Selain menginfeksi orang, virus berbahaya itu juga 'menjangkit' perekonomian. Saat ini, ekonomi di Tanah Air melambat. Bahkan parahnya, banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau merumahkan para pekerjanya. Kondisi tersebut memicu kenaikan tingkat pengangguran yang tajam dan berujung pada meningkatnya angka kemiskinan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat imbas dari wabah virus korona (covid-19) sebanyak 1,2 juta pekerja mengalami PHK dan dirumahkan. Berdasarkan data Kemenaker pada 7 April 2020, jumlah 1,2 juta pekerja tersebut berasal dari sektor formal dan informal.
Dari sektor formal pekerja yang dirumahkan dan mengalami PHK sebanyak 1,01 juta pekerja atau buruh. Angka tersebut berasal dari 39.977 perusahaan dengan rincian yakni pekerja formal dirumahkan sebanyak 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan. Sedangkan yang mengalami PHK sebanyak 137.489 pekerja dari 22.753 perusahaan.
Baca: Cara Berkomunikasi dengan Anak di Tengah Pandemi Korona
Dari sektor informal, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang. "Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031 orang," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak menampik angka kemiskinan dan pengangguran bakal melonjak akibat pandemi virus korona. Hal itu terjadi karena adanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi imbas covid-19. Dalam skenario berat, pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya sebesar 2,3 persen dari target sebelumnya sebesar 5,3 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. FOTO: Kementerian Keuangan
Bahkan, ekonomi bisa saja negatif 0,4 persen dengan skenario sangat berat. "Situasi sangat berat mungkin juga (pertumbuhan ekonomi) menurun sampai negatif growth. Ini akan berpengaruh ke dampak sosial," kata Sri Mulyani.
Baca: Penggunaan Donasi Covid-19 Diawasi BPKP
Jika mengutip pernyataan Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, angka kemiskinan ditaksir jumlahnya akan bertambah sekitar 1,1 juta orang dalam skenario berat. Tidak main-main, jumlah tersebut bisa naik mencapai 2,9 juta orang pada skenario sangat berat.
Sedangkan untuk pengangguran, masih menurut Menteri Keuangan, jumlahnya diprediksi naik 2,9 juta orang pada skenario berat. Dalam skenario sangat berat, pemerintah memperkirakan jumlahnya akan bertambah mencapai 5,2 juta orang.
"Dalam kondisi extraordinary, itu semua muaranya akan kepada APBN atau keuangan negara. Oleh karena itu Perppu bisa menjadi landasan hukum dalam situasi luar biasa ini," jelas dia.
Redam Jumlah Kemiskinan dan Pengangguran
Meski terlihat mengkhawatirkan, namun jangan panik. Pasalnya, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah akan berupaya meredam jumlah kemiskinan maupun pengangguran dengan menggunakan anggaran negara. Saat ini fokus belanja pemerintah adalah masalah kesehatan, bantuan sosial, dan insentif bagi dunia usaha.
"Langkah-langkah penanganan akan pertama menggunakan instrumen APBN fokus untuk bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan kepada dunia usaha, mulai dari informal UMKM, hingga dunia usaha karena ini pengaruhnya ke PHK dan sosial lainnya," kata Ani.
Baca: Erick Thohir Singgung Mafia Alat Kesehatan
Adapun langkah pemerintah mengantisipasi kenaikan kemiskinan dan pengangguran imbas covid-19 terbagi atas jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang. Dalam jangka pendek pemerintah mengeluarkan kebijakan jaring pengaman sosial (social safety net). Salah satunya program kartu prakerja yang bisa menekan jumlah pengangguran.
"Kartu prakerja kita naikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Itu bisa 5,6 juta masyarakat yang terdampak PHK bisa di-absorb. Ini belum termasuk BP Jamsostek yang masih memiliki uang iuran dari perusahaan yang bisa dipakai untuk berikan benefit kepada masyarakat yang terkena PHK," kata Ani.

Kemudian pemerintah mengalokasikan berbagai sumber anggaran untuk menciptakan pendapatan. Misalnya dengan melakukan cash for work atau proyek padat karya untuk sejumlah proyek yang bisa menggunakan dana desa ataupun anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah tetap fokus untuk memperbaiki daya saing dunia usaha. Di samping itu, pemerintah juga meningkatkan daya tarik ekonomi Indonesia demi menarik investasi.
"Jangan lupa kalau kita terus fokus pada reforma dan menjaga dampak dari covid ini seminimal mungkin, Indonesia bisa dianggap menjadi salah satu negara yang memiliki potensi untuk menarik investasi," ucapnya.
Proteksi Masyarakat
Guna memproteksi masyarakat, pemerintah juga mempercepat pencairan anggaran bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak covid-19. Upaya ini diharapkan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan menjaga daya beli.
"Khususnya menjelang Ramadan. Anggaran untuk bantuan sosial sudah mulai disalurkan lebih cepat dari rencana awal," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rahayu Puspasari.
Hingga 15 April 2020, pemerintah telah mencairkan anggaran untuk PKH dan Kartu Sembako. Pada PKH, anggaran mencapai Rp16,4 triliun dari total pagu sebesar Rp37,4 triliun. Data penyaluran ini sudah termasuk tambahan target Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 800 ribu KPM pada masa darurat covid-19.
Baca: Kualitas Udara Kota Surabaya Membaik
Untuk program kartu sembako, nominal penyaluran mencapai Rp14 triliun yang akan mencakup hingga periode penyaluran Mei 2020. Data ini juga termasuk perluasan target KPM pada masa darurat covid-19.
Selain itu, pemerintah mempercepat realisasi Program Indonesia Pintar atau Kartu Indonesia Pintar (PIP/KIP) Kuliah/Bidikmisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang memiliki pagu sebesar Rp15,76 triliun.
Pada 8 April, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta III telah mencairkan bantuan PIP Sekolah Menengah Pertama sebesar Rp12,25 miliar yang diperuntukkan bagi 16.300 siswa dan Bidikmisi sebesar Rp61 miliar bagi 10.100 mahasiswa.
Baca: Inggris Dilanda Wabah Covi-19, Pangeran Harry Sumbangkan Bantuan
Untuk realisasi Program PIP/KIP Kuliah/Bidikmisi Kementerian Agama, pemerintah telah mencairkan Bantuan PIP Madrasah Tahap I pada 13 April sebesar Rp182,28 miliar melalui KPPN Jakarta IV yang diperuntukkan bagi 530.591 siswa.
Sementara program kartu prakerja, Kemenkeu mengalokasikan Rp20 triliun dengan target 5,6 juta peserta. Pendaftaran peserta telah dibuka mulai 11 April melalui websiteprakerja.go.id. Hingga 14 April, calon peserta yang telah terdaftar sebanyak 4,3 juta orang.
Berasuransi
Bagi mereka yang terpapar covid-19, selain bergantung kepada pemerintah, mereka yang memiliki kemampuan sebenarnya bisa memproteksi diri sendiri. Salah satu yang bisa dilakukan yakni melalui produk asuransi, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah. Jika menilik kondisi seperti sekarang ini, tentu industri asuransi berpeluang tumbuh maksimal.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) berpandangan masyarakat perlu memahami pentingnya memiliki asuransi. Pasalnya, kepemilikan asuransi dinilai bisa meningkatkan ketahanan ekonomi bagi keluarga masyarakat Indonesia.
Kepala Departemen Komunikasi AAJI Nini Sumohandoyo membeberkan data terkait ketahanan ekonomi keluarga masyarakat Indonesia berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data itu menyimpulkan bahwa sebanyak 32 persen masyarakat Indonesia hanya mampu bertahan selama satu bulan dalam kategori ketahanan ekonomi keluarga.
"Hasil survei itu menyatakan bahwa 32 persen dari masyarakat Indonesia jika sumber penghasilan utamanya hilang, mereka itu keluarganya hanya bisa bertahan satu bulan," ujar Nini.
Baca: Tepuk Tangan PM Inggris untuk Pekerja Medis di Tengah Covid-19
Sementara sebanyak 33 persen keluarga Indonesia ketahanan ekonominya mampu bertahan selama tiga bulan. Hanya 4,4 persen keluarga Indonesia yang ketahanan ekonominya mampu bertahan lebih dari enam bulan. "Jadi banyak keluarga Indonesia yang terbantu ekonominya jika mereka memiliki asuransi jiwa apabila pencari nafkahnya meninggal dunia," ungkap dia.
Bila dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pertanggungan asuransi jiwa, klaim Nini, ketahanan ekonominya jauh lebih lama. Hal ini berdasarkan hitungan uang pertanggungan perorangan selama 2019.
Adapun total uang pertanggungan perorangan selama 2019 sebanyak Rp2.163,80 triliun. Jika angka tersebut dibagi dengan jumlah tertanggung individu, maka rata-rata uang pertanggungan yang dimiliki perorangan tersebut sekitar Rp121 juta.

"Apakah itu cukup? Kalau ambil contoh UMP (Upah Minimum Provinsi) Jakarta sekitar Rp4 jutaan, maka uang pertanggungan Rp121 juta itu dibagi Rp4 jutaan. Sehingga, hasilnya kurang lebih sekitar 30 bulanan atau setara 2,5 tahun," bebernya.
Menurut financial planner, ungkap Nini, ekonomi keluarga yang mampu bertahan selama 2,5 tahun lebih dari cukup. Sebab ketahanan ekonomi keluarga tercukupi bila bertahan selama 18 bulan. "Apakah 2,5 tahun itu cukup jika si tertanggung meninggal dunia? Ternyata, minimal kecukupan ketahanan ekonomi keluarga itu adalah 18 bulan," ucap Nini.
Baca: Pegawai OJK Potong Gaji dan THR Bantu Tangani Covid-19
Sementara itu, lantaran mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam maka produk asuransi syariah bisa menjadi solusi, terutama di tengah pandemi covid-19. Deputy Director-Senior Consultant KARIM Consulting Indonesia Muhammad Yusuf Helmy mengungkapkan dasar asuransi syariah adalah sebuah kebaikan yakni saling bantu membantu di antara sesama.
Dengan dasar yang baik itu tentunya diharapkan industri asuransi syariah di Indonesia bisa terus tumbuh secara maksimal, terutama membantu di tengah covid-19. "Para ulama sebenarnya sepakat bahwa asuransi syariah adalah sebuah kebaikan karena saling bantu membantu," kata Yusuf.
Adapun asuransi syariah secara khusus menghindari konsep gambling atau bertaruh dan cenderung menerapkan sistem risk sharing pada layanannya. Beberapa unsur yang ada di asuransi syariah yakni mengamalkan asas keadilan, melandasi sikap amanah, mengandung prinsip tolong menolong, dan meniadakan dana hangus.
Melindungi
Pengamat Asuransi Azuarini Diah berpendapat memiliki produk asuransi kesehatan termasuk asuransi jiwa syariah bisa menjadi salah satu pilihan untuk melindungi diri di tengah pandemi covid-19. Pasalnya, risiko terinfeksi bisa terkena siapa saja. Bahkan, bisa saja terpapar virus berbahaya itu ketika kondisi keuangan seseorang sedang tidak baik.
"Memiliki asuransi di tengah pandemi korona seperti saat ini merupakan langkah tepat karena paparan covid-19 bisa terjadi kapan saja termasuk ketika kondisi keuangan sedang tidak sehat," kata Azuarini, kepada Medcom.id.
Jika ditelisik, seseorang yang memiliki produk asuransi memang akan terlindungi secara pikiran, keuangan, diri sendiri, dan keluarga. Bahkan, ketegangan memikirkan penyebaran pandemi covid-19 berpeluang sedikit berkurang dengan memiliki produk asuransi.
"Manfaat asuransi kesehatan bagi pesertanya membuat pikiran tenang. Memiliki asuransi juga bermanfaat untuk memastikan bahwa setiap masalah kesehatan akan dapat diselesaikan dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan asuransi," tuturnya.
"Meningkatkan penghematan, pemeriksaan kesehatan konsisten, dan melindungi keuangan," tambah Azuarini, yang juga Dosen Asuransi STMA Trisakti.
Selain itu, Azuarini juga menekankan pentingnya memiliki produk asuransi jiwa bagi masyarakat, termasuk asuransi jiwa syariah. Memiliki produk asuransi jiwa dinilai Azuarini penting, apabila pencari nafkah mengalami risiko di tengah pandemi covid-19 maka keluarga yang ditinggalkan bisa mendapatkan santunan.
"Dari segi asuransi jiwa perlu di perhatikan juga. Dengan tingkat mortality yang tinggi. Asuransi jiwa patut dipertimbangkan untuk dimiliki. Jadi apabila (pencari nafkah yang menjadi peserta asuransi jiwa) meninggal karena covid-19 maka keluarga yang ditinggalkan mendapatkan santunan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id