid-19).
UU ini akan mulai berlaku pada hari ini, Jumat, 12 Maret 2021. Di bawah hukum, mereka yang dinyatakan bersalah menerbitkan berita palsu akan membayar denda sebanyak USD24 ribu (setara Rp345,6 juta), atau hukuman penjara tiga tahun dengan denda harian sebesar USD243 (Rp3,5 juta).
Undang-undang serupa mulai berlaku pada April 2018 saat Perdana Menteri Najib Razak menghadapi pemilihan umum di tengah meningkatnya kritik atas perannya dalam skandal 1MDB. Kala itu, Najib kalah dalam pemilihan dan UU tersebut langsung dicabut bulan berikutnya.
Namun, pemerintahan Malaysia berantakan setahun lalu setelah adanya perebutan kekuasaan yang memungkinkan beberapa politisi dari partai yang kalah kembali berkuasa di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin.
Muhyiddin memiliki mayoritas tipis di Parlemen kala itu. Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa mereka terkejut dengan pemberlakuan undang-undang yang tiba-tiba.
Mereka mencatat bahwa berita palsu tidak didefinisikan dengan jelas dalam undang-undang tersebut.
"Ini membuka kemungkinan nyata pelecehan melalui penangkapan sewenang-wenang, penyelidikan dan tindakan hukum," kata Direktur Eksekutif Pusat Jurnalisme Independen (CIJ), Wathshlah Naidu, dilansir dari Al Jazeera.
"Kami mengantisipasi pengawasan lebih lanjut dan invasi privasi kami, sensor sewenang-wenang atas laporan media yang kritis dan tidak setuju, dan dengan demikian, serangan terhadap kebebasan media, dan tindakan keras yang tidak proporsional terhadap ucapan yang sah," imbuhnya.
Gerakan Media Merdeka (Geramm), yang mengkampanyekan kebebasan media, menggemakan kekhawatiran CIJ. Mereka mengatakan undang-undang tersebut belum diperdebatkan atau disetujui oleh parlemen, yang ditangguhkan ketika keadaan darurat diumumkan pada Januari.
"Tanpa definisi yang jelas tentang 'berita palsu', kami prihatin atas kemungkinan penyalahgunaan yang mungkin muncul," kata Geramm dalam sebuah pernyataan.
"Kami menegaskan kembali pendirian kami seperti yang dinyatakan sebelumnya dalam seruan kami terhadap Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 yang dirilis, untuk melawan berita palsu dengan fakta, bukan Kisah," tambah mereka.
Undang-undang tersebut mencakup teks, audio dan video dan juga berlaku untuk orang-orang di luar Malaysia meskipun mereka bukan warga Malaysia.
Sementara itu, kasus virus korona di negara itu telah berkurang dalam beberapa pekan terakhir. Pada Kamis kemarin, dilaporkan 1.647 kasus baru.
Negeri Jiran telah memulai program vaksinasi pada akhir Februari. PM Muhyiddin menjadi orang pertama yang menerima dosis vaksin di negara itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id