FITNESS & HEALTH

Melihat Penampakan dari Dunia Sains, Hantu atau Ilusi?

Mia Vale
Minggu 03 November 2024 / 15:14
Jakarta: Tak semua orang bisa melihat makhluk tak kasat mata. Atau bahkan, tak ada seorang pun yang ingin melihat 'mereka'. Kalau pun sesekali kita bisa melihatnya - bukan orang-orang indigo - pastinya akan membuat merinding sekujur tubuh. 

Tapi, selain memang 'kelebihan' yang dimiliki orang-orang tertentu, sebenarnya ada penjelasan secara ilmiah atau secara sains, mengenai fenomena ini. Sejumlah pakar menjelaskan penampakan makhluk halus atau hantu berkaitan dengan perubahan sinyal di otak.

Baca juga: Sejauh Mana Kafein Bisa Pengaruhi Penderita Bipolar?

Para ilmuwan baru-baru ini membuat beberapa penemuan menarik yang mungkin dapat menjelaskan mengapa kita mengira kita melihat hantu, suara-suara tanpa tubuh di malam hari, penampakan yang aneh, dan rasa dingin di punggung. 

Banyak orang mungkin pernah mengalami hal-hal seram yang tidak dapat mereka jelaskan. Dalam kasus-kasus yang bersifat gaib, banyak ahli menilai bukti yang disajikan tidak memenuhi ketelitian ilmiah. Atau bahkan dapat ditafsirkan dengan cara yang tidak memerlukan paranormal.
 

Melihat hantu adalah produk kimia otak


Sebuah studi dari Institut Teknologi Federal di Lausanne (EPFL) menyebut pasien yang menderita kondisi neurologis atau kejiwaan sering merasakan 'kehadiran' yang aneh. Studi tersebut membuat para peneliti EPFL di Swiss berhasil menciptakan apa yang disebut ilusi hantu di laboratorium.

Penelitian baru-baru ini yang menarik dari laboratorium ahli saraf Olaf Blanke mengungkapkan bahwa gangguan komunikasi antara lobus frontal dan temporal otak mungkin bertanggung jawab atas halusinasi pasien parkinson.


(Dalam studi yang diunggah di jurnal Current Biology, para ilmuwan melakukan percobaan "disonansi" di mana peserta yang ditutup matanya melakukan gerakan dengan tangan di depan tubuh. Hasilnya adalah semacam perbedaan spasial. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)

Dan Blanke serta rekan-rekannya juga menemukan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan pengalaman halusinasi. Kehadiran atau penampakan pada banyak pasien epilepsi dengan merangsang area perbatasan antara lobus temporal dan parietal. 

Jadi, menukil laman Psychology Today, melihat hantu bisa jadi merupakan pengalaman psikologis yang berakar pada peristiwa biologis.

Dipercaya bahwa halusinasi yang sering dilaporkan oleh pendaki gunung di dataran tinggi, penjelajah kutub, dan pelaut yang sendirian dapat ditelusuri ke perubahan kimiawi otak yang dipicu oleh faktor-faktor seperti hipotermia, kadar oksigen rendah, dan isolasi sosial.

Singkatnya, kita yang melihat hantu kemungkinan besar percaya pada hal-hal paranormal, atau setidaknya terbuka terhadap kemungkinan tersebut. Dan jika kamu memiliki kombinasi yang tepat antara ciri-ciri kepribadian, gaya kognitif, dan keyakinan agama, lingkungan yang menyeramkan mungkin bisa menjadi bahan akhir untuk pertemuan yang mengerikan.
 

Perubahan sinyal otak


Hal-hal yang sama sekali tidak bisa dijelaskan. Tim peneliti Olaf Blanke di EPFL mengungkap "penampakan" sebenarnya hasil dari perubahan sinyal otak sensorimotor, yang terlibat dalam membangkitkan kesadaran diri dengan mengintegrasikan informasi dari gerakan kita dan posisi tubuh kita di ruang.

Penjelasan tersebut ditemukan usai para peneliti pertama-tama menganalisis otak dari 12 pasien dengan gangguan saraf. Analisis MRI otak pasien menunjukkan adanya gangguan pada tiga daerah kortikal, korteks insular, korteks parietal-frontal, dan korteks temporo-parietal. Ketiga area ini terlibat dalam hal kesadaran diri, gerakan, dan rasa posisi dalam ruang (proprioception).
 

Hantu atau ilusi?


Dalam studi yang diunggah di jurnal Current Biology, para ilmuwan kemudian melakukan percobaan "disonansi" di mana peserta yang ditutup matanya melakukan gerakan dengan tangan di depan tubuh.

Di belakang mereka, perangkat robot mereproduksi gerakan mereka dan menyentuh punggung mereka secara realtime. Hasilnya adalah semacam perbedaan spasial, tetapi karena gerakan robot yang tersinkronisasi, otak peserta dapat beradaptasi dan mengoreksinya.

Kemudian, para ahli saraf memberi penundaan sementara antara gerakan peserta dan sentuhan robot. Dalam kondisi yang tidak sinkron ini terjadi distorsi persepsi temporal dan spasial yang membuat para peneliti mampu menciptakan kembali ilusi hantu.

Setelah berkisar tiga menit sentuhan tertunda, para peneliti menanyakan apa yang mereka rasakan. Secara naluri, subjek dalam studi ini melaporkan "rasa kehadiran" yang kuat, bahkan menghitung hingga empat "hantu" yang sebenarnya tidak ada. 

"Bagi beberapa orang, perasaan itu begitu kuat sehingga mereka meminta untuk menghentikan eksperimen tersebut," ujar Giulio Rognini, peneliti yang memimpin studi. Hasil ini menegaskan bahwa ada persepsi yang berubah dari tubuh mereka sendiri karena sinyal-sinyal yang terjadi di otak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH