YOUR FASHION
Diplomasi Fashion dalam Meraih Pasar Mode Global Lewat PINTU Incubator
Aulia Putriningtias
Senin 25 Agustus 2025 / 16:55
Jakarta: Fashion bukan hanya sekadar produk, tetapi merupakan narasi budaya. Hadirnya anggapan ini menjadi langkah berani untuk Indonesia dalam mencapai titik dikenalnya pada kancah global, salah satunya melalui PINTU Incubator.
Indonesia masih terus berusaha agar namanya melekat di ruang dunia. Salah satunya melalui fashion, yang membawa wastra lokal untuk unjuk gigi di hadapan berbagai pagelaran ternama dunia. Inilah yang dilakukan oleh PINTU Incubator sejak tahun 2022, dengan bekerja sama dengan negara Prancis.
Baca juga: JF3 2025 Recrafted: A New Vision, Ketika Indonesia Menjadi Sorotan Dunia
PINTU Incubator merupakan program kolaborasi antara LAKON Indonesia dan Kedutaan Besar Prancis melalui Institut Francais d'Indonesie (IFI), yang dirancang oleh kreatif muda Indonesia dan Prancis serta UMKM di bidang fashion.
Dalam 3 tahun, PINTU telah menjaring lebih dari 10 ribu brand yang tertarik, memilih 51 peserta terinkubasi, dan melibatkan 86 mentor ahli, termasuk 33 dari Prancis.
(PINTU Incubator. Video: Dok. Instagram resmi PINTU Incubator/@pintu_incubator)
Pada 29 Mei 2025, penyebutan PINTU Incubator dalam pidato Presiden Emmanuel Macron di Candi Borobudur bukan hanya sebagai apresiasi semata. Namun, hadirnya pengakuan dan juga simbol nyata yang Indonesia dapat lakukan sebagai diplomasi budaya melalui fashion.
"Itu (penyebutan PINTU dalam pidato) bukan hanya apresiasi terhadap program, melainkan simbol bahwa diplomasi budaya mampu menyatukan dua bangsa," kata Thresia Mareta selaku Co-Initiator PINTU Incubator sekaligus Founder LAKON Indonesia kepada tim Medcom.id dalam wawancara ekslusif, 20 Agustus 2025.
Mungkin tak sedikit orang menganggap bahwa fashion adalah hal biasa dan tidak berdampak. Namun, Thresia mengungkapkan pikirannya bahwa fashion dapat menjadi sebuah 'bahasa diplomasi', di mana hal ini dapat mewakili sebagai identitas, keberlanjutan, hingga masa depan sebuah negara.
"Jika kita konsisten, fashion bisa menjadi alat yang powerful bagi Indonesia untuk hadir di panggung dunia, bukan sekadar tren sesaat," lanjut Thresia.
Thresia Mareta membuktikan bahwa fashion Indonesia dapat dibawa ke kancah pasar mode global yang lebih cerah. PINTU Incubator bukan hanya sebuah inkubasi desainer semata. Namun, adanya kurasi yang memiliki aspek-aspek tertentu untuk bisa bertahan, hingga berjalan tampil di pagelaran dunia.
Berbicara tentang PINTU Incubator, desainer perlu melewati setidaknya tiga tahap yang tak main-main ketatnya. Pertama, mulai dari penilaian kualitas produk, ide konsep, serta rangkaian model bisnis (bussiness plan and model). Ya, bukan hanya sekadar ide, tetapi bagaimana membentuk sebuah ekosistem industri mode.
Tahap ini juga perlu dilalui oleh beberapa kurator lintas profesi seperti Thresia Mareta, Charlotte Esnou, Susan Budihardjo, Véronique Marinho, dan Lydia Kartawidjaja.
Jadi, desainer tak hanya dinilai berdasarkan ide menarik, tetapi bagaimana mereka dapat bertahan di industri mode melalui berbagai era jatuh dan bangun.
(PINTU Incubator merupakan program kolaborasi antara LAKON Indonesia dan Kedutaan Besar Perancis melalui Institut Francais d'Indonesie (IFI), yang dirancang oleh kreatif muda Indonesia dan Prancis serta UMKM di bidang fashion. Video: Dok. Instagram resmi PINTU Incubator/@pintu_incubator)
"Pemilihan ini kami tidak hanya berfokus pada tren saja, melainkan didasarkan pada hasil inkubasi yang meliputi berbagai aspek penilaian seperti orisinalitas desain, kualitas produksi, nilai keberlanjutan, serta kesiapan untuk menghadapi pasar internasional" ungkap Thresia.
