UMKM. Foto : MI/Palce Amalo.
UMKM. Foto : MI/Palce Amalo.

3 Usulan Asosiasi untuk Bangkitkan UMKM

Antara • 24 September 2020 15:13
Jakarta: Resesi menjadi ancaman yang seakan sulit terelakkan manakala pandemi covid-19 belum menemui titik akhirnya. Tak cuma usaha besar mereka yang berada di skala usaha paling mikro sekalipun harus menelan dampak yang diakibatkan oleh meluasnya penyebaran virus korona.
 
Turunnya daya beli yang begitu signifikan hingga sulitnya pasokan menjadi ancaman nyata bagi pelaku UMKM, menghantam baik dari sisi pasokan maupun permintaan. Jurang resesi pun seakan sudah berada di depan mata terlebih ketika sejumlah terobosan di bidang kesehatan belum juga menemukan titik terang akan sebuah vaksin yang menjanjikan.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi nasional akan mengalami minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen. Itu berarti Indonesia dipastikan mengalami resesi pada kuartal III-2020. Di sisi lain asosiasi gerakan koperasi masih bertahan pada harapan dan menilai ada strategi yang dapat dilakukan pemerintah agar Indonesia terhindar dari resesi.

Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Frans Meroga Panggabean mengatakan pemerintah harus menunjukkan komitmen yang konkrit bahwa yang terpenting untuk memulihkan ekonomi adalah dengan membangun ekonomi kerakyatan. Dalam hal ini sektor riil, yaitu pelaku UMKM, pekerja informal dan koperasi.
 
"Fakta menunjukkan bahwa 60 persen komponen Produk Domestik Bruto (PDB) adalah konsumsi masyarakat, berarti tetap terjaganya daya beli masyarakat adalah prioritas utama," kata dia dikutip dari Antara, Kamis, 24 September 2020.
 
 

 
Pihaknya menilai upaya pemerintah dalam penanggulangan pemulihan perekonomian nasional sebenarnya sudah tepat. Tetapi yang menjadi sorotan saat ini adalah kurang maksimal dana serapan program pemulihannya yang terealisasi. Frans melihat hal ini disebabkan karena pemerintah dalam eksekusi program pemulihan ekonomi nasional terlalu terfokus pada lembaga keuangan perbankan.
 
"Padahal kita mengetahui bagaimana kontribusi perbankan dalam inklusi keuangan nasional menurut kajian LIPI hanya maksimal 39 persen. Apalagi diperkuat dengan riset yang dilakukan oleh Bank Dunia bahwa 70 persen masyarakat Indonesia mendapatkan akses keuangan untuk pertama kalinya itu dari koperasi juga bahkan dikuatkan lagi bahwa 87 persen dari mereka pada akhirnya hanya dilayani oleh koperasi," kata Frans.
 
Oleh karena itu, Askopindo mengusulkan tiga program pemulihan ekonomi nasional yang patut disoroti mengenai efektivitas penyalurannya. Pertama, program penempatan dana pada perbankan dengan total alokasi Rp79 triliun, realisasinya baru 38 persen dan hanya menjangkau tidak sampai satu juta orang pelaku UMKM setelah berjalan sekitar enam bulan.
 
Pemerintah disarankan untuk juga melakukan penempatan dana kepada koperasi. Bila sisa alokasi penempatan dana tersebut ke koperasi diyakini minimal lima juta pelaku UMKM yang selama ini belum bankable akan dapat dijangkau.
 
"Walaupun nanti pasti akan ada persyaratan dan kualifikasi, kami para pelaku gerakan koperasi siap. Itu akan memacu dan menggerakkan koperasi dalam peningkatan profesionalisme serta akuntabilitas yang kami yakin sanggup," ungkap Frans yang juga dikenal sebagai praktisi koperasi milenial.
 
 

 
Selanjutnya yang kedua, gerakan koperasi menyoroti program subsidi bunga yang masih sangat minim penyerapannya yakni sekitar tujuh persen.
 
Askopindo menyatakan beberapa kali dalam berbagai kesempatan bahwa pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. "Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai kembali usahanya setelah hampir enam bulan berhenti," katanya.
 
Ketiga, Askopindo menyoroti bantuan presiden produktif yang memberikan bantuan modal Rp2,4 juta pada pelaku UMKM sebanyak 12 juta orang yang memperlihatkan bagaimana koperasi hanya dilibatkan dalam pendataan atau informasi pelaku UMKM yang terdapat di wilayah, tetapi dalam pelaksanaan dicairkan melalui rekening perbankan.
 
"Sungguh dilematis bagi kami, di satu sisi kami ingin membantu permodalan anggota kami yang terdampak pandemi. Tetapi secara pragmatis, sangat wajar kami berpikir buat apa kami pasok data yang pada akhirnya pencairannya melalui rekening bank. Artinya kan sama saja mempersilakan pada bank untuk mengambil database yang kami miliki," kata Frans yang juga Wakil Ketua KSP Nasari.
 
Ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama bangkit dari keterpurukan ini dan menjadikan koperasi sebagai jurus terakhir untuk menyelamatkan kondisi sampai dengan akhir 2020 agar terhindar dari resesi.
 
"Atau sekali pun tetap terjadi resesi, Indonesia harus siap benar untuk rebound di 2021 dengan mengandalkan ekonomi kerakyatan secara konkrit melalui koperasi," pungkas dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan