Ia mengungkapkan kebijakan SBN masih akan mengandalkan penerbitan SBN rupiah untuk tenor jangka menengah panjang. Melalui strategi ini, Deni menyebut, pemerintah ingin memitigasi risiko yang kemungkinan terjadi ke depan.
"Proporsinya 80 sampai 85 persen. Sedangkan SBN valas untuk pelengkap menghindari crowding fund effect, dan proporsi 12 sampai 15 persen," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga masih akan menerbitkan SBN ritel tahun ini dengan target antara Rp70 triliun hingga Rp80 triliun baik konvensional maupun syariah. Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan anggaran.
"Kemudian koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) 2021 ini masih berlaku SKB pertama. BI akan menjadi backstop atau standby buyer di pasar perdana SBN," kata dia.
Mencari utang
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan negara-negara di dunia tengah berlomba untuk mencari utang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, khususnya dalam pengadaan vaksin covid-19 saat ini. Untuk Indonesia, hingga akhir Desember 2020 tercatat memiliki utang sebesar Rp6.074,56 triliun.
"Negara berlomba-lomba mengamankan diri dengan cara utang. Semua negara berlomba mengamankan diri dengan harus punya cash. Kalau ada vaksin harus bisa beli vaksin," ujar Suahasil.
Dia membandingkan defisit Indonesia dengan negara lain yang dianggap lebih baik, seperti dengan India dan Malaysia. APBN 2020 diketahui mengalami defisit Rp956,3 triliun atau setara dengan 6,1 persen dari PDB dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut IMF terkontraksi 1,9 persen pada tahun lalu.

"Kita bandingkan dengan India yang defisit minus 13 persen dan pertumbuhan ekonomi minus delapan persen. Defisit mereka lebih dalam, utang lebih banyak terhadap PDB dan growth turun lebih dalam. Negara seperti Jerman dan Malaysia juga begitu," jelasnya.
Dia mengungkapkan alasan defisit Indonesia hingga minus 6,1 persen disebabkan penerimaan negara yang berkurang selama pandemi. Sementara anggaran belanja negara membengkak. Dengan demikian utang pun menjadi naik.
"Pasti utang naik. Sekarang sekitar 28,5 persen PDB. Mungkin 2021, ke 41 persen PDB. Tapi kita bandingkan dengan negara lain kalau semua negara ribut soal utang. Keamanan utang kita relatively modest," tutur Suahasil.
Defisit akhir Februari
Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN adalah sebesar Rp63,6 triliun hingga akhir Februari 2021. Defisit terjadi karena penerimaan negara sebesar Rp219,2 triliun, sedangkan belanja mencapai Rp282,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit anggaran tahun ini sedikit lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun secara persentase terhadap PDB angkanya justru lebih kecil.