Pada tahap kedua, bagi para desainer yang terpilih untuk tampil di JF3 Fashion Festival, perjalanan ini belum berakhir. Pada tahap ini, para desainer akan dinilai berdasarkan profesionalitas presentasi dan relevansinya dengan tren global.
Paris Trade Show adalah salah satu pagelaran dunia di Prancis yang dinanti-nantikan, terutama bagi desainer-desainer PINTU Incubator.
Pada tahap ini, aspek yang dinilai mencakup desain, identitas brand, komunikasi visual, kesesuaian koleksi dengan pasar global, strategi harga, hingga kapasitas produksi internasional.
Selain nama-nama kurator di atas, proses ini diperkuat oleh kurator internasional dari berbagai latar belakang industri mode, termasuk Sylvie Pourrat (Director of WSN Premiere Classe), Pascaline Wilhelm (School Director of ENAMOMA), Alain Soreil (School Director of École Duperré), Mathieu Buard (Professor in Fashion Curator & Advisor), Frédérique Gerardin (General Delegate of the Strategic Committee for the Fashion and Luxury Industry/CSF), Amedi Nacer (Head of Thierry Fonlupt Establishment) hingga para desainer Prancis dan Indonesia.
"Dengan sistem seleksi berlapis ini, PINTU Incubator tidak hanya mencetak desainer berbakat, tetapi juga melahirkan brand dengan fondasi kuat untuk bersaing dan bertahan di kancah global," jelas Thresia.
Pada JF3 Fashion Festival 2025, PINTU Incubator berhasil melakukan kurasi terhadap enam desainer lokal yang berbakat.
Mulai dari Nona Rona, CLV, Denim It Up, Dya Sejiwa, Rizkya Batik, dan Lil Public. Keenam dari mereka mempresentasikan 6-10 koleksi karya mereka dalam satu jenama "Echoes of the Future".
Para enam desainer lokal terpilih juga berada di panggung dan tema yang sama dengan École Duperré Paris, salah satu institusi seni dan mode terkemuka di Prancis. Kolaborasi ini melibatkan Bjorn Backes, Mathilde Reneaux, dan Pierre Pinget.
Melalui kurasi ketat dengan berbagai kurator, tahun ini, Lil Public dan Denim It Up sebagai perwakilan desainer asal Indonesia sekaligus masuk ke dalam bagian PINTU Incubator, berhasil lolos untuk menampilkan lebih jauh hasil karya mereka di Paris Trade Show Oktober 2025 ini.

(Co-Initiator PINTU Incubator sekaligus Founder LAKON Indonesia, Thresia Mareta mengatakan, "Itu (pidato Presiden Emmanuel Macron di Candi Borobudur dan penyebutan PINTU dalam pidato) bukan hanya apresiasi terhadap program, melainkan simbol bahwa diplomasi budaya mampu menyatukan dua bangsa." Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Sebagai bagian dari penguatan kerja sama internasional, PINTU menandatangani MoU kerja sama dengan École Duperré Paris, salah satu institusi seni dan mode terkemuka di Prancis. Hal ini semakin menunjukkan perannya sebagai program bilateral yang strategis mendukung kreator muda dua negara yaitu Indonesia dan Prancis.
Program bilateral ini melahirkan tonggak baru bagi PINTU dengan menghadirkan Residency Program bagi para desainer muda asal Prancis.
Residency Program sendiri akan berfokus terhadap bagaimana para desainer luar mengeksplorasi, mulai dari mengenal wastra lokal, berinteraksi langsung dengan para artisan lokal, hingga bagaimana mengeksekusi menjadi sebuah karya.
Residency Program tahun ini dilakukan selama tiga bulan, dengan mempelajari teknik batik di Jawa dan eksplorasi tenun tradisional di wilayah timur Indonesia.
Thresia Mareta mengungkapkan bahwa alasan kuat PINTU menghadirkan ini adalah bagaimana program tersebut bisa menjadi media dalam memperdalam kolaborasi lintas budaya.
"Melalui program ini mereka langsung bekerja dengan para artisan dan melakukan proses kreatif bersama. Mereka bukan hanya mendapat pelatihan teknis, tapi juga mendapatkan pengalaman profesional dan personal," tuturnya.
Tahun ini, dua desainer muda Prancis yang terpilih adalah Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud. Keduanya berkesempatan melakukan program magang di LAKON Indonesia, berkolaborasi menciptakan koleksi lintas budaya yang nantinya akan dipresentasikan di LAKON Store dan ajang bergengsi Premiere Classe Paris.
Konsistensi adalah kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan fashion Indonesia. Bukan hanya berlomba-lomba persoalan ide, tetapi bagaimana membangun ekosistem industri mode yang dapat tahan dengan berbagai hal, baik yang bisa diprediksi maupun tidak.
Thresia memaparkan ketahanan tak diprediksi ini melalui pandemi covid-19 tahun 2020 lalu. Banyaknya sektor ambruk dan tidak bertahan di Indonesia, salah satunya adalah fashion. Thresia melalui LAKON Indonesia yang menerapkan pembangunan ekosistem fashion ini, berhasil melalui badai tersebut secara nyata.
Inilah yang diinginkan oleh PINTU dalam melakukan ketatnya kurasi desainer-desainer lokal tersebut. Terutama, di tengah zaman serba modern, hasil lah yang akan berbicara lebih lantang dibanding konten atau popularitas semu.
"Kerja nyata inilah yang wajib diwujudkan seluruh ‘pelakon’ dunia fashion Tanah Air agar budaya tetap terjaga kelestariannya dan mampu dicintai juga oleh masyarakat internasional," ucap Thresia.
"Visi besar PINTU adalah menjadikannya sebagai program inkubasi fashion yang visioner dengan fondasi keberlanjutan, inovasi, dan kolaborasi lintas budaya," lanjutnya.
PINTU dirancang bukan sebagai program singkat, melainkan suatu proses 'long-term continuous' yang berkelanjutan dalam memupuk dan menguatkan industri fashion Indonesia. Melalui landasan itu, berbagai inisiatif besar dapat dibangun secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan konsistensi ini, PINTU diharapkan mampu menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kuat dalam peta industri fashion internasional di masa depan. Namun, ini bukan hanya soal bagaimana hanya PINTU yang akan meraihnya.
Baca juga: Residency Program, Langkah Nyata PINTU Incubator Jembatani Kreativitas Prancis-Indonesia
Ya. Bukan hanya itu, konsistensi ini diharapkan juga akan membawa inspirasi bagi desainer-desainer lokal Indonesia lainnya yang tak terjaring PINTU, untuk melangkah lebih berani dalam memperkenalkan fashion Indonesia ke kancah dunia. Bukan hanya sekadar perang ide, tetapi menciptakan ekosistem yang sistematis dan berkelanjutan.
(PINTU Incubator perkuat kolaborasi kreatif Indonesia–Prancis via Residency Program. Video: YouTube Metro TV)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Indonesia masih terus berusaha agar namanya melekat di ruang dunia. Salah satunya melalui fashion, yang membawa wastra lokal untuk unjuk gigi di hadapan berbagai pagelaran ternama dunia. Inilah yang dilakukan oleh PINTU Incubator sejak tahun 2022, dengan bekerja sama dengan negara Prancis.
Baca juga: JF3 2025 Recrafted: A New Vision, Ketika Indonesia Menjadi Sorotan Dunia
PINTU Incubator merupakan program kolaborasi antara LAKON Indonesia dan Kedutaan Besar Prancis melalui Institut Francais d'Indonesie (IFI), yang dirancang oleh kreatif muda Indonesia dan Prancis serta UMKM di bidang fashion.
Dalam 3 tahun, PINTU telah menjaring lebih dari 10 ribu brand yang tertarik, memilih 51 peserta terinkubasi, dan melibatkan 86 mentor ahli, termasuk 33 dari Prancis.
Meraih pengakuan dari Presiden Prancis Emmanuel Macron
(PINTU Incubator. Video: Dok. Instagram resmi PINTU Incubator/@pintu_incubator)
Pada 29 Mei 2025, penyebutan PINTU Incubator dalam pidato Presiden Emmanuel Macron di Candi Borobudur bukan hanya sebagai apresiasi semata. Namun, hadirnya pengakuan dan juga simbol nyata yang Indonesia dapat lakukan sebagai diplomasi budaya melalui fashion.
"Itu (penyebutan PINTU dalam pidato) bukan hanya apresiasi terhadap program, melainkan simbol bahwa diplomasi budaya mampu menyatukan dua bangsa," kata Thresia Mareta selaku Co-Initiator PINTU Incubator sekaligus Founder LAKON Indonesia kepada tim Medcom.id dalam wawancara ekslusif, 20 Agustus 2025.
Mungkin tak sedikit orang menganggap bahwa fashion adalah hal biasa dan tidak berdampak. Namun, Thresia mengungkapkan pikirannya bahwa fashion dapat menjadi sebuah 'bahasa diplomasi', di mana hal ini dapat mewakili sebagai identitas, keberlanjutan, hingga masa depan sebuah negara.
"Jika kita konsisten, fashion bisa menjadi alat yang powerful bagi Indonesia untuk hadir di panggung dunia, bukan sekadar tren sesaat," lanjut Thresia.
Dibuktikan dengan menghadirkan PINTU Incubator sejak 2022
Thresia Mareta membuktikan bahwa fashion Indonesia dapat dibawa ke kancah pasar mode global yang lebih cerah. PINTU Incubator bukan hanya sebuah inkubasi desainer semata. Namun, adanya kurasi yang memiliki aspek-aspek tertentu untuk bisa bertahan, hingga berjalan tampil di pagelaran dunia.
Berbicara tentang PINTU Incubator, desainer perlu melewati setidaknya tiga tahap yang tak main-main ketatnya. Pertama, mulai dari penilaian kualitas produk, ide konsep, serta rangkaian model bisnis (bussiness plan and model). Ya, bukan hanya sekadar ide, tetapi bagaimana membentuk sebuah ekosistem industri mode.
Tahap ini juga perlu dilalui oleh beberapa kurator lintas profesi seperti Thresia Mareta, Charlotte Esnou, Susan Budihardjo, Véronique Marinho, dan Lydia Kartawidjaja.
Jadi, desainer tak hanya dinilai berdasarkan ide menarik, tetapi bagaimana mereka dapat bertahan di industri mode melalui berbagai era jatuh dan bangun.
(PINTU Incubator merupakan program kolaborasi antara LAKON Indonesia dan Kedutaan Besar Perancis melalui Institut Francais d'Indonesie (IFI), yang dirancang oleh kreatif muda Indonesia dan Prancis serta UMKM di bidang fashion. Video: Dok. Instagram resmi PINTU Incubator/@pintu_incubator)
"Pemilihan ini kami tidak hanya berfokus pada tren saja, melainkan didasarkan pada hasil inkubasi yang meliputi berbagai aspek penilaian seperti orisinalitas desain, kualitas produksi, nilai keberlanjutan, serta kesiapan untuk menghadapi pasar internasional" ungkap Thresia.
Pada tahap kedua, bagi para desainer yang terpilih untuk tampil di JF3 Fashion Festival, perjalanan ini belum berakhir. Pada tahap ini, para desainer akan dinilai berdasarkan profesionalitas presentasi dan relevansinya dengan tren global.
Paris Trade Show adalah salah satu pagelaran dunia di Prancis yang dinanti-nantikan, terutama bagi desainer-desainer PINTU Incubator.
Pada tahap ini, aspek yang dinilai mencakup desain, identitas brand, komunikasi visual, kesesuaian koleksi dengan pasar global, strategi harga, hingga kapasitas produksi internasional.
Selain nama-nama kurator di atas, proses ini diperkuat oleh kurator internasional dari berbagai latar belakang industri mode, termasuk Sylvie Pourrat (Director of WSN Premiere Classe), Pascaline Wilhelm (School Director of ENAMOMA), Alain Soreil (School Director of École Duperré), Mathieu Buard (Professor in Fashion Curator & Advisor), Frédérique Gerardin (General Delegate of the Strategic Committee for the Fashion and Luxury Industry/CSF), Amedi Nacer (Head of Thierry Fonlupt Establishment) hingga para desainer Prancis dan Indonesia.
"Dengan sistem seleksi berlapis ini, PINTU Incubator tidak hanya mencetak desainer berbakat, tetapi juga melahirkan brand dengan fondasi kuat untuk bersaing dan bertahan di kancah global," jelas Thresia.
Pada JF3 Fashion Festival 2025, PINTU Incubator berhasil melakukan kurasi terhadap enam desainer lokal yang berbakat.
Mulai dari Nona Rona, CLV, Denim It Up, Dya Sejiwa, Rizkya Batik, dan Lil Public. Keenam dari mereka mempresentasikan 6-10 koleksi karya mereka dalam satu jenama "Echoes of the Future".
Para enam desainer lokal terpilih juga berada di panggung dan tema yang sama dengan École Duperré Paris, salah satu institusi seni dan mode terkemuka di Prancis. Kolaborasi ini melibatkan Bjorn Backes, Mathilde Reneaux, dan Pierre Pinget.
Melalui kurasi ketat dengan berbagai kurator, tahun ini, Lil Public dan Denim It Up sebagai perwakilan desainer asal Indonesia sekaligus masuk ke dalam bagian PINTU Incubator, berhasil lolos untuk menampilkan lebih jauh hasil karya mereka di Paris Trade Show Oktober 2025 ini.
Memperkuat misi dengan hadirnya Residency Program

(Co-Initiator PINTU Incubator sekaligus Founder LAKON Indonesia, Thresia Mareta mengatakan, "Itu (pidato Presiden Emmanuel Macron di Candi Borobudur dan penyebutan PINTU dalam pidato) bukan hanya apresiasi terhadap program, melainkan simbol bahwa diplomasi budaya mampu menyatukan dua bangsa." Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Sebagai bagian dari penguatan kerja sama internasional, PINTU menandatangani MoU kerja sama dengan École Duperré Paris, salah satu institusi seni dan mode terkemuka di Prancis. Hal ini semakin menunjukkan perannya sebagai program bilateral yang strategis mendukung kreator muda dua negara yaitu Indonesia dan Prancis.
Program bilateral ini melahirkan tonggak baru bagi PINTU dengan menghadirkan Residency Program bagi para desainer muda asal Prancis.
Residency Program sendiri akan berfokus terhadap bagaimana para desainer luar mengeksplorasi, mulai dari mengenal wastra lokal, berinteraksi langsung dengan para artisan lokal, hingga bagaimana mengeksekusi menjadi sebuah karya.
Residency Program tahun ini dilakukan selama tiga bulan, dengan mempelajari teknik batik di Jawa dan eksplorasi tenun tradisional di wilayah timur Indonesia.
Thresia Mareta mengungkapkan bahwa alasan kuat PINTU menghadirkan ini adalah bagaimana program tersebut bisa menjadi media dalam memperdalam kolaborasi lintas budaya.
"Melalui program ini mereka langsung bekerja dengan para artisan dan melakukan proses kreatif bersama. Mereka bukan hanya mendapat pelatihan teknis, tapi juga mendapatkan pengalaman profesional dan personal," tuturnya.
Tahun ini, dua desainer muda Prancis yang terpilih adalah Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud. Keduanya berkesempatan melakukan program magang di LAKON Indonesia, berkolaborasi menciptakan koleksi lintas budaya yang nantinya akan dipresentasikan di LAKON Store dan ajang bergengsi Premiere Classe Paris.
Masa depan PINTU Incubator dan fashion Indonesia
Konsistensi adalah kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan fashion Indonesia. Bukan hanya berlomba-lomba persoalan ide, tetapi bagaimana membangun ekosistem industri mode yang dapat tahan dengan berbagai hal, baik yang bisa diprediksi maupun tidak.
Thresia memaparkan ketahanan tak diprediksi ini melalui pandemi covid-19 tahun 2020 lalu. Banyaknya sektor ambruk dan tidak bertahan di Indonesia, salah satunya adalah fashion. Thresia melalui LAKON Indonesia yang menerapkan pembangunan ekosistem fashion ini, berhasil melalui badai tersebut secara nyata.
Inilah yang diinginkan oleh PINTU dalam melakukan ketatnya kurasi desainer-desainer lokal tersebut. Terutama, di tengah zaman serba modern, hasil lah yang akan berbicara lebih lantang dibanding konten atau popularitas semu.
"Kerja nyata inilah yang wajib diwujudkan seluruh ‘pelakon’ dunia fashion Tanah Air agar budaya tetap terjaga kelestariannya dan mampu dicintai juga oleh masyarakat internasional," ucap Thresia.
"Visi besar PINTU adalah menjadikannya sebagai program inkubasi fashion yang visioner dengan fondasi keberlanjutan, inovasi, dan kolaborasi lintas budaya," lanjutnya.
PINTU dirancang bukan sebagai program singkat, melainkan suatu proses 'long-term continuous' yang berkelanjutan dalam memupuk dan menguatkan industri fashion Indonesia. Melalui landasan itu, berbagai inisiatif besar dapat dibangun secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan konsistensi ini, PINTU diharapkan mampu menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kuat dalam peta industri fashion internasional di masa depan. Namun, ini bukan hanya soal bagaimana hanya PINTU yang akan meraihnya.
Baca juga: Residency Program, Langkah Nyata PINTU Incubator Jembatani Kreativitas Prancis-Indonesia
Ya. Bukan hanya itu, konsistensi ini diharapkan juga akan membawa inspirasi bagi desainer-desainer lokal Indonesia lainnya yang tak terjaring PINTU, untuk melangkah lebih berani dalam memperkenalkan fashion Indonesia ke kancah dunia. Bukan hanya sekadar perang ide, tetapi menciptakan ekosistem yang sistematis dan berkelanjutan.
(PINTU Incubator perkuat kolaborasi kreatif Indonesia–Prancis via Residency Program. Video: YouTube Metro TV)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)