FITNESS & HEALTH

Vitamin D Bukan Pengobatan Covid-19 yang Efektif, Mengapa?

Mia Vale
Senin 21 Februari 2022 / 12:00
Jakarta: Secara global, beberapa dokter terus meresepkan suplemen vitamin tertentu seperti seng, vitamin C, atau vitamin D, dengan harapan dapat meningkatkan respons imun yang sehat. 

Namun tinjauan ilmiah dari Universitas Toledo tidak menemukan bukti bahwa vitamin tersebut dapat mengurangi risiko kematian akibat covid-19. 

Analisis tersebut mengamati 26 studi peer-review dari seluruh dunia yang mencakup lebih dari 5.600 pasien covid-19 yang dirawat di rumah sakit. 

Selain pasien yang mengonsumsi seng dan vitamin C, penelitian ini juga melibatkan pasien yang mengonsumsi vitamin D sebelum diagnosis covid-19 mereka, serta beberapa yang mengonsumsi suplemen setelah mereka sakit. Dan hasilnya, vitamin tampaknya tidak menurunkan risiko kematian.

Sebagaimana yang telah dilansir dari Insider, Dr Azizullah Beran, peneliti utama studi dan penduduk di Universitas Toledo, mengatakan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah vitamin D pengobatan covid-19 yang efektif. 

Menurutnya, vitamin D bisa mengurangi lama rawat inap seseorang jika mereka mulai mengonsumsi suplemen setelah diagnosis covid-19. Sedangkan seng dan vitamin C, tidak. 

Dan yang harus diperhatikan hanya pasien yang kekurangan vitamin tersebut yang boleh mengonsumsinya sebagai suplemen.


efek kebanyakan vitamin d
(Yang harus diingat, mengonsumsi terlalu banyak suplemen juga dapat menyebabkan efek samping yang tidak perlu, dan terkadang berbahaya. Konsultasikan pada dokter untuk keperluan vitamin kamu yang ideal. Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)
 

Vitamin berguna untuk kekebalan


Para ilmuwan sering memelajari seng, vitamin C, dan vitamin D dalam kaitannya dengan infeksi virus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seng mungkin menghalangi virus untuk bereplikasi. 

Dan populasi yang berisiko tinggi tertular virus seperti HIV atau hepatitis C, biasanya sering kekurangan seng. 

Vitamin C dan D juga memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat membantu menangkal penyakit parah. Berdasarkan pengetahuan ini, Beran mengatakan beberapa negara telah mempromosikan "vitamin cocktails" untuk covid-19. 

Beran mengatakan beberapa pasien di kliniknya, di Ohio masih percaya vitamin akan memperbaiki gejala covid-19 mereka. Tapi, tidak ada bukti untuk kepercayaan itu. 

Sebuah studi pada Februari 2021 menemukan bahwa suplemen seng dan vitamin C tidak mengurangi gejala covid-19 atau menyebabkan pemulihan lebih cepat. 
 

Konsumsi bila perlu


Pasien covid-19 yang kekurangan vitamin dapat mengambil manfaat dari suplemen. Untuk pasien covid-19 yang kekurangan vitamin, mengonsumsi suplemen dapat membantu sistem kekebalan mereka, tetapi itu tidak sama dengan pengobatan langsung untuk covid-19. 

"Ada data kuat tentang asosiasi kekurangan vitamin D dan hasil yang lebih buruk dari covid-19," imbuh Beran. Jika seseorang kekurangan vitamin D, sistem kekebalannya tidak akan sebaik pasien dengan vitamin D normal. 

Sebuah studi September 2020 menemukan orang dengan kekurangan vitamin D memiliki peningkatan risiko tes positif untuk covid-19. 

Sebuah penelitian di Israel baru-baru ini juga menemukan bahwa berkisar setengah dari orang yang kekurangan vitamin D sebelum terkena covid-19 mengembangkan penyakit parah, dibandingkan dengan kurang dari 10 persen orang yang memiliki kadar vitamin yang cukup dalam darah mereka. 

Paling tidak, penderita defisiensi vitamin harus mengonsumsi suplemen untuk mengembalikan nutrisi penting tersebut. “Kalau ada yang masuk covid dan kebetulan pasien itu kekurangan vitamin D parah, tentu mengobati pasien itu dengan vitamin D akan membantu,” katanya.
 

Jangan berlebihan


Yang harus diingat, mengonsumsi terlalu banyak suplemen juga dapat menyebabkan efek samping yang tidak perlu, dan terkadang berbahaya. Vitamin C dosis tinggi dapat menyebabkan diare dan mual, sedangkan vitamin D dosis tinggi dapat menyebabkan mual, muntah, cedera ginjal, atau pankreatitis.

Bagi Beran, vaksin tetap menjadi alat yang paling penting untuk mencegah covid-19 yang parah. Dan, setelah dua minggu, suntikan booster mengurangi risiko rawat inap covid-19 setidaknya 90 persen. Hal ini didapat dari data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH