Pihaknya menilai upaya pemerintah dalam penanggulangan pemulihan perekonomian nasional sebenarnya sudah tepat. Tetapi yang menjadi sorotan saat ini adalah kurang maksimal dana serapan program pemulihannya yang terealisasi. Frans melihat hal ini disebabkan karena pemerintah dalam eksekusi program pemulihan ekonomi nasional terlalu terfokus pada lembaga keuangan perbankan.
"Padahal kita mengetahui bagaimana kontribusi perbankan dalam inklusi keuangan nasional menurut kajian LIPI hanya maksimal 39 persen. Apalagi diperkuat dengan riset yang dilakukan oleh Bank Dunia bahwa 70 persen masyarakat Indonesia mendapatkan akses keuangan untuk pertama kalinya itu dari koperasi juga bahkan dikuatkan lagi bahwa 87 persen dari mereka pada akhirnya hanya dilayani oleh koperasi," kata Frans.
Oleh karena itu, Askopindo mengusulkan tiga program pemulihan ekonomi nasional yang patut disoroti mengenai efektivitas penyalurannya. Pertama, program penempatan dana pada perbankan dengan total alokasi Rp79 triliun, realisasinya baru 38 persen dan hanya menjangkau tidak sampai satu juta orang pelaku UMKM setelah berjalan sekitar enam bulan.
Pemerintah disarankan untuk juga melakukan penempatan dana kepada koperasi. Bila sisa alokasi penempatan dana tersebut ke koperasi diyakini minimal lima juta pelaku UMKM yang selama ini belum bankable akan dapat dijangkau.
"Walaupun nanti pasti akan ada persyaratan dan kualifikasi, kami para pelaku gerakan koperasi siap. Itu akan memacu dan menggerakkan koperasi dalam peningkatan profesionalisme serta akuntabilitas yang kami yakin sanggup," ungkap Frans yang juga dikenal sebagai praktisi koperasi milenial.