FITNESS & HEALTH

Lestari Moerdijat: Perkuat Tata Kelola Penanggulangan Kanker di Tanah Air

Yatin Suleha
Rabu 01 Oktober 2025 / 21:20
Jakarta: Dorong penguatan tata kelola penanggulangan kanker di tanah air sebagai bagian perbaikan sistem kesehatan nasional. 

"Penguatan tata kelola penanggulangan kanker di tanah air harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat dalam proses pencegahan dan pengobatan kanker," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi dan Aspirasi Masyarakat MPR RI bertema Akses Pasien Kanker Atas Diagnosis dan Pengobatan Tepat Waktu yang digelar MPR RI, Cancer Information & Support Center (CISC), dan Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12) secara hibrida di Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2025. 

Diskusi yang dimoderatori Nur Amalia (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan antara lain Aryanthi Baramuli Putri, SH.,MH (Ketua Umum CISC), Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH (Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia) sebagai narasumber. 
 
Hadir pula antara lain Gracia Citra Werdhini (Ketua LovePink), Prof. Dr. Elisna Syahrudin, SpP(K),PhD (Ketua Bidang Ilmiah Yayasan Kanker Indonesia/YKI), Hetty Andika Perkasa (Ketua Klinik Pratama YKI Samratulangi), dr. Yasavati Kurnia (Ketua Meta Menggala), Dinda Nawangwulan (Ketua Pink Schimmer Inc), Nasiva Zoubair (Ketua Think Survive Makasar), dan Woro Murdiastuti (Srikandi) sebagai peserta diskusi. 

Selain itu juga menghadirkan Nurhadi (Anggota Komisi IX DPR RI) sebagai penanggap. 

Menurut Lestari, penanggulangan kanker bukan semata urusan menambah anggaran, memiliki aturan, dan tata kelola yang benar. 

Lebih dari itu, tegas Rerie, sapaan Lestari, upaya penanggulangan kanker merupakan pemulihan hakikat dasar dari kemanusiaan yaitu hak memiliki waktu lebih lama untuk hidup, meski kita meyakini umur ada di tangan Yang Maha Kuasa.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, setiap detik yang terbuang dalam proses birokrasi dan setiap hari yang tertunda dalam penanggulangan kanker adalah momen hidup yang dirampas dari seseorang untuk memiliki kesempatan hidup lebih lama. 

Rerie mengakui, sistem kesehatan yang kita miliki masih menghadapi banyak tantangan. 

"Tetapi kendala itu jangan dijadikan labirin yang membingungkan. Mari kita bangun sistem kesehatan nasional agar mampu menjadi 'jembatan' yang kokoh menuju kesembuhan," tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu. 
 
Ketua Umum CISC, Aryanthi Baramuli Putri, SH.,MH mengungkapkan, saat ini masih banyak pasien kanker yang datang berobat ketika sudah pada stadium tinggi. 

Sejumlah faktor, ungkap Aryanthi, seperti tingkat skrining rendah, akses pengobatan yang masih sulit, dan pengobatan, serta paliatif yang tidak dijamin, menjadi pemicu keterlambatan penanganan pasien kanker. 

Aryanthi berharap, pasien kanker dan keluarganya harus menjadi bagian dalam proses pembuatan kebijakan penanganan kanker di tanah air. 

Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany berpendapat, kanker merupakan penyakit yang tidak pilih-pilih, semua orang berpotensi terkena. 

Sayangnya, ujar Hasbullah, banyak pasien yang datang terlambat, bahkan banyak yang memanfaatkan pengobatan alternatif. 

Selain itu, tambah dia, literasi masyarakat masih rendah dan sistem JKN juga sarat dengan keterlambatan dalam penerapannya. 

Menurut Hasbullah, faktor sistem JKN yang kurang tepat merupakan faktor utama yang menyebabkan keterlambatan itu. 


(Menurut Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat penanggulangan kanker bukan semata urusan menambah anggaran, memiliki aturan, dan tata kelola yang benar. Foto: Dok. Istimewa)

Padahal, tegas dia, UUD 1945 mengamanatkan untuk setiap warga negara berhak atas layanan kesehatan yang baik, termasuk penderita kanker. 

Namun, tambah Hasbullah, program JKN belum bisa menjamin semua tahapan pengobatan kanker. 

Selain itu, jelas dia, dalam rencana aksi nasional penanggulangan kanker perlu keterlibatan dan masukan dari publik lebih banyak lagi. 

"Perlu dialog dengan para stakeholder untuk membuat kebijakan yang lebih baik," ujar Hasbullah. 

Dalam kesempatan itu Hasbullah menyarankan pendapatan dari cukai rokok harus dikembalikan untuk membiayai pengobatan kanker. "Jangan sampai jadi pembiayaan untuk bangun jalan," tambahnya. 

Pada kesempatan itu, Watimulyo dari CISC mengungkapkan bahwa obat kanker Transtuzumab yang masuk dalam Formulasi Nasional daftar obat yang ditanggung BPJS dan berlaku sejak 1 Maret 2024, ternyata hingga saat ini tidak bisa tersedia bagi pasien kanker. 

Padahal, tegas Watimulyo, penatalaksanaan pengobatan kanker membutuhkan pengaplikasian yang tepat waktu. 

Ketua Bidang Ilmiah YKI, Elisna Syahrudin berpendapat ketidakberhasilan pengobatan kanker karena 80% kasusnya ditangani terlambat. 

Mengupayakan kesehatan dari penyakit kanker, tegas Elisna, sangat berkaitan dengan sarana pendukung lainnya dalam proses pengobatannya. 

Dari 100 orang penderita kanker paru misalnya, ujar dia, hanya beberapa orang yang pengobatannya dibiayai negara. 

Diakui Elisna, harapan hidup penderita kanker saat ini jauh lebih lama, meski obat yang tersedia masih terbatas. 

Pada kesempatan itu, Tantri Moerdopo dari komunitas Sahabat Lestari mengungkapkan pentingnya fungsi rumah singgah dalam proses pengobatan kanker, namun hingga saat ini ketersediaan rumah singgah ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. 

Menanggapi hal itu, Hasbullah berpendapat, bahwa terkait kebijakan ketersediaan rumah singgah dalam rangkaian pengobatan kanker itu seperti tari poco-poco. 

Seyogyianya, tegas dia, ketersediaan rumah singgah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. 

Pada kesempatan diskusi itu juga berkembang usulan agar profesi pendamping pasien juga diakui keberadaannya sebagai bagian upaya mewujudkan proses penyembuhan kanker yang lebih efektif. 

Selain itu, berkembang pula permintaan agar obat kanker ovarium ditanggung BPJS Kesehatan dan bahan titanium yang memungkinkan pasien kanker tulang bisa berjalan dibebaskan dari pajak barang mewah. 

Menanggapi sejumlah usulan tersebut, Hasbullah berpendapat, seharusnya dukungan agar menjadi sehat harus diperkuat. Karena dengan sehat, tambah dia, orang bisa produktif dan menjadi sumber pendapatan negara. 

"Jadi seharusnya negara mempermudah orang sakit untuk menjadi sehat. Jangan malah mengenakan pajak alat pendukung pengobatan orang yang sakit," ujarnya. 

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi berpendapat, banyaknya aspirasi yang diserap dalam diskusi ini sangat penting bagi lahirnya kebijakan penanggulangan kanker di tanah air. 
Angka kasus kanker yang cukup tinggi, tambah Nurhadi, harus segera diatasi dengan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi pasien kanker.

Nurhadi berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada. 

"Negara harus hadir dalam upaya penanggulangan kanker dan Fraksi Partai NasDem menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tegas Nurhadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)

MOST SEARCH