FAMILY

Tantangan Baru Tumbuh Kembang Anak di Era Digital

Medcom
Kamis 13 Februari 2025 / 10:00
Jakarta: Perkembangan zaman yang semakin canggih membuat pola asuh dan gaya mendidik anak juga mengalami perubahan. Psikolog Anastasia Satriyo, menyebut beragam tantangan harus dihadapi orangtua di era digital saat ini.

Derasnya arus informasi membuat akses terhadap teknologi juga bisa membawa dampak negatif. Karena itu, dia menyebut pentingnya mengembangkan pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada akademik, tapi juga pada pengembangan kemampuan sosial dan emosional anak.

"Kita tidak bisa menutup mata, karena saat ini ada kemudahan dalam berteman. Lagi pula, banyak orang mencari informasi, tetapi belum tentu sistem pemikiran mereka mampu menyaring dengan baik. Mereka juga dapat dengan mudah membeli barang yang sebenarnya tidak baik untuk mereka," kata Anastasia dalam acara talkshow "From Childhood to Career: The Power of Lifelong Learning".

Menurut Anastasia, konsep kecerdasan tak lagi hanya berpatokan pada IQ (Intellectual Quotient). Saat ini, kecerdasan anak harus mencakup kemampuan beradaptasi, ketahanan mental, dan soft skills agar mereka dapat berkembang di tengah perubahan yang begitu cepat.
 
baca juga: Peran Penting Orang Tua dalam Mencegah Kecanduan Gawai Anak


"Banyak yang berpikir bahwa genius hanya tentang IQ. Padahal di zaman sekarang, kita justru sangat membutuhkan kemampuan beradaptasi, resiliensi emosi, dan soft skill. Itu yang akan membuat seseorang bisa menjadi 'jenius' versi zaman now," jelasnya.

"Seiring dengan semakin globalnya dunia, anak-anak perlu memiliki kemampuan untuk memahami situasi dengan baik. Mereka harus memiliki pemahaman sosial yang mendalam, yang saat ini menjadi semakin sulit karena terpapar oleh digital," lanjutnya.

Dia menambahkan bahwa kolaborasi lebih penting daripada kompetisi dalam pendidikan. Ia menyebutkan film Laskar Pelangi sebagai contoh bagaimana anak-anak di Indonesia seringkali lebih didorong untuk bersaing daripada bekerja sama.

"Di negara-negara maju, hingga usia 7 atau 8 tahun, anak-anak tidak terbebani dengan peringkat akademik. Mereka lebih difokuskan pada cara berkomunikasi dan bertukar ide, yang menurut saya sangat diperlukan di zaman sekarang," ujarnya.

Karena itu, Anastasia mendukung penerapan konsep pembelajaran longlife learning atau pembelajaran sepanjang hayat yang tidak hanya mencakup aspek akademik, tetapi juga pengembangan kemampuan sosial dan emosional anak. Dia juga menyoroti pentingnya latihan public speaking, presentasi, dan diskusi sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan kolaborasi anak.

"Oleh sebab itu, dalam pembelajaran sepanjang hayat, kita perlu membantu dalam semua aspek kehidupan. Saya sangat setuju bahwa hal ini tidak harus terbatas pada akademis. Anak-anak harus diberikan kesempatan untuk berlatih public speaking, membuat presentasi, dan terlibat dalam diskusi," paparnya.

Saat ini, konsep lifelong learning telah diterapkan di sejumlah lembaga pendidikan, salah satunya ialah Gentem Indonesia Lifelong Learning Group yang menghadirkan brand-brand seperti Wall Street English, CuriooKids, dan Indies. Dengan pendekatan yang lebih luas, anak-anak tidak hanya diajarkan akademik, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, public speaking, hingga kemampuan berdiskusi yang efektif

“Gentem Indonesia Lifelong Learning Group merupakan pusat pendidikan terintegrasi berbasis konsep lifelong learning, mendukung pembelajaran sejak usia dini hingga dewasa. Layanan pendidikan yang disediakan dipersonalisasi sehingga dapat mendukung tumbuh kembang dan bakat tiap-tiap individu,” kata CEO Gentem Indonesia Lifelong Learning Group, Kish Gill.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(ELG)

MOST SEARCH