Ilustrasi. FOTO: MI/Agus Mulyawan
Ilustrasi. FOTO: MI/Agus Mulyawan

Menggapai Cita-Cita Ekosistem Kendaraan Listrik

Angga Bratadharma • 26 Agustus 2021 14:42

Urgensi pengembangan kendaraan listrik
 
Di sisi lain, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengungkapkan ada beberapa urgensi pengembangan kendaraan listrik harus segera dilakukan di Indonesia. Urgensi itu
yaitu pada 2030 Indonesia siap mengurangi 29 persen emisi karbon dioksida. Kemudian karena aspek efisiensi dan ketahanan energi nasional. Moeldoko menjelaskan, hingga saat ini impor BBM Indonesia masih sangat tinggi yakni sekitar 600 ribu barel per hari dan hal tersebut menyedot devisa negara.
 
"Hingga saat ini konsumsi BBM masih meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Ini kalau tidak segera diantisipasi maka impor BBM dari tahun ke tahun akan semakin tinggi," jelasnya.
 
Lebih lanjut, Moeldoko menilai, adanya mobil listrik akan membuat penggunaan listrik nasional menjadi optimal. Pasalnya Indonesia punya program 35 ribu megawatt yang artinya kalau mobil listrik segera bisa dioperasionalkan maka utility dari cadangan PLN jadi terserap secara baik.

 
Terakhir, ia melihat urgensi pengembangan mobil listrik dari sisi peningkatan kapasitas industri nasional. "Perkembangan kendaraan listrik dapat mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan nasional dan berpotensi menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor KLBB," jelasnya.

Hemat devisa
 
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza berpandangan pengembangan KBLBB akan menciptakan penghematan devisa negara seiring dengan penurunan impor BBM. Implementasi KBLBB akan menurunkan impor BBM sebesar 373 juta barel pada 2050 dengan rasio penurunan sebesar 6,6 persen.
 
"Dengan asumsi kurs Rp15 ribu per USD maka potensi penghematan devisa dari penurunan impor bensin ini USD5,86 miliar atau sekitar Rp87,86 triliun," kata Hammam.
 
Meski demikian, penggunaan KBLBB akan sedikit meningkatkan impor gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) untuk sektor pembangkit. Sebab, nantinya kendaraan akan menggunakan energi listrik yang salah satunya bersumber dari pembangkit gas.
 
"Adanya kenaikan impor LNG tersebut maka potensi penurunan defisit neraca perdagangan migas jadi lebih kecil yaitu USD78,47 miliar pada 2050," ungkap Hammam.
 

 
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan