Ilustrasi oleh Medcom.id.
Ilustrasi oleh Medcom.id.

5 Pandemi Terburuk di Dunia yang Pada Akhirnya Hilang

Fajar Nugraha • 18 September 2020 17:08
Jakarta: Dunia saat ini terkurung dalam pandemi virus korona (covid-19). Hingga detik ini, belum ada obat ataupun vaksin yang bisa menyembuhkannya.
 
Manusia yang tinggal berdekatan satu sama lain dan dengan hewan, seringkali dengan sanitasi dan nutrisi yang buruk, menyediakan tempat berkembang biak yang subur untuk penyakit. Tumbuhnya rute perdagangan luar negeri yang baru, menyebarkan infeksi baru itu jauh dan luas, menciptakan pandemi global pertama.
 
Berikut cara lima pandemi terburuk di dunia akhirnya berakhir seperti dikutip dari History:

1. Wabah Justinian

Tidak ada yang tersisa untuk mati karena wabah ini. Tiga dari pandemi paling mematikan dalam sejarah yang tercatat disebabkan oleh satu bakteri, Yersinia pestis, infeksi fatal atau dikenal sebagai wabah.

Wabah Yustinianus muncul di Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium, pada 541 M. Penyakit dibawa ke Laut Mediterania dari Mesir, tanah yang baru ditaklukkan sebagai penghormatan kepada Kaisar Justinian dalam bentuk biji-bijian. Kutu yang terserang wabah menumpang pada tikus hitam yang memakan biji-bijian.
 
Wabah tersebut menghancurkan Konstantinopel dan menyebar seperti api di Eropa, Asia, Afrika Utara, dan Arab yang menewaskan sekitar 30 hingga 50 juta orang, mungkin setengah dari populasi dunia.
 
“Orang tidak benar-benar memahami bagaimana melawannya selain mencoba menghindari orang sakit,” kata profesor sejarah di Universitas DePaul, Thomas Mockaitis.
 
“Mengenai bagaimana wabah itu berakhir, perkiraan terbaiknya adalah bahwa mayoritas orang yang berada dalam pandemi bertahan hidup, dan mereka yang selamat memiliki kekebalan,” ujarnya.

2. Kematian Hitam, Penemuan Karantina

Wabah tidak pernah benar-benar hilang, dan ketika kembali 800 tahun kemudian, wabah itu membunuh dengan sopradis. The Black Death, yang melanda Eropa pada tahun 1347, merenggut 200 juta nyawa hanya dalam empat tahun.
 
“Mengenai cara menghentikan penyakit, orang masih belum memiliki pemahaman ilmiah tentang penularan. Tetapi mereka tahu bahwa itu ada hubungannya dengan kedekatan,” kata Mockaitis.
 

Itulah mengapa para pejabat yang berpikiran maju di kota pelabuhan Ragusa yang dikendalikan Venesia memutuskan untuk mengisolasi para pelaut yang baru tiba sampai mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak sakit.
 
Pada awalnya, para pelaut ditahan di kapal mereka selama 30 hari, yang dalam hukum Venesia dikenal sebagai trentino. Seiring berjalannya waktu, Venesia meningkatkan isolasi paksa menjadi 40 hari atau karantino, asal kata karantina dan dimulainya praktiknya di dunia Barat.
 
“Itu pasti berpengaruh,” ucap Mockaitis.

3. Wabah Besar London, Isolasi Orang Sakit

London tidak pernah benar-benar beristirahat setelah Black Death. Wabah muncul kembali kira-kira setiap 10 tahun dari 1348 hingga 1665. 40 wabah hanya dalam waktu 300 tahun. Setiap muncul wabah baru, 20 persen populasi yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal di ibu kota Inggris itu, terbunuh.
 
Pada awal 1500-an, Inggris memberlakukan undang-undang pertama untuk memisahkan dan mengisolasi orang sakit. Rumah warga yang terserang wabah ditandai dengan jerami yang digantung di tiang di luar.
 
Jika seorang warga telah menginfeksi anggota keluarga, maka dia harus membawa tiang putih saat pergi ke tempat umum. Kucing dan anjing diyakini membawa penyakit tersebut, kemudian terjadilah pembantaian besar-besaran terhadap ratusan ribu hewan.
 

 
Wabah Besar 1665 adalah yang terakhir dan salah satu wabah terburuk selama berabad-abad, menewaskan 100.000 warga London hanya dalam tujuh bulan. Semua hiburan publik dilarang dan para korban dikurung secara paksa di rumah mereka untuk mencegah penyebaran penyakit. Salib merah dilukis di pintu mereka bersama dengan permohonan pengampunan: "Tuhan kasihanilah kami."
 
Betapa kejamnya mengurung orang sakit di rumah mereka dan menguburkan orang mati di kuburan massal, itu mungkin satu-satunya cara untuk mengakhiri wabah besar terakhir.

4. Cacar, Penyakit dari Eropa yang merusak dunia baru

Cacar merupakan penyakit endemik di Eropa, Asia dan Arab selama berabad-abad, ancaman terus-menerus yang menewaskan tiga dari sepuluh orang yang terinfeksi dan meninggalkan sisanya dengan bekas luka. Namun tingkat kematian di Dunia Lama tidak seberapa dibandingkan dengan kehancuran yang ditimbulkan pada populasi asli di Dunia Baru ketika virus cacar tiba di abad ke-15 dengan penjelajah Eropa pertama.
 
Penduduk asli Meksiko modern dan Amerika Serikat tidak memiliki kekebalan alami terhadap cacar dan virus membasmi mereka hingga puluhan juta jiwa.
 
“Belum pernah ada pembunuhan dalam sejarah manusia yang menyamai apa yang terjadi di Amerika. 90 hingga 95 persen populasi pribumi musnah selama satu abad,” kata Mockaitis.
 
“Meksiko berubah dari 11 juta orang sebelum penaklukan menjadi satu juta,” imbuhnya.
 

 
Berabad-abad kemudian, cacar menjadi epidemi virus pertama yang diakhiri dengan vaksin. Pada akhir abad ke-18, seorang dokter Inggris bernama Edward Jenner menemukan bahwa pemerah susu yang terinfeksi virus yang lebih ringan yang disebut cacar sapi tampaknya kebal terhadap cacar. Jenner terkenal menyuntik putra tukang kebunnya yang berusia 9 tahun dengan cacar sapi dan kemudian memaparkannya dengan virus cacar. Bocah itu tidak menunjukkan tanpa efek sakit.
 
“Kehancuran cacar yang menjadi momok paling mengerikan dari spesies manusia, harus menjadi hasil akhir dari praktik ini,” tulis Jenner pada 1801.
 
Dan dia benar. Butuh waktu hampir dua abad lagi, tetapi pada tahun 1980 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa cacar telah sepenuhnya diberantas dari muka bumi.

5. Kolera, Kemenangan untuk Riset Kesehatan Masyarakat

Pada awal hingga pertengahan abad ke-19, kolera mewabahi Inggris, menewaskan puluhan ribu orang. Teori ilmiah yang berlaku saat itu mengatakan bahwa penyakit itu disebarkan melalui udara kotor yang dikenal sebagai racun. Tetapi seorang dokter Inggris bernama John Snow mencurigai bahwa penyakit misterius, yang menewaskan korbannya dalam beberapa hari setelah gejala pertama, bersembunyi di air minum London.
 

 
Snow bertindak seperti Sherlock Holmes, menyelidiki catatan rumah sakit dan laporan kamar mayat untuk melacak lokasi tepat wabah mematikan. Dia membuat grafik geografis kematian akibat kolera selama 10 hari dan menemukan sekelompok 500 infeksi fatal di sekitar pompa Broad Street, sumur kota yang populer untuk air minum.
 
"Segera setelah saya mengetahui situasi dan tingkat gangguan kolera ini, saya curiga ada kontaminasi air dari pompa jalanan yang paling sering dikunjungi di Broad Street," tulis Snow.
 
Dengan usaha keras, Snow meyakinkan para pejabat setempat untuk melepaskan pegangan pompa di Broad Street untuk minum dengan baik, membuatnya tidak dapat digunakan, dan seperti sihir, infeksi mengering.
 
Pekerjaan Snow tidak menyembuhkan kolera dalam semalam, tetapi akhirnya mengarah pada upaya global untuk meningkatkan sanitasi perkotaan dan melindungi air minum dari kontaminasi.
 
Meskipun kolera sebagian besar telah dibasmi di negara maju, kolera masih menjadi pembunuh yang terus-menerus di negara dunia ketiga. Mereka umumnya tidak memiliki pengolahan limbah yang memadai dan akses ke air minum bersih.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan