WISATA
Pariwisata Nasional Merosot, GIPI Siapkan Jurus Pemulihan Besar-besaran
A. Firdaus
Jumat 01 Agustus 2025 / 11:15
Jakarta: Industri pariwisata Indonesia tengah menghadapi tekanan berat pada semester I tahun 2025. Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Haryadi Sukamdani menyebut, berbagai subsektor seperti perhotelan, taman wisata, spa, hingga penjualan tiket pesawat mengalami penurunan omzet yang cukup signifikan.
"Hotel turun 30–40 persen. Taman wisata juga merosot, seperti Ancol yang mencatat penurunan 12 persen. Ini situasi berat," ungkap Haryadi dalam pertemuan bersama pelaku industri.
Menurut Haryadi, penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti melemahnya daya beli masyarakat, efisiensi anggaran pemerintah, serta menjamurnya praktik usaha ilegal, termasuk vila tanpa izin dan biro perjalanan yang tidak memiliki kompetensi resmi. Destinasi unggulan seperti Bali turut terkena dampak akibat meningkatnya suplai dari pelaku usaha tak berizin.
Baca juga: Bisnis Hotel di Jakarta dan Bali Melambat, Ini Penyebabnya
Selain masalah ekonomi, Haryadi juga menyoroti persoalan regulasi yang dinilai belum harmonis antara pusat dan daerah. Ia mencontohkan berbagai keluhan pelaku usaha terkait mahalnya biaya sertifikasi laik fungsi dan pembatasan bagasi pesawat. Salah satu kasus yang disorot adalah penyegelan usaha berizin di kawasan Puncak.
“Ini bukan soal aturan baru, tapi bagaimana implementasinya. Ketidakpastian regulasi bisa melemahkan kepercayaan pelaku usaha,” tegasnya.
GIPI telah berkomunikasi dengan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya untuk mendorong harmonisasi regulasi pusat dan daerah, serta menyerukan agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam menggairahkan sektor pariwisata melalui belanja publik yang terarah.
Untuk memulihkan sektor pariwisata, GIPI menyiapkan sejumlah langkah konkret, termasuk penyelenggaraan Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) ke-2 pada 9–12 Oktober 2025 di Nusantara International Convention & Exhibition, PIK 2, Jakarta. Pameran ini akan mempertemukan 200–250 buyer internasional dengan ratusan pelaku industri domestik melalui segmen B2B dan B2C, serta melibatkan UMKM, dinas pariwisata, sekolah, hingga pelaku kuliner.
“Format bundling antara tiket, akomodasi, dan paket wisata akan menjadi fokus promosi untuk menggerakkan pasar domestik dan menarik wisatawan mancanegara,” jelas Haryadi.
GIPI juga akan berpartisipasi dalam ekspo internasional bertajuk Discovering the Beneficence of Indonesia di Utrecht, Belanda, pada 30 Oktober–2 November 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas akses pasar pariwisata Indonesia di Eropa melalui kolaborasi dengan diaspora dan pelaku lokal.
Melalui program GB Cup and Extended Tourism, GIPI menyasar segmen wisata keluarga. Program ini menggabungkan turnamen sepak bola anak usia 8–12 tahun dengan aktivitas wisata keluarga.
“Satu rombongan ikut bergerak, ini cara cerdas menggerakkan ekonomi lokal,” kata Haryadi.
Untuk pariwisata minat khusus, GIPI menggandeng komunitas pencinta alam melalui program Nusantara Trail, yang menghadirkan lintas alam lintas daerah untuk mengangkat potensi wisata petualangan Indonesia.
Dalam bidang pengembangan SDM, GIPI tengah membentuk Lembaga Akreditasi Mandiri Kepariwisataan (Lamparisata) guna mendukung penjaminan mutu pendidikan tinggi pariwisata, sekaligus menekan biaya akreditasi bagi perguruan tinggi swasta.
GIPI juga mengupayakan implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) ASEAN untuk tenaga kerja pariwisata terampil agar lebih kompetitif di kancah regional.
Di tengah keterbatasan anggaran negara, GIPI menginisiasi pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sektor pariwisata dan membentuk Dana Investasi Pariwisata Indonesia, sebuah skema pendanaan mandiri yang tidak hanya fokus pada aset fisik, tetapi juga pengembangan usaha secara berkelanjutan.
Meski situasi masih menantang, Haryadi optimistis kondisi pariwisata akan membaik pada semester II 2025. Ia memperkirakan akan ada rebound sekitar 20 persen dibandingkan semester sebelumnya.
Namun, ia menekankan bahwa pemulihan tidak bisa hanya mengandalkan dana pemerintah. “Kita butuh kolaborasi, inovasi, dan tentu saja doa,” pungkas Haryadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
"Hotel turun 30–40 persen. Taman wisata juga merosot, seperti Ancol yang mencatat penurunan 12 persen. Ini situasi berat," ungkap Haryadi dalam pertemuan bersama pelaku industri.
Menurut Haryadi, penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti melemahnya daya beli masyarakat, efisiensi anggaran pemerintah, serta menjamurnya praktik usaha ilegal, termasuk vila tanpa izin dan biro perjalanan yang tidak memiliki kompetensi resmi. Destinasi unggulan seperti Bali turut terkena dampak akibat meningkatnya suplai dari pelaku usaha tak berizin.
Baca juga: Bisnis Hotel di Jakarta dan Bali Melambat, Ini Penyebabnya
Regulasi dan Perizinan Jadi Sorotan
Selain masalah ekonomi, Haryadi juga menyoroti persoalan regulasi yang dinilai belum harmonis antara pusat dan daerah. Ia mencontohkan berbagai keluhan pelaku usaha terkait mahalnya biaya sertifikasi laik fungsi dan pembatasan bagasi pesawat. Salah satu kasus yang disorot adalah penyegelan usaha berizin di kawasan Puncak.
“Ini bukan soal aturan baru, tapi bagaimana implementasinya. Ketidakpastian regulasi bisa melemahkan kepercayaan pelaku usaha,” tegasnya.
GIPI telah berkomunikasi dengan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya untuk mendorong harmonisasi regulasi pusat dan daerah, serta menyerukan agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam menggairahkan sektor pariwisata melalui belanja publik yang terarah.
Strategi Pemulihan: Dari Pameran hingga Edukasi SDM
Untuk memulihkan sektor pariwisata, GIPI menyiapkan sejumlah langkah konkret, termasuk penyelenggaraan Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) ke-2 pada 9–12 Oktober 2025 di Nusantara International Convention & Exhibition, PIK 2, Jakarta. Pameran ini akan mempertemukan 200–250 buyer internasional dengan ratusan pelaku industri domestik melalui segmen B2B dan B2C, serta melibatkan UMKM, dinas pariwisata, sekolah, hingga pelaku kuliner.
“Format bundling antara tiket, akomodasi, dan paket wisata akan menjadi fokus promosi untuk menggerakkan pasar domestik dan menarik wisatawan mancanegara,” jelas Haryadi.
GIPI juga akan berpartisipasi dalam ekspo internasional bertajuk Discovering the Beneficence of Indonesia di Utrecht, Belanda, pada 30 Oktober–2 November 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas akses pasar pariwisata Indonesia di Eropa melalui kolaborasi dengan diaspora dan pelaku lokal.
Inovasi Produk dan Pendekatan Keluarga
Melalui program GB Cup and Extended Tourism, GIPI menyasar segmen wisata keluarga. Program ini menggabungkan turnamen sepak bola anak usia 8–12 tahun dengan aktivitas wisata keluarga.
“Satu rombongan ikut bergerak, ini cara cerdas menggerakkan ekonomi lokal,” kata Haryadi.
Untuk pariwisata minat khusus, GIPI menggandeng komunitas pencinta alam melalui program Nusantara Trail, yang menghadirkan lintas alam lintas daerah untuk mengangkat potensi wisata petualangan Indonesia.
Dorong SDM dan Pendanaan Mandiri
Dalam bidang pengembangan SDM, GIPI tengah membentuk Lembaga Akreditasi Mandiri Kepariwisataan (Lamparisata) guna mendukung penjaminan mutu pendidikan tinggi pariwisata, sekaligus menekan biaya akreditasi bagi perguruan tinggi swasta.
GIPI juga mengupayakan implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) ASEAN untuk tenaga kerja pariwisata terampil agar lebih kompetitif di kancah regional.
Di tengah keterbatasan anggaran negara, GIPI menginisiasi pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sektor pariwisata dan membentuk Dana Investasi Pariwisata Indonesia, sebuah skema pendanaan mandiri yang tidak hanya fokus pada aset fisik, tetapi juga pengembangan usaha secara berkelanjutan.
Prediksi Rebound dan Seruan Kolaborasi
Meski situasi masih menantang, Haryadi optimistis kondisi pariwisata akan membaik pada semester II 2025. Ia memperkirakan akan ada rebound sekitar 20 persen dibandingkan semester sebelumnya.
Namun, ia menekankan bahwa pemulihan tidak bisa hanya mengandalkan dana pemerintah. “Kita butuh kolaborasi, inovasi, dan tentu saja doa,” pungkas Haryadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)