Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Kesehatan saat Pandemi: Kolaborasi Pemerintah-Swasta

Angga Bratadharma • 13 Oktober 2020 14:09
SECERCAH harapan mulai muncul ketika obat dan vaksin covid-19 ditemukan. Pun Pemerintah Indonesia tengah menggenjot upaya agar vaksin covid-19 bisa segera tiba di Tanah Air dan langsung didistribusikan kepada masyarakat. Kondisi ini akhirnya berimbas terhadap sentimen positif baik dari aspek kesehatan maupun perekonomian Indonesia.
 
Dari sisi ekonomi, bisa dilihat dari beberapa indikator seperti nilai tukar rupiah yang terus menguat di sepanjang pekan kemarin dan positifnya gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode 5-9 Oktober 2020. Kondisi ini jika terus membaik bukan tidak mungkin bisa meminimalisir tekanan yang terjadi akibat hantaman covid-19.
 
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada awal pekan lalu atau tepatnya Senin, 5 Oktober, berada di posisi Rp14.800 per USD. Lalu pada Selasa, 6 Oktober, mata uang Garuda menguat ke level Rp14.735 per USD. Kemudian pada Rabu, 7 Oktober, nilai tukar rupiah kembali menguat ke posisi Rp14.710 per USD.

Namun pada Kamis, 8 Oktober, reli mata uang Garuda sempat terhenti dan stabil di level Rp14.710 per USD. Sedangkan di akhir pekan atau tepatnya Jumat, 9 Oktober, nilai tukar rupiah sukses kembali menguat dan berakhir di level Rp14.675 per USD.
 
Sementara itu, dalam sepekan kemarin pasar modal Indonesia mencatatkan pergerakan data perdagangan yang variatif dan ditutup pada zona positif. Adapun peningkatan rata-rata nilai transaksi harian bursa melonjak tajam sebesar 24,22 persen menjadi Rp8,335 triliun dari Rp6,710 triliun pada penutupan pekan yang lalu.
 
"Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan pekan (kemarin) menguat 2,58 persen menjadi 5.053,663 dari posisi 4.926,734 pada penutupan pekan lalu," ungkap Sekretaris Perusahaan BEI Yulianto Aji Sadono.
 
Kesehatan saat Pandemi: Kolaborasi Pemerintah-Swasta
 
Meski demikian pekerjaan rumah (PR) pemerintah masih besar. Jumlah kemiskinan dan pengangguran yang naik, misalnya, akibat hantaman pandemi covid-19 perlu dicarikan solusinya. Hal itu penting mengingat jurus pamungkas yang digadang-gadang pemerintah berupa UU Cipta Kerja, harapannya bisa menyelesaikan persoalan itu justru kini menjadi polemik.
 
Terlepas dari itu, upaya pemerintah untuk mematikan penyebaran virus korona wajib terus dilakukan. Pasalnya, aspek kesehatan sangat menentukan arah perekonomian Indonesia. Dalam konteks ini, kolaborasi antara pemerintah dan sektor pariwisata diperlukan. Salah satu yang perlu digandeng adalah industri asuransi.
 
Memang pemerintah memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menangani kesehatan masyarakat atau bisa dikatakan 'asuransi' masyarakat. Namun, dengan berbagai macam keterbatasan maka peran swasta diperlukan guna menunjang kesehatan masyarakat dan imbasnya terhadap perekonomian.
 
 

Adapun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta BPJS Kesehatan mempercepat pembayaran klaim perawatan pasien covid-19.
 
Permintaan itu disampaikan ketika memimpin rapat koordinasi percepatan penyelesaian klaim biaya perawatan pasien covid-19 di Jakarta. Luhut meminta para gubernur yang hadir, yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, dan Gubernur Bali Wayan Koster berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.
 
"Tolong para gubernur segera perintahkan dinas kesehatan, perwakilan BPJS Kesehatan di daerah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit yang belum mengajukan klaim dan verifikasi klaim RS yang belum selesai agar penanganan pasien covid tidak tersendat," pinta Luhut.
 
Terlepas dari itu, tidak dipungkiri industri asuransi swasta sudah ikut proaktif melakukan sosialisasi mengenai pentingnya proteksi terutama dari covid-19 saat pandemi sekarang ini. Bahkan, banyak dari perusahaan asuransi terus meminta kepada para nasabah dan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan demi memutus mata rantai penyebaran covid-19.
 
Tak hanya itu, perusahaan asuransi baik asuransi umum maupun asuransi jiwa diimbau melalui asosiasi masing-masing untuk mempermudah klaim bagi nasabah yang melakukan klaim covid-19 -yang tentunya produk asuransinya memang memasukkan covid-19 dalam polis premi asuransinya. Hal tersebut tentu membantu upaya pemerintah saat pandemi sekarang ini.
 
Pentingnya Perlindungan
 
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) terus menggaungkan pentingnya perlindungan melalui asuransi. Bahkan, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengimbau kepada para nasabah untuk memeriksa polis dan bertanya kepada perusahaan asuransi penerbit polis asuransi terkait wabah covid-19.
 
Imbauan itu mengingat polis asuransi yang dikeluarkan oleh setiap perusahaan asuransi berbeda-beda dan produk dari setiap perusahaan asuransi menawarkan manfaat klaim yang beragam. Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat untuk selalu mempraktikan gaya hidup sehat dan higienis serta waspada, dengan melakukan tindakan preventif.
 
"Di antaranya sering mencuci tangan dengan sabun atau cairan berbasis alkohol, tidak menyentuh muka, dan memeriksa suhu badan secara berkala," kata Budi.
 
AAJI mencatat total pembayaran klaim terkait pandemi covid-19 sebesar Rp216,03 miliar. Klaim tersebut dibayarkan 56 perusahaan asuransi jiwa kepada 1.642 polis selama periode Maret hingga Juni 2020.
 
"Klaim khusus covid-19, baik yang sakit ataupun yang meninggal akibat terpapar covid-19, total ada Rp216 miliar klaim yang dibayarkan," kata Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi AAJI Wiroyo Karsono.
 
 

Jika dirinci sebanyak 93 persen klaim covid-19 berdasarkan produk dikontribusi oleh klaim asuransi jiwa dan kesehatan. Sedangkan sisanya sebanyak tujuh persen disumbang oleh klaim asuransi jiwa kredit.  Lima provinsi dengan nilai klaim paling banyak yakni DKI Jakarta dengan total pembayaran klaim terkait covid-19 sebesar Rp146,92 miliar.
 
Kemudian Jawa Timur sebesar Rp21,12 miliar, selanjutnya Provinsi Jawa Barat dengan total pembayaran klaim terkait covid-19 sebesar Rp19,32 miliar, lalu Banten dengan total pembayaran klaim sebanyak Rp13,17 miliar dan Jawa Tengah dengan total sebesar Rp3,74 miliar.
 
Gandeng Swasta
 
Lebih lanjut, pemerintah diminta menggandeng pihak swasta dalam penanganan virus korona. Salah satunya dengan bekerja sama pada sektor pengujian spesimen Polymerase Chain Reaction (PCR). "Melibatkan swasta gitu lah dan (saling) bahu membahu," kata Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam.
 
Dirinya berpendapat kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta bisa meningkatkan pengujian spesimen di laboratorium. Peningkatan uji spesimen harus dilakukan karena banyak kontak yang dilakukan pasien dengan orang lain setelah dinyatakan positif terpapar virus korona.
 
"Jadi pemerintah harus meningkatkan kapasitas ini (tes kesehatan)," ungkap dia.
 
Dekan Fakultas Kedokteran UI itu mengatakan peningkatan uji spesimen juga untuk memenuhi standar dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Standar dari WHO yakni 270 ribu per minggu atau 54 ribu orang per hari. Sedangkan, uji spesimen di Indonesia baru menyentuh angka 44.543 per hari.
 
"Secara nasional pencapaian kita itu belum sesuai dengan WHO untuk proses pemeriksaan," sebut dia.
 
Kesehatan saat Pandemi: Kolaborasi Pemerintah-Swasta
 
Partisipasi pemerintah pusat harus lebih digiatkan dalam meningkatkan uji spesimen. Eksekutif tidak bisa hanya berharap kepada pemerintah daerah (pemda) atau swasta untuk menurunkan harga uji spesimen PCR.
 
"Enggak mungkin harga itu ditekan. Karena dari segi reagen, bahan habis pakai, dokter yang mengerjakan sampel harus menggunakan APD (alat pelindung diri) yang lengkap, jadi istilahnya harga di kita itu sudah fix," ucap dia.
 
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengusulkan pemerintah untuk melibatkan Rumah Sakit (RS) swasta terkait deteksi dini Covid-19. Rumah sakit swasta bisa dimanfaatkan untuk deteksi dini virus tersebut.
 
"Bukan sebagai rujukan, justru mereka yang menerima pasien pertama kali. Mereka yang memutuskan tindakan apa yang diberikan kepada pasien," kata Amin.
 
 

Amin mengatakan salah satu penyebaran virus korona bisa dibawa WNI selepas bepergian ke luar negeri. WNI itu bisa dikategorikan dari kalangan ekonomi kelas menengah ke atas. Mereka biasanya enggan berobat atau mendatangi pusat kesehatan milik pemerintah untuk mengecek kesehatannya.
 
Amin menyarankan pemerintah mulai menggandeng rumah sakit swasta untuk memperkuat pencegahan virus korona. "Mereka (kalangan menengah ke atas) kalau merasa sakit atau mau konsultasi pasti ke rumah sakit swasta, rumah sakit swasta itu kalau menemukan kasus yang dicurigai mereka harus berjenjang tanya dulu ke dinas kesehatan," ujar Amin.
 
Pelibatan rumah sakit swasta juga harus diatur khusus oleh pemerintah. Salah satunya, kata Amin, rumah sakit swasta tidak asal memberikan informasi terkait korona. "Tentunya harus diregulasi kalau misal positif mereka enggak boleh ngomong dulu harus cepat memberi tahu kepada Kemenkes. Setelah divalidasi dan dipastikan betul positif baru diumumkan," ucapnya.
 
Sementara itu, mengutip riset SMERU disebutkan kapasitas pengujian covid-19 di Indonesia sudah terus meningkat, meskipun target utama belum terpenuhi secara stabil. Permasalahan dalam pelaksanaan tes PCR memang lebih banyak muncul pada saat awal terdeteksinya covid-19 karena kekurangsiapan pemerintah dalam menghadapi pandemi.
 
Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa disharmoni komunikasi dan koordinasi dalam pengujian covid-19 dapat terjadi lagi pada masa yang akan datang, misalnya, pada saat pelaksanaan tatanan normal baru ataupun ketika terjadi gelombang baru covid-19. Untuk memastikan makin baiknya kapasitas pengujian, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
 
Pertama, memastikan berjalannya koordinasi antara pusat dan daerah melalui komunikasi rutin dan sosialisasi kebijakan yang dilakukan kedua belah pihak. Kedua, menyediakan insentif dan tenaga tambahan untuk laboratorium pemerintah dan swasta agar laboratorium-laboratorium tersebut bisa beroperasi 24 jam.
 
Ketiga, menetapkan standar perekrutan sukarelawan untuk tes PCR. Keempat, mengembangkan sistem terpadu untuk informasi sumber daya tes PCR, baik dalam hal peralatan maupun personel pendukungnya di tingkat provinsi. Kemudian, koordinasi-komunikasi antara pemerintah pusat dan pemda lagi-lagi diperlukan dalam hal ini agar sistem dapat berjalan dengan semestinya. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan