FITNESS & HEALTH
Lestari Moerdijat: Negara Wajib Menyediakan Fasilitas Kesehatan yang Layak
Aulia Putriningtias
Rabu 10 September 2025 / 21:16
Jakarta: Penyakit jantung di Indonesia masih terbilang mengkhawatirkan. Penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi pada 2023, mencapai 19,42 persen dari total kematian.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam pembukaan Forum Diskusi Denpasar 12 mengatakan bahwa, negara harus menjamin kesehatan warga negara mereka sendiri. Termasuk menyediakan pelayanan fasilitas kesehatan yang baik.
"Di tahun 2025, Forum Diskusi Denpasar 12 mencatat bahwa penyakit jantung di Indonesia masih sepenuhnya belum dapat ditekan. Karena permasalahan datang dari kemampuan masyarakat dalam memperoleh pengobatan," jelas Lestari melalui kanal Zoom, Rabu, 10 September 2025.
Tim ahli Forum Diskusi Denpasar mencatat di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, beban kematian akibat penyakit jantung sangat tinggi. Rerie panggilan akrab Lestari, mengatakan sekitar 650 ribu kematian dialami karena penyakit jantung.
Baca juga: 'Jam Emas' untuk Tidur yang Kurangi Risiko Penyakit Jantung
Menurut dr. Obrin Parulian, M. Kes selaku Direktur Pelayanan Klinis Kementerian Kesehatan, ada empat masalah utama dalam penanganan penyakit jantung di Indonesia saat ini.
Pertama, kurangnya akses ke pelayanan rumah sakit rujukan, terutama di daerah terpencil.
Kedua, kemampuan rumah sakit untuk mendiagnosa penyakit katastropik yang belum optimal, terutama di daerah.
Kurangnya pemeraraan alat dan dokter spesialis di seluruh Indonesia.
Masalah pembiayaan yang dikatakan sangat mahal dalam pengobatannya. Sekitar Rp19,25 triliun rupiah beban pembiayaan BPJS Kesehatan tahun 2024 pun disalurkan untuk layanan jantung.
"Jumlah supply Sp.JP saat ini belum dapat memenuhi target kebutuhan nasional dengan rasio hanya 0,02 per 1000 penduduk," kata dr. Obrin.

dr. Obrin Parulian, M. Kes selaku Direktur Pelayanan Klinis Kementerian Kesehatan. Dok. Aulia/Medcom
Bahkan, pemenuhan dokter spesialis jantung menurut observasi, masih belum bisa memenuhi kebutuhan nasional hingga tahun 2032. Estimasi demand pada tahun 2032 mencapai lebih dari 10 ribu pasien, sedang supply dokter spesialis hanya mencakup sekitar 3 ribu dokter spesialis saja.
Belum lagi, kapasitas rumah sakit di kabupaten/kota masih belum merata. Saat ini, mayoritas rumah sakit umum (RSU) yang tersebar memiliki kapasitas kelas C (49 persen).
Sebanyak 15 persen wilayah (kelas D dan D pratama) memiliki kapasitas terbatas untuk menangani kasus kesehatan kompleks dan sangat bergantung terhadap rujukan sistem.
Kementerian Kesehatan sendiri berupaya untuk melakukan perluasan pelayanan jantung melalui jejaring pengampuan pelayanan kesehatan, pemenuhan alat kesehatan, ssrta pemberian beasiswa bagi SDM kesehatan.
"Perlu adanya kerja sama, komitmen, kesadaran, dan tanggung jawab stakeholder yang terlibat seperti organisasi profesi, Kemenhan, Kemenkeu, BPJS Kesehatan, Kemendagri agar perluasan akses layanan kesehatan dapat tercapai," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam pembukaan Forum Diskusi Denpasar 12 mengatakan bahwa, negara harus menjamin kesehatan warga negara mereka sendiri. Termasuk menyediakan pelayanan fasilitas kesehatan yang baik.
"Di tahun 2025, Forum Diskusi Denpasar 12 mencatat bahwa penyakit jantung di Indonesia masih sepenuhnya belum dapat ditekan. Karena permasalahan datang dari kemampuan masyarakat dalam memperoleh pengobatan," jelas Lestari melalui kanal Zoom, Rabu, 10 September 2025.
Tim ahli Forum Diskusi Denpasar mencatat di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, beban kematian akibat penyakit jantung sangat tinggi. Rerie panggilan akrab Lestari, mengatakan sekitar 650 ribu kematian dialami karena penyakit jantung.
Baca juga: 'Jam Emas' untuk Tidur yang Kurangi Risiko Penyakit Jantung
Menurut dr. Obrin Parulian, M. Kes selaku Direktur Pelayanan Klinis Kementerian Kesehatan, ada empat masalah utama dalam penanganan penyakit jantung di Indonesia saat ini.
Empat masalah utama dalam penanganan penyakit jantung
1. Akses pelayanan
Pertama, kurangnya akses ke pelayanan rumah sakit rujukan, terutama di daerah terpencil.
2. Kemampuan rumah sakit
Kedua, kemampuan rumah sakit untuk mendiagnosa penyakit katastropik yang belum optimal, terutama di daerah.
3. Pemerataan alat dan dokter yang kurang
Kurangnya pemeraraan alat dan dokter spesialis di seluruh Indonesia.
4. Masalah pembiayaan
Masalah pembiayaan yang dikatakan sangat mahal dalam pengobatannya. Sekitar Rp19,25 triliun rupiah beban pembiayaan BPJS Kesehatan tahun 2024 pun disalurkan untuk layanan jantung.
"Jumlah supply Sp.JP saat ini belum dapat memenuhi target kebutuhan nasional dengan rasio hanya 0,02 per 1000 penduduk," kata dr. Obrin.

dr. Obrin Parulian, M. Kes selaku Direktur Pelayanan Klinis Kementerian Kesehatan. Dok. Aulia/Medcom
Bahkan, pemenuhan dokter spesialis jantung menurut observasi, masih belum bisa memenuhi kebutuhan nasional hingga tahun 2032. Estimasi demand pada tahun 2032 mencapai lebih dari 10 ribu pasien, sedang supply dokter spesialis hanya mencakup sekitar 3 ribu dokter spesialis saja.
Belum lagi, kapasitas rumah sakit di kabupaten/kota masih belum merata. Saat ini, mayoritas rumah sakit umum (RSU) yang tersebar memiliki kapasitas kelas C (49 persen).
Sebanyak 15 persen wilayah (kelas D dan D pratama) memiliki kapasitas terbatas untuk menangani kasus kesehatan kompleks dan sangat bergantung terhadap rujukan sistem.
Kementerian Kesehatan sendiri berupaya untuk melakukan perluasan pelayanan jantung melalui jejaring pengampuan pelayanan kesehatan, pemenuhan alat kesehatan, ssrta pemberian beasiswa bagi SDM kesehatan.
"Perlu adanya kerja sama, komitmen, kesadaran, dan tanggung jawab stakeholder yang terlibat seperti organisasi profesi, Kemenhan, Kemenkeu, BPJS Kesehatan, Kemendagri agar perluasan akses layanan kesehatan dapat tercapai," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)