3. Kudeta 1988
Meski ‘dipenjara’ oleh kediktatoran militer, protes menentang pemerintah masih terus terjadi. Pada 1988, pedemo yang resah dengan kondisi ekonomi dan tekanan dari pemerintah melakukan aksi protes.
Protes di seluruh negari yang dikenal dengan ‘Perlawanan 8888’, berakhir dengan tentara yang menewaskan ribuan pedemo. Jenderal Saw Maung kemudian melakukan kudeta dan membentuk Dewan Restorasi Kepatuhan Hukum (SLORC).
Pada 1989 SLORC menerapkan darurat militer mencegah protes yang meluas. Pemerintahan militer kemudian melakukan finalisasi pemilu parlemen pada 31 Mei 1989. SLORC pun mengubah nama resmi negara dari Republik Sosialis Bersatu Burma menjadi Myanmar pada 18 Juni 1989.
Mei 1990, pemerintah junta melakukan pemilu untuk pertama kali dalam 30 tahun. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang mengusung Aung San Suu Kyi, menang dalam pemilu.
Partai Suu Kyi saat itu memenangkan 392 dari 492 kursi parlemen atau sekitar 80 persen. Namun junta militer menolak untuk memberikan kekuasaan dan melanjutkan pemerintahan sebagai SLORC hingga 1997 dan kemudian berlanjut sebagai Dewan Pembangunan dan Perdamaian Negara (SPDC) hingga pada pembubarannya pada Maret 2011.
Mulai 2008, Myanmar memulai proses reformasi dengan pemerintah melakukan referendum konstitusi. Sebagai bagian dari reformasi, nama resmi negara diubah menjadi Republik Kesatuan Myanmar.
Pemilu pun dilakukan pada 2010. Saat itu Partai Union Solidarity and Development yang merupakan kepanjangan tangan militer, mengklaim menang pemilu hingga 80 persen suara. Tetapi kelompok pro-demokrasi menentang hasil pemilu karena curiga banyak kecurangan. 30 Maret 2011 pun junta militer dibubarkan namun kekuasaan mereka masih tetap kental di Myanmar.
Pemilu Myanmar kemudian dilakukan lagi pada 8 November 2015. Ini adalah pemilu terbuka pertama yang berlangsung di Myanmar. Hasilnya, NLD menang dengan suara absolut di parlemen, cukup untuk membawa kandidatnya maju sebagai presiden.
Aung San Suu Kyi pun didapuk menjadi pemimpin baru Myanmar, tetapi karena konstitusi Myanmar yang membuatnya dijegal untuk menjabat presiden. Pada 15 Maret 2016 Htin Kyaw dipilih sebagai presiden non-militer Myanmar pertama sejak 1962. Pada 6 April 2016, jabatan baru State Counsellor atau konsuler dibuat untuk Aung San Suu Kyi. Jabatan ini setara dengan perdana menteri.
Halaman Selanjutnya
4. Kudeta 2021 Pada…