FITNESS & HEALTH
Dokter Anak: Miskonsepsi tentang DBD Masih Banyak Beredar
A. Firdaus
Rabu 11 September 2024 / 12:14
Jakarta: Kumulatif kasus DBD di Indonesia hingga minggu ke-33 tahun 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah keseluruhan kasus sepanjang 2023. Hal itu terpapar dari data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di mana tercatat ada 181.079 kasus dengan 1.079 kematian hingga September ini, sementara jumlah keseluruhan kasus sepanjang 2023 yaitu 44.438 kasus DBD dengan 322 kematian.
Menurut dr. Anas Ma'ruf, MKM, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan RI, Indonesia menghadapi beban yang signifikan yang disebabkan oleh DBD, dengan ribuan kasus yang dilaporkan setiap tahun.
Pemerintah telah menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk memerangi penyakit ini, dengan fokus pada penguatan sistem surveilans, pengendalian vektor, dan pemberdayaan masyarakat.
"Melalui Strategi Nasional Pengelolaan Dengue 2021-2025, kami menetapkan target menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DBD secara berkelanjutan. Perlindungan menyeluruh sangat penting, mengingat risiko DBD yang mengancam semua orang tanpa terkecuali," ungkap dr. Anas.
Baca juga: Waspadai Virus Oropouche dari Gigitan Nyamuk, Gejalanya Mirip DBD, Lho!
"Kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD menjadi bagian terintegrasi dari upaya ini, memberikan edukasi dan solusi preventif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dengan kerjasama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari DBD," terangnya.
Sementara itu, dr. Buti A. Azhali, SpA, MKes, dokter spesialis anak yang menjadi pembicara dalam talk show Langkah Bersama Cegah DBD, yang bagian dari kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD, mengatakan, masih banyak miskonsepsi seputar DBD yang beredar di masyarakat.
"Sebagian orang yang pernah terinfeksi DBD beranggapan bahwa mereka sudah kebal. Tidak akan terinfeksi lagi. Padahal, karena adanya 4 serotipe virus dengue, infeksi DBD bisa berulang, bahkan berisiko lebih parah," ungkap dr. Buti.
Oleh karena itu, kata dr. Buti, memastikan perlindungan yang lebih baik melalui langkah- langkah pencegahan yang tepat sangatlah penting, salah satunya melalui metode vaksinasi. Saat ini, vaksin DBD yang tersedia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun dan telah direkomendasikan penggunaannya oleh beberapa asosiasi medis.
"Termasuk oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bagi anak usia 6-18 tahun, dan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bagi usia 19-45 tahun," terang dr. Buti.
"Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Terkait dengan pemberian vaksin secara bersamaan dengan vaksin lain, tentunya masyarakat perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter tentang hal tersebut," tutup dr. Buti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Menurut dr. Anas Ma'ruf, MKM, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan RI, Indonesia menghadapi beban yang signifikan yang disebabkan oleh DBD, dengan ribuan kasus yang dilaporkan setiap tahun.
Pemerintah telah menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk memerangi penyakit ini, dengan fokus pada penguatan sistem surveilans, pengendalian vektor, dan pemberdayaan masyarakat.
"Melalui Strategi Nasional Pengelolaan Dengue 2021-2025, kami menetapkan target menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DBD secara berkelanjutan. Perlindungan menyeluruh sangat penting, mengingat risiko DBD yang mengancam semua orang tanpa terkecuali," ungkap dr. Anas.
Baca juga: Waspadai Virus Oropouche dari Gigitan Nyamuk, Gejalanya Mirip DBD, Lho!
"Kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD menjadi bagian terintegrasi dari upaya ini, memberikan edukasi dan solusi preventif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dengan kerjasama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari DBD," terangnya.
Sementara itu, dr. Buti A. Azhali, SpA, MKes, dokter spesialis anak yang menjadi pembicara dalam talk show Langkah Bersama Cegah DBD, yang bagian dari kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD, mengatakan, masih banyak miskonsepsi seputar DBD yang beredar di masyarakat.
"Sebagian orang yang pernah terinfeksi DBD beranggapan bahwa mereka sudah kebal. Tidak akan terinfeksi lagi. Padahal, karena adanya 4 serotipe virus dengue, infeksi DBD bisa berulang, bahkan berisiko lebih parah," ungkap dr. Buti.
Oleh karena itu, kata dr. Buti, memastikan perlindungan yang lebih baik melalui langkah- langkah pencegahan yang tepat sangatlah penting, salah satunya melalui metode vaksinasi. Saat ini, vaksin DBD yang tersedia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun dan telah direkomendasikan penggunaannya oleh beberapa asosiasi medis.
"Termasuk oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bagi anak usia 6-18 tahun, dan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bagi usia 19-45 tahun," terang dr. Buti.
"Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Terkait dengan pemberian vaksin secara bersamaan dengan vaksin lain, tentunya masyarakat perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter tentang hal tersebut," tutup dr. Buti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)