Petugas imigrasi Malaysia memeriksa penggunaan masker oleh warga di KLIA. Foto: AFP
Petugas imigrasi Malaysia memeriksa penggunaan masker oleh warga di KLIA. Foto: AFP

Kekhawatiran Merebak Usai Malaysia Keluarkan UU Baru Atasi Berita Palsu

Marcheilla Ariesta • 12 Maret 2021 15:05
Kuala Lumpur: Malaysia telah mengeluarkan undang-undang baru untuk menangani 'berita palsu' atau hoaks. Hal ini meningkatkan kekhawatiran baru mengenai kebebasan berbicara di Negeri Jiran.
 
Pemerintah mengumumkan undang-undang di bawah kekuatan daruratnya pada Kamis, 11 Maret 2021 malam waktu setempat. Langkah ini diambil untuk mengatasi informasi yang salah seputar pandemi virus korona (covid-19).
 
UU ini akan mulai berlaku pada hari ini, Jumat, 12 Maret 2021. Di bawah hukum, mereka yang dinyatakan bersalah menerbitkan berita palsu akan membayar denda sebanyak USD24 ribu (setara Rp345,6 juta), atau hukuman penjara tiga tahun dengan denda harian sebesar USD243 (Rp3,5 juta).

Undang-undang serupa mulai berlaku pada April 2018 saat Perdana Menteri Najib Razak menghadapi pemilihan umum di tengah meningkatnya kritik atas perannya dalam skandal 1MDB. Kala itu, Najib kalah dalam pemilihan dan UU tersebut langsung dicabut bulan berikutnya.
 
Namun, pemerintahan Malaysia berantakan setahun lalu setelah adanya perebutan kekuasaan yang memungkinkan beberapa politisi dari partai yang kalah kembali berkuasa di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin.
 
Muhyiddin memiliki mayoritas tipis di Parlemen kala itu. Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa mereka terkejut dengan pemberlakuan undang-undang yang tiba-tiba.
 
Mereka mencatat bahwa berita palsu tidak didefinisikan dengan jelas dalam undang-undang tersebut.
 
"Ini membuka kemungkinan nyata pelecehan melalui penangkapan sewenang-wenang, penyelidikan dan tindakan hukum," kata Direktur Eksekutif Pusat Jurnalisme Independen (CIJ), Wathshlah Naidu, dilansir dari Al Jazeera.
 
"Kami mengantisipasi pengawasan lebih lanjut dan invasi privasi kami, sensor sewenang-wenang atas laporan media yang kritis dan tidak setuju, dan dengan demikian, serangan terhadap kebebasan media, dan tindakan keras yang tidak proporsional terhadap ucapan yang sah," imbuhnya.
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan