FITNESS & HEALTH
Mengapa Semakin Senja Usia, kian Berkurang Durasi Tidur? Ini Penyebabnya
A. Firdaus
Kamis 01 Mei 2025 / 18:10
Jakarta: Tidur merupakan kebutuhan biologis yang penting untuk kesehatan fisik dan mental. Namun, banyak orang yang di usia senja atau lanjut usia mengeluhkan berkurangnya durasi dan kualitas tidur seiring bertambahnya umur.
Mereka kerap tidur lebih larut, namun sering terbangun lebih awal. Mereka juga sulit kembali tidur, atau tidur terasa kurang nyenyak.
Melansir Halodoc, ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan tidur pada lansia. Salah satunya ternyata berkaitan dengan penurunan fungsi otak.
Pada orang yang sudah lanjut usia, terjadi perubahan pada kinerja organ tersebut. Otak bertugas untuk mengirim sinyal rasa lelah dan mengantuk pada tubuh.
Baca juga: Manfaat Olahraga bagi Lansia
Hal itu yang bisa membuat seseorang bisa tidur dengan nyenyak di malam hari. Pada lansia, kinerja neuron otak mulai melemah, dan menyebabkan sinyal tersebut tidak bekerja dengan baik.
Nah, berikut ini penyebab lain usia tidur lansia berkurang:
Salah satu penyebab utama berkurangnya durasi tidur pada usia lanjut adalah perubahan ritme sirkadian. Ritme sirkadian adalah jam biologis yang mengatur siklus tidur-bangun dalam 24 jam.
Pada usia muda, ritme ini cenderung membuat seseorang tidur larut dan bangun lebih siang. Pada usia lanjut, ritme ini mengalami pergeseran menjadi lebih awal (fenomena ini disebut advanced sleep phase syndrome). Akibatnya, orang tua merasa mengantuk lebih awal di malam hari dan terbangun lebih dini di pagi hari, meskipun total waktu tidur lebih singkat.
Penelitian menunjukkan bahwa bagian otak yang mengatur ritme sirkadian, yaitu suprachiasmatic nucleus (SCN) di hipotalamus, mengalami penurunan fungsi akibat penuaan.
Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak, berperan dalam mengatur rasa kantuk. Produksi melatonin menurun secara alami seiring bertambahnya usia, terutama pada malam hari.
Akibatnya, orang lanjut usia sering:
- Merasa sulit tidur meski sudah di tempat tidur.
- Terbangun lebih sering di malam hari.
- Tidur terasa lebih ringan dan mudah terganggu.
Kurangnya melatonin ini membuat kualitas tidur tidak sedalam saat usia muda, meskipun waktu di tempat tidur sama.
Tidur terdiri dari beberapa fase: tidur ringan (N1, N2), tidur dalam (N3), dan tidur REM (Rapid Eye Movement). Seiring bertambahnya usia:
- Durasi tidur dalam (N3) berkurang secara signifikan.
- Durasi tidur ringan (N1, N2) meningkat.
- Tidur REM sedikit berkurang.
Penurunan tidur dalam membuat lansia lebih mudah terbangun akibat suara atau gangguan kecil. Karena tidur dalam berfungsi memulihkan tubuh, orang tua juga merasa tidur mereka 'kurang nyenyak' meski durasinya cukup.
Banyak orang lanjut usia mengalami penyakit kronis atau kondisi kesehatan yang mengganggu tidur, seperti:
- Artritis (radang sendi): nyeri sendi yang membuat sulit tidur.
- Gastroesophageal reflux (GERD): rasa terbakar di dada saat berbaring.
- Masalah pernapasan: sleep apnea, penyakit paru kronis.
- Sering buang air kecil malam hari (nokturia): akibat pembesaran prostat, diabetes, atau masalah kandung kemih.
Kondisi-kondisi ini membuat lansia sering terbangun di malam hari, sehingga tidur terfragmentasi dan durasinya berkurang.
Banyak lansia yang mengonsumsi berbagai jenis obat (polifarmasi). Beberapa obat memiliki efek samping yang memengaruhi tidur, seperti:
- Diuretik (sering buang air kecil di malam hari).
- Obat beta-blocker (menghambat produksi melatonin).
- Kortikosteroid (meningkatkan kewaspadaan, sulit tidur).
Efek gabungan dari obat-obatan ini bisa memperpendek durasi tidur atau mengurangi kualitasnya.
Pada masa pensiun, banyak lansia yang kurang terpapar sinar matahari pagi. Kemudian, jarangnya mereka beraktivitas, hingga menghabiskan banyak waktu di dalam rumah.
Kurangnya paparan cahaya alami dapat mengganggu ritme sirkadian, sehingga waktu tidur menjadi kurang teratur. Aktivitas fisik yang rendah juga membuat tubuh kurang “lelah” secara fisik untuk memicu tidur nyenyak.
Tidak jarang lansia mengalami kesepian, depresi, atau kecemasan akibat kehilangan pasangan, berkurangnya peran sosial, atau merasa terisolasi. Gangguan psikologis ini dapat memicu insomnia atau tidur yang terpotong-potong, memperpendek durasi tidur total.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Mereka kerap tidur lebih larut, namun sering terbangun lebih awal. Mereka juga sulit kembali tidur, atau tidur terasa kurang nyenyak.
Melansir Halodoc, ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan tidur pada lansia. Salah satunya ternyata berkaitan dengan penurunan fungsi otak.
Pada orang yang sudah lanjut usia, terjadi perubahan pada kinerja organ tersebut. Otak bertugas untuk mengirim sinyal rasa lelah dan mengantuk pada tubuh.
Baca juga: Manfaat Olahraga bagi Lansia
Hal itu yang bisa membuat seseorang bisa tidur dengan nyenyak di malam hari. Pada lansia, kinerja neuron otak mulai melemah, dan menyebabkan sinyal tersebut tidak bekerja dengan baik.
Nah, berikut ini penyebab lain usia tidur lansia berkurang:
1. Perubahan ritme sirkadian (jam biologis tubuh)
Salah satu penyebab utama berkurangnya durasi tidur pada usia lanjut adalah perubahan ritme sirkadian. Ritme sirkadian adalah jam biologis yang mengatur siklus tidur-bangun dalam 24 jam.
Pada usia muda, ritme ini cenderung membuat seseorang tidur larut dan bangun lebih siang. Pada usia lanjut, ritme ini mengalami pergeseran menjadi lebih awal (fenomena ini disebut advanced sleep phase syndrome). Akibatnya, orang tua merasa mengantuk lebih awal di malam hari dan terbangun lebih dini di pagi hari, meskipun total waktu tidur lebih singkat.
Penelitian menunjukkan bahwa bagian otak yang mengatur ritme sirkadian, yaitu suprachiasmatic nucleus (SCN) di hipotalamus, mengalami penurunan fungsi akibat penuaan.
2. Penurunan produksi melatonin
Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak, berperan dalam mengatur rasa kantuk. Produksi melatonin menurun secara alami seiring bertambahnya usia, terutama pada malam hari.
Akibatnya, orang lanjut usia sering:
- Merasa sulit tidur meski sudah di tempat tidur.
- Terbangun lebih sering di malam hari.
- Tidur terasa lebih ringan dan mudah terganggu.
Kurangnya melatonin ini membuat kualitas tidur tidak sedalam saat usia muda, meskipun waktu di tempat tidur sama.
3. Perubahan struktur dan tahapan tidur
Tidur terdiri dari beberapa fase: tidur ringan (N1, N2), tidur dalam (N3), dan tidur REM (Rapid Eye Movement). Seiring bertambahnya usia:
- Durasi tidur dalam (N3) berkurang secara signifikan.
- Durasi tidur ringan (N1, N2) meningkat.
- Tidur REM sedikit berkurang.
Penurunan tidur dalam membuat lansia lebih mudah terbangun akibat suara atau gangguan kecil. Karena tidur dalam berfungsi memulihkan tubuh, orang tua juga merasa tidur mereka 'kurang nyenyak' meski durasinya cukup.
4. Penyakit dan kondisi medis tertentu
Banyak orang lanjut usia mengalami penyakit kronis atau kondisi kesehatan yang mengganggu tidur, seperti:
- Artritis (radang sendi): nyeri sendi yang membuat sulit tidur.
- Gastroesophageal reflux (GERD): rasa terbakar di dada saat berbaring.
- Masalah pernapasan: sleep apnea, penyakit paru kronis.
- Sering buang air kecil malam hari (nokturia): akibat pembesaran prostat, diabetes, atau masalah kandung kemih.
Kondisi-kondisi ini membuat lansia sering terbangun di malam hari, sehingga tidur terfragmentasi dan durasinya berkurang.
5. Efek obat-obatan
Banyak lansia yang mengonsumsi berbagai jenis obat (polifarmasi). Beberapa obat memiliki efek samping yang memengaruhi tidur, seperti:
- Diuretik (sering buang air kecil di malam hari).
- Obat beta-blocker (menghambat produksi melatonin).
- Kortikosteroid (meningkatkan kewaspadaan, sulit tidur).
Efek gabungan dari obat-obatan ini bisa memperpendek durasi tidur atau mengurangi kualitasnya.
6. Perubahan gaya hidup dan aktivitas
Pada masa pensiun, banyak lansia yang kurang terpapar sinar matahari pagi. Kemudian, jarangnya mereka beraktivitas, hingga menghabiskan banyak waktu di dalam rumah.
Kurangnya paparan cahaya alami dapat mengganggu ritme sirkadian, sehingga waktu tidur menjadi kurang teratur. Aktivitas fisik yang rendah juga membuat tubuh kurang “lelah” secara fisik untuk memicu tidur nyenyak.
7. Masalah Psikologis dan Sosial
Tidak jarang lansia mengalami kesepian, depresi, atau kecemasan akibat kehilangan pasangan, berkurangnya peran sosial, atau merasa terisolasi. Gangguan psikologis ini dapat memicu insomnia atau tidur yang terpotong-potong, memperpendek durasi tidur total.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)