Dalam sesi wawancara di siniar Shindu's Scoop, Tantri menyampaikan bahwa selama ini para penyanyi tidak memiliki asosiasi resmi yang membela kepentingan mereka secara langsung. Kehadiran VISI menjadi langkah awal untuk menjembatani kebutuhan tersebut.
Baca juga: Melihat Hak Cipta dalam Konteks Musik Hari Ini |
"Kalau dari aku sih ngomongin VISI berarti ngomongin pelaku pertunjukan kan ya. Kemarin tuh Kang Armand Maulana dan teman-teman yang ada di VISI tuh ngerasa kita harus butuh Asosiasi yang memang untuk melindungi para penyanyi, karena selama ini ternyata berpuluh-puluh tahun itu nggak ada Asosiasi," ungkap Tantri.
Ia juga menyinggung perdebatan antara sistem lisensi langsung (direct license) dan lisensi menyeluruh (blanket license), yang sempat menjadi polemik di kalangan pelaku musik.
Bagi Tantri, diskusi tersebut bukan soal siapa yang benar atau salah, melainkan soal bagaimana membangun ekosistem musik yang sehat dan adil bagi semua pihak, baik bagi penyanyi dan juga pencipta lagu.
Baca juga: Memahami Pencipta Lagu dan Dari Mana Mereka Mendapatkan Uang |
"Kemarin kan sempet ada perbedaan pendapat yang harus direct license atau blanket license. Kalau dari penyanyi sendiri kita tuh mikir bagaimana caranya ekosistem musik itu berjalan dengan baik semuanya, bukan hanya penyanyi atau pencipta lagu. Kalau bisa semuanya, karena ini kan memang sinergi yang sama dalam membuat sebuah karya satu buah lagu," tuturnya.
Tantri pun menyebut bahwa meskipun terdapat perbedaan pendapat antara pihak VISI dan AKSI, keduanya memiliki tujuan yang sebetulnya sama.
"Sebenernya, menurutku walaupun beda pendapat tapi tujuannya sama sebenarnya antara VISI dan juga AKSI. Jadi kan tujuannya memang ingin memberikan kesejahteraan sebenarnya untuk pencipta lagu dan juga penyanyinya," lanjutnya.
Dalam pernyataannya, Tantri juga menyinggung permasalahan terkait Lembaga Manajemen Kolektif Musik (LMKM) yang hingga kini dinilai belum transparan dalam tata kelola. Ia mengaku pernah merasa menjadi “korban” dalam kasus ini.
"Kasus ini kita kan juga sempat bisa dibilang jadi salah satu korban lah ya, yang memang bermasalah itu balik ada di LMKM. Tata kelola dan transparansinya belum jelas," ucap Tantri.
"Banyak Event organizer yang memang tidak tersosialisasi dengan baik adanya perfoming rights (yang telah berlaku dari 2014). Sampai akhirnya baru-baru ini mereka nanya, 'Emang ini kita harus bayar ke WAMI ya?,'" sambungnya.
Baca juga: Memahami Hak Moral dan Hak Ekonomi dalam Karya Musik |
Tantri berharap agar ke depannya LMKM bisa lebih terbuka dan transparan dalam pengelolaan hak dan royalti. Jika memang ada pihak yang menginginkan skema direct license, seperti yang diusulkan AKSI, maka prosesnya harus dilakukan secara legal dan sesuai prosedur.
"Harapan kita sebenarnya dari LMKM lebih transparan. Kalaupun dari pihak AKSI ingin mengajukan Direct License, ya diajukan secara benar sampai ketok palu," tegasnya.
"Tapi kalau kita dari VISI sendiri sih memang mengikuti aturan yang berlaku saat ini," tutup Tantri.
Simak wawancara eksklusif KOTAK selengkapnya di bawah ini:
(Basuki Rachmat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News