Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based di hampir seluruh sektor perekonomian dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang mengindikasikan bahwa permintaan kredit mengalami peningkatan sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha.
Dari sisi penawaran, Bank Indonesia terus menempuh kebijakan makroprudensial longgar, sementara perbankan menurunkan standar penyaluran kredit seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit.
"Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong lebih lanjut peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi," urai dia.
Adapun dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Desember 2021, bank sentral memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.
Perry menjelaskan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi. BI terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut.
Pertama, menegaskan arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada 2022 yang akan akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas. Sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kedua, melanjutkan kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Ketiga, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif.
Keempat, memperkuat kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman perkembangan spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito per kelompok bank.
Kelima, melanjutkan masa berlaku tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dari semula berakhir 31 Desember 2021 menjadi sampai dengan 30 Juni 2022 untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Keenam, menargetkan 15 juta pengguna baru QRIS pada 2022 untuk mendorong peningkatan transaksi QRIS melalui koordinasi dengan Penyelenggara Jasa Pembayaran dan Kementerian/Lembaga terkait.
Ketujuh, memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
"Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan KSSK dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan," tegas Perry.
Sentimen global
Langkah serta kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tersebut sejalan dengan situasi berlanjutnya ketidakpastian global. Pemulihan yang tengah berlangsung di hampir sebagian besar negara maju di dunia mendorong kenaikan tingkat inflasi yang juga telah diwaspadai otoritas perbankan domestik.Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengakui para pelaku pasar juga tengah mengkhawatirkan penyebaran covid-19 varian omicron. Varian baru ini sendiri akan menjadi bahasan utama pada pertemuan kebijakan bank sentral, dengan enam bank sentral G10 dan sejumlah bank sentral pasar berkembang.
"Sementara itu, ada pula pertemuan penting Federal Reserve yang berlangsung selama dua hari. Investor saat ini mengharapkan The Fed untuk memberi sinyal pengurangan pembelian aset yang lebih cepat dan menaikkan suku bunga acuan," pungkas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News