FITNESS & HEALTH
Mencengangkan! Hasil Riset Temukan Ada Mikroplastik pada Air Ketuban dan Urine Bumil di Gresik
Mia Vale
Senin 03 November 2025 / 16:26
Jakarta: Kita tentu masih ingat pemberitaan mengenai air hujan di Jabodetabek yang mengandung mikroplastik. Namun ternyata, masalah mikroplastik ini semakin dekat dengan kehidupan manusia, bahkan lebih mengkhawatirkan.
Hal ini terungkap dari fakta yang dibeberkan oleh tim peneliti ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR). Apa yang mereka temukan?
Ecoton bersama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, sejak awal 2025 telah meneliti tentang kandungan mikroplastik dalam darah pemulung dan amnion (air ketuban) ibu hamil di Gresik.
Hasilnya, Ecoton menemukan, menemukan adanya partikel mikroplastik dalam cairan amnion (air ketuban) dan urine ibu hamil di Gresik.
Tak hanya itu, penelitian pendahuluan yang dimulai sejak Februari 2025, menjadi bukti bahwa partikel plastik mikro mampu menembus sistem biologis manusia yang seharusnya steril.
Tentunya hal ini berpotensi memengaruhi kesehatan bumil serta perkembangan janin yang dikandungnya.
Dari analisis mikroskopis terhadap satu sampel cairan amnion (air ketuban) dan satu sampel urine, seluruhnya terdeteksi mengandung mikroplastik berbentuk fiber, filamen, dan microbeads.
Mikroplastik sendiri bisa ditemukan dalam air ketuban karena darah bumil yang mengandung mikroplastik terhubung dengan janin lewat plasenta.
Dosen Prodi Kebidanan FK UNAIR, Lestari Sudaryanti, menyebutkan bahwa dari 2 sampel tersebut ditemukan total 25 partikel mikroplastik.
“Jenis fiber menjadi yang paling dominan dengan proporsi 68 persen, diikuti filamen 24 persen, dan microbeads 8 persen,” ujarnya.
Temuan ini membuktikan bahwa plastik sekali pakai tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga telah masuk ke dalam rantai makanan dan sirkulasi darah manusia, mengancam kesehatan generasi sekarang dan yang akan datang.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, mengutip laman resmi Ecoton, pada darah ibu hamil ditemukan 8.176 partikel per gram mikroplastik, dengan polimer dominan PA, PU, PET, P, PS, PVC, PMMA, ACR, FKM, dan BR.
Paparan ini diduga berasal dari konsumsi plastik sekali pakai seperti botol air mineral, kemasan makanan, kosmetik, cat kuku, dan berbagai produk sehari-hari lainnya.

(Dari analisis mikroskopis tim peneliti ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) bersama FK UNAIR terhadap satu sampel cairan amnion (air ketuban) dan satu sampel urine, seluruhnya terdeteksi mengandung mikroplastik berbentuk fiber, filamen, dan microbeads. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Temuan mikroplastik dalam cairan amnion dan urine bumil, menurut Lestari, menjadi sinyal kuat bahwa paparan plastik telah menembus sistem tubuh yang seharusnya steril.
Ini bukti awal penting untuk mendorong pengawasan terhadap paparan plastik di tingkat biologis.
“Kami mengembangkan penelitian ini menjadi studi kohort untuk mengkaji hubungan kadar mikroplastik dengan kondisi kesehatan ibu hamil, seperti anemia, diabetes melitus gestasional, serta dampaknya terhadap berat badan lahir bayi,” jelas Lestari.
Tak hanya urine bumil, penelitian terbaru juga mengungkap fakta mencengangkan, di mana kandungan mikroplastik pada feses bayi tercatat 14,3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan manusia dewasa.
Polimer yang teridentifikasi meliputi PET dan PC, yang bersumber bisa dari mainan plastik, hingga udara yang telah terkontaminasi.
Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON, Rafika Aprilianti, seperti dikutip dari akun Instagram @narasinewsroom, menegaskan bahwa mikroplastik sangat berbahaya karena dapat menjadi pembawa zat beracun.
Permukaan mikroplastik mudah mengikat logam berat dan bahan kimia berbahaya. Akibatnya, toksisitasnya bisa mencapai 106 kali lebih tinggi dibanding logam berat tunggal,” ungkapnya.
Rafika menambahkan, hingga kini timnya telah mengumpulkan 23 sampel air ketuban dan urine ibu hamil di Gresik.
“Semua sampel yang kami analisis mengandung mikroplastik. Itu yang biasa digunakan ibu hamil sehari-hari. Entah itu makanan - minuman yang dibungkus plastik. Kemudian, penggunaan pakaian sintetis, nylon, polyester. Masih ada beberapa sampel lagi yang sedang kami uji,” beber Rafika.
Dari hasil akhir riset ini, Rafika berharap bisa menjadi dasar ilmiah bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengendalian mikroplastik dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Harapan Rafika pun diamini oleh Lestari.
