Dengan demikian, lanjutnya, penyesuaian harga pertamax menjadi Rp12.500 per liter ini masih lebih rendah Rp3.500 dari nilai keekonomiannya. "Ini kita lakukan agar tidak terlalu memberatkan masyarakat," ujar Irto.
Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi penyulut penaikan harga pertamax. Penyebab utamanya ialah krisis geopolitik yang terus berkembang sampai saat ini mengakibatkan harga minyak dunia melambung tinggi di atas USD100 per barel.
Hal ini mendorong harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) per 24 Maret 2022 tercatat USD114,55 per barel atau melonjak hingga lebih dari 56 persen dari periode Desember 2021 yang sebesar USD73,36 per barel.
Untuk menekan beban keuangan Pertamina, selain melakukan efisiensi ketat di seluruh lini operasi, penyesuaian harga bahan bakar minyak tidak terelakkan untuk dilakukan. Namun dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Meski pertamax naik, namun BBM jenis pertalite tidak berubah harganya. "Pemerintah sudah memutuskan pertalite dijadikan subsidi, tapi pertamax tidak. Jadi kalau pertamax naik, ya mohon maaf, tapi kalau pertalite disubsidi," kata Menteri BUMN Erick Thohir.
Peneliti kebijakan publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro menyebut jika masyarakat dari kelas menengah ke atas sepatutnya tidak mengonsumsi bahan bakar minyak yang disubsidi negara.

Sebab BBM bersubsidi tersebut, dalam hal ini BBM jenis pertalite, diperuntukkan bagi masyarakat bawah. Hal itu sejalan dengan keputusan pemerintah yang menetapkan bensin RON 90 atau pertalite menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) menggantikan bensin RON 88 atau premium.
"BBM penugasan ini peruntukannya adalah masyarakat bawah, harusnya orang kaya atau kelas menengah ke atas malu menggunakan BBM subsidi," kata Riko.
Pertalite diserbu
Namun entah panik atau sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, kini BBM jenis pertalite diserbu. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan adanya perbedaan harga membuat banyak konsumen beralih ke pertalite dibandingkan dengan membeli pertamax."Ini bisa terjadi karena disparitas harga pertamax dan pertalite terlalu jauh. Konsumen yang awalnya pakai pertamax pada waktu harganya masih murah, sekarang beralih ke pertalite," kata Fabby.
Dengan adanya peralihan itu, dipastikan terjadi lonjakan volume penjualan pertalite sehingga logis apabila stok BBM itu sulit didapatkan karena diburu masyarakat. "Untuk menghindari kelangkaan ini, maka harga pertalite perlu dinaikkan juga," ungkapnya.
Jika pemerintah memutuskan harga pertalite naik, bisa memaksakan konsumen kembali memilih pertamax karena selisih harga tidak terlalu lebar. Pertamina diyakini bakal menanggung biaya besar jika harga bensin dengan RON 90 itu tidak disesuaikan.