Henry menyarankan agar program Reforma Agraria menyasar petani penanam padi yang kini dihadapkan pada penyempitan lahan tanam dan kenaikan harga sewa lahan.
"Program Reforma Agraria yang membagikan tanah 9,7 juta hektare itu harusnya menyasar pada petani tanaman padi. Karena itu yang harus ditambah luas lahannya," ucap dia.
Selain itu, Indonesia baru surplus beras 10 juta ton. Angka itu setara dengan kebutuhan nasional selama 3 bulan.
"Karena Indonesia baru surplus 10 juta, itu hanya kebutuhan untuk 3 bulan, enggak sampai satu kali panen. Jadi sebenarnya kita harus tingkatkan lagi," kata dia.
Henry juga mewanti-wanti agar para produsen beras dalam negeri menggunakan benih lokal. Hal itu mesti dilakukan untuk menjamin kedaulatan pangan Indonesia.
"Kita harus terus menggunakan benih yang diproduksi oleh petani, pemerintah, dan lembaga-lembaga kita," tegas dia.
Karena la nina
Hal senada disampaikan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso. Dia menilai semua keberhasilan itu berkat la nina."Yang memang jelas, dua tahun kita diselamatkan iklim, karena iklim la nina. Jadi produksi padi meski tidak naik, turun sedikit, itu diselamatkan oleh la nina," kata Andreas dihubungi terpisah.
Jika mengamati data 20 tahun terakhir, fenomena iklim la nina atau kemarau basah biasanya meningkatkan produksi padi dengan sangat signifikan. Namun, pada periode 2019- sampai saat ini, kenaikan produksi padi dianggap lebih dari cukup untuk konsumsi dalam negeri.