"Yang utama adalah membatasi penggunaan plastik, baik sebagai wadah makanan atau minuman. (Lalu) mengembangkan riset pengganti plastik yang tidak terdegradasi dengan bahan yang tidak mudah terdegradasi. Langkah lain, memperketat regulasi yang mengatur penggunaan dan produksi plastik," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Hal ini terungkap dari fakta yang dibeberkan oleh tim peneliti ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR). Apa yang mereka temukan?
Temuan pada ibu hamil dan janin
Ecoton bersama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, sejak awal 2025 telah meneliti tentang kandungan mikroplastik dalam darah pemulung dan amnion (air ketuban) ibu hamil di Gresik.
Hasilnya, Ecoton menemukan, menemukan adanya partikel mikroplastik dalam cairan amnion (air ketuban) dan urine ibu hamil di Gresik.
Tak hanya itu, penelitian pendahuluan yang dimulai sejak Februari 2025, menjadi bukti bahwa partikel plastik mikro mampu menembus sistem biologis manusia yang seharusnya steril.
Tentunya hal ini berpotensi memengaruhi kesehatan bumil serta perkembangan janin yang dikandungnya.
Dari analisis mikroskopis terhadap satu sampel cairan amnion (air ketuban) dan satu sampel urine, seluruhnya terdeteksi mengandung mikroplastik berbentuk fiber, filamen, dan microbeads.
Mikroplastik sendiri bisa ditemukan dalam air ketuban karena darah bumil yang mengandung mikroplastik terhubung dengan janin lewat plasenta.
Dosen Prodi Kebidanan FK UNAIR, Lestari Sudaryanti, menyebutkan bahwa dari 2 sampel tersebut ditemukan total 25 partikel mikroplastik.
“Jenis fiber menjadi yang paling dominan dengan proporsi 68 persen, diikuti filamen 24 persen, dan microbeads 8 persen,” ujarnya.
Temuan ini membuktikan bahwa plastik sekali pakai tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga telah masuk ke dalam rantai makanan dan sirkulasi darah manusia, mengancam kesehatan generasi sekarang dan yang akan datang.
Ditemukan 8.176 partikel per gram mikroplastik
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, mengutip laman resmi Ecoton, pada darah ibu hamil ditemukan 8.176 partikel per gram mikroplastik, dengan polimer dominan PA, PU, PET, P, PS, PVC, PMMA, ACR, FKM, dan BR.
Paparan ini diduga berasal dari konsumsi plastik sekali pakai seperti botol air mineral, kemasan makanan, kosmetik, cat kuku, dan berbagai produk sehari-hari lainnya.

(Dari analisis mikroskopis tim peneliti ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) bersama FK UNAIR terhadap satu sampel cairan amnion (air ketuban) dan satu sampel urine, seluruhnya terdeteksi mengandung mikroplastik berbentuk fiber, filamen, dan microbeads. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Temuan mikroplastik dalam cairan amnion dan urine bumil, menurut Lestari, menjadi sinyal kuat bahwa paparan plastik telah menembus sistem tubuh yang seharusnya steril.
Ini bukti awal penting untuk mendorong pengawasan terhadap paparan plastik di tingkat biologis.
“Kami mengembangkan penelitian ini menjadi studi kohort untuk mengkaji hubungan kadar mikroplastik dengan kondisi kesehatan ibu hamil, seperti anemia, diabetes melitus gestasional, serta dampaknya terhadap berat badan lahir bayi,” jelas Lestari.
Tak hanya urine bumil, penelitian terbaru juga mengungkap fakta mencengangkan, di mana kandungan mikroplastik pada feses bayi tercatat 14,3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan manusia dewasa.
Polimer yang teridentifikasi meliputi PET dan PC, yang bersumber bisa dari mainan plastik, hingga udara yang telah terkontaminasi.
Perlunya peran pemerintah
Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON, Rafika Aprilianti, seperti dikutip dari akun Instagram @narasinewsroom, menegaskan bahwa mikroplastik sangat berbahaya karena dapat menjadi pembawa zat beracun.
Permukaan mikroplastik mudah mengikat logam berat dan bahan kimia berbahaya. Akibatnya, toksisitasnya bisa mencapai 106 kali lebih tinggi dibanding logam berat tunggal,” ungkapnya.
Rafika menambahkan, hingga kini timnya telah mengumpulkan 23 sampel air ketuban dan urine ibu hamil di Gresik.
“Semua sampel yang kami analisis mengandung mikroplastik. Itu yang biasa digunakan ibu hamil sehari-hari. Entah itu makanan - minuman yang dibungkus plastik. Kemudian, penggunaan pakaian sintetis, nylon, polyester. Masih ada beberapa sampel lagi yang sedang kami uji,” beber Rafika.
Dari hasil akhir riset ini, Rafika berharap bisa menjadi dasar ilmiah bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengendalian mikroplastik dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Harapan Rafika pun diamini oleh Lestari.
"Yang utama adalah membatasi penggunaan plastik, baik sebagai wadah makanan atau minuman. (Lalu) mengembangkan riset pengganti plastik yang tidak terdegradasi dengan bahan yang tidak mudah terdegradasi. Langkah lain, memperketat regulasi yang mengatur penggunaan dan produksi plastik," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)