Nantinya, Singapura tidak akan menetapkan target nol penularan. Aturan karantina bagi wisatawan juga akan dicabut, dan kontak-kontak dekat individu tidak perlu menjalani isolasi mandiri.
Selain itu, Singapura juga tidak akan lagi merilis data kasus harian Covid-19. Namun warga mungkin masih harus menjalani tes Covid-19 saat memasuki toko atau perkantoran.
Jajaran menteri senior Singapura menyebut rencana ini sebagai "kenormalan baru" dari skema "hidup bersama Covid."
"Kabar buruknya adalah, Covid-19 mungkin tidak akan pernah hilang. Berita baiknya adalah, kita mungkin dapat hidup normal bersamanya," tulis Menteri Perdagangan Singapura Gan Kim Yong, Menteri Keuangan Lawrence Wong, dan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung dalam sebuah editorial di Straits Times pekan ini.
"Virus (Covid-19) akan terus bermutasi dan bertahan di tengah masyarakat kita," sambung mereka.
Baca: Singapura Prediksi Pandemi Covid-19 Berakhir 4-5 Tahun Lagi
Tidak Ada Target Nol Transmisi
Seperti sebagian besar negara lainnya, Singapura mencapai puncak transmisi Covid-19 tahun lalu, yakni 600 infeksi harian pada pertengahan April 2020. Sejak saat itu, Covid-19 tidak pernah melonjak tajam lagi di Singapura.
Namun, negara berpenduduk 5,7 juta jiwa itu -- sedikit lebih besar dari kota Sydney -- mencatat infeksi harian Covid-19 di angka 20 hingga 30. Untuk angka kematian akibat Covid-19, Singapura mencatat angka total 35 sejak awal pandemi.
Dalam pengendalian Covid-19, Singapura memberlakukan pengendalian perbatasan yang ketat terhadap hampir semua negara. Pengendalian ini termasuk tes Covid-19 di waktu ketibaan, karantina hotel, dan perintah tinggal di dalam rumah (stay-at-home).
Semua aturan itu mungkin akan dicabut jika rencana menteri Kung, Yong, dan Wong benar-benar diterapkan. Ketiganya merupakan bagian dari gugus tugas pengendalian Covid-19 Singapura.
"Setiap tahunnya, banyak orang sakit flu. Sebagian besar dari mereka sembuh tanpa perlu dirawat di rumah sakit, atau pulih dengan hanya meminum obat seadanya atau bahkan hanya beristirahat. Namun kelompok minoritas, terutama orang lanjut usia atau yang memiliki penyakit bawaan, dapat menjadi sangat sakit, dan beberapa dari mereka meninggal," ucap ketiga menteri.
"Kita tidak dapat menghapus hal tersebut, tapi kita dapat mengubah pandemi menjadi sesuatu yang tidak terlalu mengancam, seperti influenza atau cacar air. Kita dapat melanjutkan kehidupan seperti biasa," sambung mereka.
Vaksinasi dan Pengurangan Pembatasan
Vaksinasi Covid-19 adalah kunci dalam mewujudkan visi ketiga menteri tersebut. Skema ketiganya tidak dapat dijalankan kecuali jika lebih banyak warga Singapura telah divaksinasi.
Singapura berencana memvaksinasi dua per tiga populasinya dengan setidaknya satu dosis vaksin dalam beberapa pekan ke depan. Dua per tiga warga itu diproyeksikan sudah divaksinasi menyeluruh pada awal Agustus.
Vaksinasi menyeluruh bukan jaminan bebas Covid-19, karena Singapura masih mencatat kasus baru dari mereka yang telah menerima dua dosis vaksin. Namun dari semua kasus itu, tidak ada satu pun yang mengalami gejala serius.
Ketiga menteri mengatakan kondisi semacam itu, di saat warga yang sudah divaksinasi dapat tetap terinfeksi Covid-19, mungkin akan terus berlanjut di masa mendatang.
Mengenai tes Covid-19, ketiga menteri menyarankan agar prosedurnya dipermudah dan dipercepat. Mereka bahkan menginginkan semacam tes mandiri untuk menggantikan metode swab yang banyak dikeluhkan warga karena terasa tidak nyaman di hidung dan tenggorokan.
"Pada waktunya nanti, bandara, pelabuhan, perkantoran, mal, rumah sakit, dan institusi medis dapat menggunakan alat-alat tes (selain swab) untuk memeriksa staf dan pengunjung," tuur ketiga menteri.
Dalam bayangan ketiganya, warga Singapura yang terinfeksi Covid-19 dapat pulih dengan sendirinya di rumah karena gejala penyakitnya relatif ringan. Karena sebagian besar kasus Covid-19 di Singapura akan menjadi relatif ringan, menurut bayangan ketiga menteri, maka pelacakan kontak dan karantina juga tidak terlalu dibutuhkan lagi.
Perubahan besar lainnya yang diinginkan ketiga menteri adalah penghentian laporan kasus harian Covid-19.
"Alih-alih memonitor infeksi Covid-19 pada setiap harinya, kami akan fokus terhadap hasilnya: berapa banyak yang mengalami gejala berat, berapa banyak yang dirawat di unit perawatan intensif, berapa banyak yang membutuhkan oksigen, dan lain-lain," tutur ketiganua.
"Nantinya ini akan seperti memonitor influenza," lanjut mereka.
Akhir kata, ketiga menteri menekankan bahwa Singapura belum bisa menerapkan rencana tersebut. Untuk saat ini, berbagai pembatasan Covid-19 di Singapura tetap diberlakukan seperti biasa.
"Tapi road map transit menuju kenormalan baru sudah terlihat. Sejarah menunjukkan bahwa setiap pandemi pada akhirnya akan berakhir," pungkas ketiga menteri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News