"Berangkat dari cita-cita amanat Pasal 33 UUD 1945 di mana kekayaan alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, telah keluar Peraturan Presiden juga dan dua Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral," kata Archandra, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Sabtu (21/1/2017).
Pemerintah pada awal 2017 mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Baca: Wamen ESDM: PP 1/2017 untuk Tingkatkan Penerimaan Negara
Selain itu juga diikuti Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.
Menurutnya, keluarnya perangkat hukum tersebut sebagai upaya pemerintah mendorong terwujudnya pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri. Selain itu, juga untuk memberikan manfaat yang optimal bagi negara.
Baca: Tiga Syarat Perusahaan Tambang Dapatkan Izin Ekspor Konsentrat
Tidak hanya itu, perangkat tersebut juga untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.
Pemerintah menegaskan bahwa ketentuan bahwa pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing untuk melakukan divestasi saham sampai 51 persen secara bertahap. Tahapan divestasi yakni, tahun keenam 20 persen, tahun ketujuh 30 persen, tahun kedelapan 37 persen, tahun kesembilan 44 persen, dan tahun kesepuluh 51 persen dari jumlah seluruh saham.
Baca: Relaksasi Ekspor Konsentrat Diyakini Dongkrak Industri Pengolahan
Divestasi 51 persen ini mutlak karena instruksi Presiden melalui PP. "Dengan diterapkannya PP ini, semua pemegang kontrak karya dan IUPK dan sebagainya wajib melakukan divestasi saham sampai 51 persen sejak masa produksi," kata Archandra.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan dalam ketentuan yang baru pemerintah mengubah jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUP dan IUPK, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK pperasi produksi.
Baca: Usulan Kenaikan Bea Keluar Konsentrat akan Dituangkan di PMK
Dia mengatakan permohonan perpanjangan sebelumnya diajukan paling cepat dua tahun sebelum izin operasi tambang berakhir, tidak cukup untuk pengembangan investasi tambang. "Perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUPK paling cepat lima tahun dari berakhirnya izin usaha dan ini akan memberikan kepastian usaha," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News